Kajian Al Kasyah 2, Perjalanan (Diantara) Cahaya
Hasil pengamatan dan
eksplorasi para ilmuwan terhadap alam semesta, menghasilkan sebuah teori atas
peristiwa kejadian (terciptanya) alam semesta yang terkenal dengan TEORI
DENTUMAN BESAR (Big Bang). Para pendukung teori ini (pengamat) yakin sekali
atas teori ini. Padahal peristiwa dentuman besar itu sendiri belum pernah
mereka saksikan. Bagaimana mereka bisa begitu yakin (?). Para ilmuwan melakukan
pengamatan dan eksplorasi terhadap alam semesta dari hasil eksplorasi-nya
tersebut mereka menemukan dugaan-dugaan (Hipotesa). Berangkat dari dugaan
tersebut mereka bekerja keras untuk mencari bukti-buktinya. Dengan bukti-bukti
yang mereka dapatkan, akhirnya mereka mampu melakukan penerimaan (meyakini)
atas kebenaran teori tersebut. Begitulah alur terjadinya proses
penerimaan atas sebuah keyakinan.
Sama kejadiannya dengan para sufi (baca; spiritualis) mereka
adalah para pengamat, yang melakukan eksplorasi melalui jiwa mereka, mereka
melakukan pengamatan terhadap alam semesta. Sebagaimana yang dilakukan Nabi
Ibrahim. Nabi Ibrahimlah yang pertama kali menemukan jalan-jalan ini. (Milah
Ibrahim). Mereka mampu memasuki hakekat-hakekat atas kejadian mencari
bukti-bukti kebesaran Allah. Bagi para pengamat (spiritualis) peristiwa
dentuman besar hakekatnya adalah ghaib, mereka tidak menyaksikan kejadiannya.
Namun para sipritualis diperjalankan oleh Allah untuk mengamati sendiri dalam
kesadaran mereka. Sehingga mereka mendapatkan referensinya dalam kesadaran
mereka (bukti-bukti). Ketika mereka sudah mendapatkan referensi maka selanjutnya mereka mampu
melakukan penerimaaan. Setelah diri mampu melakukan penerimaan, maka
muncullah keyakinan menjadi pondasi keimanan para spiritualis.
Sekali lagi, perlu dicatat bahwa kedua pengamat (para pengamat)
sejatinya tidak melihat kejadian dentuman besar. Mereka hanya mencari
bukti-bukti saja. Dengan bukti-bukti (referensi) tersebut keduanya kemudian
mampu melakukan penerimaan. Akal dan pikiran menerima, jiwa menerima, kesadaran
selanjutnya akan melakukan penerimaan dalam totalitas . Oleh karena itu kedua
pengamat hakekatnya berada dalam dimensi keyakinan yang sama atas suatu
kejadian yang telah mereka saksikan.
Dimensi keyakinan akan sangat relatif tergantung kepada siapa
pengamatnya. Sehingga realitas (adanya dentuman besar) akhirnya hanya menjadi
sebuah keyakinan saja (keimanan). Bukan sebuah kebenaran itu sendiri.
Maka kebenaran berita dentuman
besar sama halnya dengan
berita adanya Hari Akhir,
menjadi berita yang ghaib. Karenanya kebenarannya tidak dapat dipaksakan,
(relative), bagi yang tidak menyaksikan peristiwa tersebut mereka sulit percaya
akan ‘kebenaran’ berita
ini. Inilah kesulitannya !. Maka setiap diri harus mencari, dan
membuktikannya sendiri agar mampu meyakini
berita ini sebagai kebenaran.
Ternyata ilmuwan dan spiritualis memliki kesamaan dalam mencari
kebenaran. Semua memerlukan bukti-bukti sebagai dasar penerimaan mereka.
Bukti-bukti yang akan mampu diterima oleh akal, pikiran, dan jiwa mereka.
Sehingga tidak ada lagi keraguan di dalamnya. Maka Allah senantiasa
memperjalankan keduanya, menujukkan bukti-bukti kebesaran_Nya kepada kita
manusia. Namun kembali siapakah diri kita untuk menerima bukti-bukti tersebut
?. Hh…hh..sulit. sangat sulit sekali, setiap jiwa dalam kesibukannya
sendiri, sibuk dalam realitas kesibukannya sehari-hari.
Spiritualis sejati seharusnya mampu melakukan implementasi
kedalam kehidupan nyata, sebagaimana rekannya para ilmuwan. Sehingga pemahaman
mereka (ilmu), akan bermanfaat bagi dirinya dan umat manusia pada umumnya.
Spiritualis memiliki keunggulan dalam mereka mendapatkan kebenaran (ilmu),
prosesnya lebih cepat dan simple karena mereka langsung ditunjukkan
(diperjalankan) oleh Allah. Tinggal bagaimana mereka mengolah dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Mewujudkannya dalam pengetahuan
dan teknologi yang tepat guna, sehingga dengan ini akan mampu meningkatkan
taraf hidup umat. Nabi Daud sudah mencontohkan akan hal ini. Hasil
ekplorasinya terhadap besi dalam dimensi spiritual,
telah di implementasikan kedalam kehidupan nyata. Sehingga besi seperti keadaan
sekarang yang kita kenal. Nabi Daud telah memadukan ilmu antara hakekat besi dan syariat besi itu sendiri. Nabi Daud
adalah sang Spiritualis sejati dalam alam nyata ini. Dialah yang meletakkan
dasar-dasar pengolahan besi, bapak teknology terbarukan, sehingga peradaban
manusia dengan tekhnology yang sekarang ini.
Kembalikannya para ilmuwan juga diharapkan akan mau memasuki
(melakoni) dunia para spiritualis (sufi), sehingga karenanya mereka akan mampu
mencari bukti-bukti berdasarkan petunjuk Allah. Sehingga mereka memiliki
motivasi yang benar. Dalam menguak rahasia alam semesta dan menampilkan
kebesaran Allah. Jika karakter kedua pengamat ini berada dalam satu wadah. Maka
saatnya nantikanlah kebangkitan dunia Islam, suatu kaum yang sulit
dikalahkan oleh kaum manapun. Baik dalam teknologi maupun dalam keyakinan dan
keimanan mereka. Bukankah hal ini yang kita idam-idamkan. Sebagaimana nabi Daud
dengan segenap teknologi dan kejayaannya.
Baik kita akhiri bahasan karakter sang pengamat dalam dua kutub,
yang nampaknya seperti bersebrangan, namun hakekatnya mereka bekerja dengan
konsep (methodology) yang sama. Maka tidak seharusnya bagi kita umat Islam
untuk menolak kehadiran teknologi. Sebab teknologi adalah kebesaran Allah yang
dinampakkkan kepada manusia, melalui proses kesadaran manusia itu sendiri yang
diturunkan dari generasi ke generasi dalam suatu tahapan SKENARIO ALLAH.
Diturunkan kepada kesadaran manusia, oleh karenanya bisa kepada siapa saja.
(yaitu) Siapa saja yang menyiapkan dirinya, melakukan pengamatan terhadap alam
semesta, baik mereka itu Yahudi, Nasrani, Budha, Hindu ataupun Islam
sendiri.
Karenanya umat Islam sebaiknya mulai introspeksi diri lagi.
Kenapakah ilmu pengetahuan (technology) diturunkan kepada orang-orang
Yahudi ?. Maka saya ingatkan, bukan diturunkan kepada mereka namun
diturunkan kepada KESADARAN manusia yang kebetulan berada di dalam raga itu.
Yaitu KESADARAN manusia yang mau IQRO (membaca) alam semesta.
Tidak peduli kesadaran tersebut berada dalam raga siapa.
Inilah hakekat yang harus kita sikapi dengan bijak. Sehingga kita terhindar
dari sifat-sifat iri, dengki atau lainnya. Apalagi ada yang sampai berniat
akan menghancurkan peradaban teknologi manusia. Karena dianggap produk diluar
islam. Semoga kita dijauhkan dari sikap kekanakan seperti ini. Astagfirulloh.
Dentuman Besar
Bagaimanakah kedahsyatan dentuman tersebut ?. Bagaimanakah hal
ihwal mengenai proses kejadiannya, dan bagaimanakah sehingga terciptanya alam
semesta adalah merupakan misteri. Kita akan mampu meyakini melalui penelusuran
jejak-jejaknya, melalui perumpamaan, melalui contoh-contoh di alam dan tentunya
dari petunjuk Al qur an itu sendiri. (Saya pernah mengulasnya dalam kajian
Membaca Sunatulloh).
Kita akan sulit memasuki pemahamann proses kejadian alam semsta
dan bagaimana kemudian di hancurkannya (kiamat) , jika kita tidak
memadukan pemahaman ini dengan memasukan disiplin ilmu lain. Ilmu fisika cukup
banyak menjelaskan fenomena-fenomena alam, tentang cahaya, gelombang, partikel,
fotolistrik, dan lain sebagainya. Maka sedikit banyak saya akan menggunakan
istilah dalam ilmu fisika, karena sulit mencari kata lain sebagai padaannya.
Saya
akan mencoba membawa pemahaman tersebut kepada sebuah contoh klasik. Saya akan
mengambil contoh saat televisi dinayalakan (Televisi tabung). Apakah yang
terjadi ?. Kemudian televisi kita matikan. Apakah yang terjadi ?.
Tabung televisi berisi elektron (katoda), yang tersimpan,
ketika di mampatkan oleh tegangan yang tinggi maka akan terjadi seperti
ledakan dahyat yang menyebar ke segala arah (dalam tabung hal ini diarahkan).
Jika proses tersebut kita lihat melalui layar televisi, seperti ada setitik
cahaya kemudian merayap dengan cepat memenuhi seluruh layar. Fase inilah
yang akan saya jadikan perumpamaan. (coba kita amati melalui gerakan lambat).
Kebalikannya ketika listrik dimatikan di layar kaca akan nampak sebagai proses
kebalikannya, cahaya (elektron) seperti terhisap masuk ke dalam satu titik
dengan cepat sekali. Pada akhir proses kita hanya melihat se titik cahaya di
layar tersebut, yang kemudian perlahan hilang.
Perumpamaan
ini untuk mendapatkan visualisasi atas sifat cahaya ketika dilontarkan dan
ketika dihisap kembali. Cahaya akan nampak seperti itu. Sebuah dentuman besar
melontarkan postulat-postulat cahaya, kemudian ketika daya lontaran habis
cahaya tersebut akan tertarik kembali ke titik asal dimana dia dilontarkan.
Keadaan inilah yang ingin saya sampaikan.
Marilah kita coba masuki melalui perumpamaan tersebut, gerakan
cahaya semua akan kita perlambat. Dari ketiadaan, ada sebuah kehendak yang
memampatkan keadaan, kemudian terjadilah dentuman luar biasa sekali.
Melontarkan postulat cahaya dengan daya lontar sangat fantastik sekali. Selama
dalam fase lontaran inilah terjadi proses pembentukan materi. Pembentukan alam
semesta ini. Dan diperkirakan setelah 15 milyard tahun cahaya
terbentuklah alam semesta, sebagaimana dapat kita saksikan keadaan alam
semesta seperti sekarang ini.
Daya lontar tersebut sangat luar biasa
kuat sekali, sehingga alam semesta ini seakan-akan mengembang terus sampai
kini. Keadaannya akan akan terus mengembang hingga suatu saat nanti daya
lontaran dari dentuman besar suatu saat habis. Ketika alam semesta kehilangan
daya dorongnya, (Lihat Hukum-hukum Mekanika) secara terori alam semesta akan
jatuh. Namun mari perhatikan perumpamaan selanjutnya.
Sebagai
perumpamaan ketika kita melontarkan bola yang sudah kita ikat karet, maka saat
daya lontaran kita habis, bola akan mengalami gaya tarik, dari karet yang
menahannya. Bola akan mendapatkan gaya yang berlawanan arah (tertarik)
dengan sama kuatnya seperti saat di lontarkan. . Sehingga jika karet kita
hilangkan dari pandangan, seakan bola bisa kembali ke asalnya sendiri, ketika
daya lontarnya habis.
Pertanyaannya adalah dari mana daya hisap yang akan
menarik alam semesta kearah awal saat mana di lontarkan. (?).
Dentuman yang besar akan membuat lubang besar (ruang dimensi) di
langit di tempat ledakan. Kita pernah melihat film tentang lorong waktu. Nah,
keadaannya mirip dengan itu. Lubang ini memiliki sifat berkebalikan dari
dentuman itu sendiri. Jika dentuman mengakibatkan daya lontaran, maka lubang
ini memiliki kekuatan menghisap yang sama besar. (Berdenyut) Gaya hisap
inilah yang menahan alam semesta, (mengakibatkan gaya sentripetal)
terhadap benda-benda langit. (Kedua gaya yang berlawanan ini
harus sama dengan nol).
Mari kita coba ulangi dalam gerakan lambat, sebuah dentuman akan
menyisakan ruang kosong antar dimensi (serupa lorong waktu). Postulat-postulat
yang dilempar akan mengalami daya dorong sebesar, gaya lontaran dari dentuman
tersebut. Ruang kosong ini seumpama denyutan, ketika habis dayanya maka ruang
ini akan menutup. (Proses menutupnya ini akan seiring dengan habisnya
daya lontaran). Pada saat proses menutupnya ruang ini (lubang besar) akan
menimbulkan daya hisap luar biasa besarnya sehingga akan menarik kenbali benda-benda
langit yang dilontarkannya. Mengembalikan mereka semua ke asalnya. Itulah
perumpamaannya.
Dalam gerakan cepatnya, adalah seperti perumpamaan cahaya pada
tabung televisi. Sebenarnya prosesnya adalah sangat cepat seperti itu (dalam
ilmu Allah). Seperti dalam satu dentuman saja. Melontar dan menarik dalam satu
detik yang hampir bersamaan. Coba perhatikan lagi saat telivisi kita nyalakan
kemudian mendadak kita matikan. (Prosesnya kita perlambat). Bayangkan jika
tegangan listrik diganti oleh dentumanbesar. Maka prosesnya terasa dalam satu
kejapan mata saja, seperti tidak ada apa-apa. Seperti cahaya datang dan pergi
dalam satu tarik saja. Blast..blast nampak keluar dari satu titik dan kemudian
masuk lagi ke dlaam satu titik yang sama.
Ketika kita berada di luar dimensi alam semesta maka kita akan
melihat kejadian tersebut sebagai kilatan cahaya saja. Dentuman besar
melontarkan cahaya ke segala arah, merambat cepat rt…rt.. dan seketika
menyurut lagi dengan sangat cepat pula. Di tempat yang sama dalam waktu
yang hampir bersamaan pula.
Kita tidak pernah tahu kapan daya lontar itu habis. Kapan lubang
besar akibat dentuman tersebut di tutup. Jika fasenya dikembalikan maka saat
itu pula alam semesta di tarik keasalnya. Sebagaimana telivisi yang dengan
sesuka kita kapan hidup dan kapan dimatikan.
Perumpamaan selanjutnya, dentuman besar tersebut seumpama
kembang api besar pada saat malam tahun baru. Ketika kembang api besar meledak
di angkasa, akan melontarkan postulat yang lebih kecil, yang lebih kecil juga
akan meledak, melontarkan postulat lagi, dan seterusnya. Disamping postulat
besar, saat meledak banyak sekali cahaya yang juga ikut terlontar, berkejaran
kesana kemari. Inilah visualisasi proses saat terjadinya dentuman besar.
Postulat yang meledak yang meledak memiliki medan magnet
sehingga postulat yang lebih kecil yang dilontarkannya tertahan dalam
medan grafitasi sehingga mengalami gaya sentripetal, membentuk formasi tata
surya. Planet berotasi dan berevolusi.
Walohualam.
subhanallah. ini penjelasan yg paling bisa sy tangkap dgn keterbatasan pikiran saya. maturnuwun :)
BalasHapus