Kisah Spiritual 9, Realitas Reinkarnasi
Hari-hari ini atau minggu ini terasa ada yang
aneh, terutama memaknai realititas, spiritual dan gaib.
Entah bagaimana sulit dijelaskan dan dimaknai.
Puncaknya terasa saat membaca kajian Shaad ini.
Membaca di kompasiana.
Seperti sebuah "magnet" yang memiliki
dua kutub, positif negatif yang sangat kuat.
Awal membuka, baru judul, terasa serbuan daya
kekuatan yang hebat yang tak mampu dilawan
akhirnya mundur dan tidak berani membaca.
Dicoba beberapa kali, mungkin empat kali atau
lebih,
tetap saja belum bisa membaca, padahal huruf
hanya huruf, apa anehnya dengan kata dan kalimat
namun memang, tidak mampu membaca, tidak ada
daya untuk membuat mata tetap menatap huruf
akhirnya hanya membaca komentar dari yang lain
saja.
tadi malam akhirnya berani membaca dua alinea
namun efeknya sangat luar biasa, entah bagaimana
harus bercerita dan menuliskan
mungkin seperti orang gila, atau entah apa
namanya
seperti yang dituliskan di awal, ada sesuatu
tapi tidak tahu apa
seperti ada di bibir tapi tidak bisa diucapkan
rasanya ada kekuatan yang meliputi tubuh,
mencekik, membetot
raga seperti tak berdaya, ingin berontak,
berteriak, menjerit
sepertinya kesadaranpun juga terlibas, artinya
daya ini juga meliputi kesadaran
kesadaran sepertinya diikat, seperti dikuasai
oleh daya
sesuatu yang belum pernah terjadi
makanya saya katakan seperti gila
karena kita sadar, kalau kesadaran kita tengah
dikuasai
badan gementar, menggelepar dan entah seperti
apa
akhirnya mampu berdiri dan sholat
sholat isya yang sangat aneh
karena sholat itu dalam kondisi
"mengantuk" yang sangat aneh
mata tidak mampu dibuka karena kantuk yang luar
biasa
namun raga masih bisa sholat, dan kesadaran
muncul dengan sangat jelas
diantara rasa kantuk yang aneh ini
kantuk yang luar biasa, seolah antara sadar dan
tidak sadar
disebut sadar dalam realitas adalah seperti
tidur karena rasa mengantuk yang luar biasa
mata tidak terbuka dan rasa kantuk yang sangat
hebat
disebut tidak sadar tapai ada kesadaran yang
sangat jernih
yang mampu merasakan sholat
entah apa ini, rasanya seperti gila
sebetulnya tidak ingin yang aneh-aneh seperti
ini
anehnya setelah sholat selesai, langsung tidur
dan terbangun di tengah malam menjelang shubuh
untuk mengulang sholat isya
dan kembali seperti sholat yang lalu
sholat sambil tidur
dalam kantuk yangluar biasa
Mengenai memaknai atau berbicara dengan alam
rasanya juga semakin kuat, seperti ada kekuatan
yang
seolah bercakap-cakap dengan pohon atau alam
yang lainnya
rasanya seperti aneh sekali
seperti orang gila yang sadar
orang sadar yang gila
Dengan memohon ampun kepada Yang Maha Kuasa, dan
dengan sambil sujud bersama semesta. Mas Dikonthole membekap dadanya, yang
serasa ngilu di dalam, berasal dari jantung. Terasanya sangat menghujam.
Sepertinya pembuluhan artery jantung mengalami penyempitan mendadak.
Sungguh sulit menceritakan keadaan sakit yang seperti ini. Maka dia hanya bisa
pasrah. Menyerahkan hidup matinya hanya kepada-Nya.
Entah berapa lama Mas Dikonthole melakukan itu.
Hingga muncul ‘kekuatan’ dari dalam seperti air sejuk yang mengaliri arterynya.
Dan secara perlaha-lahan dirinya terbebas dari keadaan yang menyakitkan
itu. Ditegakkannya tubuhnya, sambil menarik nafas dalam. Memandang
kembali email saudaranya yang terpampang di layar monitor. Dirinya
terpaku, pikirannya juga ‘kosong’ tak mampu haru menjawab apa.
Itulah yang dirasakan Mas Dikontole saaat
pertama kali membuka dan membaca email dari saudaranya dari ‘manusia masa lalu’
yang berada di benua sana. Email yang tidak seperti biasanya. Biasanya
saudaranya ini akan mengakhirinya dengan salam. Namun tidak kali ini,
seperti nampaknya terburu-buru. Kali ini Mas Dkontole hanya menjawab apa
adanya.
Subhanalloh...
(tak ada kalimat yang mampu diucap
mewakili itu..)
Sekarang saya harus jawab apa ya ?... (tidak
tahu harus apa )
selain hanya memohon berlindungan-Nya dari
'kuasa' lain
....
semoga kita mampu masuk ke tahap-tahap
selanjutnya dengan selamat..
amin
salam
Hanya beberapa baris kalimat yang tak memberi
arti. Ya, memang Mas Dikonthole tak mengerti harus bagaimana.
Hampir setengah hari Mas Dikonthole bertafakur,
menjelajahi sel-sel neuron otaknya. Mencari referensi yang barangkali dapat di
gunakan untuk membantu saudaranya. Setelah hampir sore dia baru bisa menjawab
lagi.
Masuki saja rasa kantuknya, berada di dalam
kantuk..
perasaan masuk kepada rahsa..
bersama mengelola kekuatan..
Ya, kenali saja perlahan-lahan..
ikuti rahsa kantuk, menyengaja untuk ngantuk,
dan berada di dalam rahsa kantuknya..
...
seperti bayang-bayang saat di tarik, kemudian
berkumpul di dalam diri
salam
Email itu kemudian dikirmkannya. Mas Dikonthole
agak lega setelahnya. Dari sana saudaranya menjawab, akan di coba apa yang di
nasehatkannya. Itulah kejadian kemarin.
Dan email hari ini sungguh melegakan. Di
khabarkannya bahwa keadaan saudaranya sudah mulai membaik. Saudaranya sudah
mampu memasuki dan berada di dalam rahsa kantuk, menjadi inti rahsa, dan
meliputi rahsa kantuk itu sendiri. Sehinggga rahsa kantuknya tidak
menggganggunya lagi. Anehnya, dimalam harinya, saudaranya dibawa ‘rahsa kantuk’
namun bukan kantuk. Sebuah kekutan yang menguasai ‘kesadaran’ telah membawa
saudaranya mengunjungi alam-alam yang masih berupa symbol-symbol. (Bagian
ini akan dikisahkan tersendiri).
Inilah sekelumit kejadian kemarin, bagi Mas
Dikonthole menjadi titik balik yang sangat menentukan dalam pencarian
jatidirinya selama ini. Pencarian untuk mengungkap hakekat reinkarnasi.
‘Titisan’ yang selama ini melingkupi diri dan sadaudara-saudaranya. (Semisal)
reinkarnasi yang mungkin telah menjadi mistery, berada bersama
mitos yang melegenda bagi kesadaran manusia Jawa (wong jowo).
Pencarian panjang menembus alam
….
Walau tak terucap aku sangat kehilangan
Sebahagian semangatku ada dalam doamu
Warisan yang kau tinggal petuah sederhana
Aku catat dalam jiwa dan coba kujalankan
Walau tak terucap aku sangat kehilangan
Sebahagian semangatku ada dalam doamu
Warisan yang kau tinggal petuah sederhana
Aku catat dalam jiwa dan coba kujalankan
…
…
Sesungguhnya aku menangis sangat lama
Namun aku pendam agar engkau berangkat dengan tenang
Sesungguhnyalah aku merasa belum cukup berbakti
Namun aku yakin engkau telah memaafkanku
Namun aku pendam agar engkau berangkat dengan tenang
Sesungguhnyalah aku merasa belum cukup berbakti
Namun aku yakin engkau telah memaafkanku
…
…
Teriring doa selamat jalan buatmu ayah tercinta
(Penggalan bait syair 'Ayah Aku Mohon Maaf' by
Ebiet G Ade)
Penggalan bait syair Ebiet G Ade, seperti
mengulang kembali kembara panjang yang dilalui Mas Dikontole. Seperti nampak
dalam ingatannya saat ketika masa itu terjadi.
Senja hitam diatas tanah merah. Di ujung
pematang engkau berdiri. Putih diantara ribuan kembang. Langit diatas merah
tembaga. Engkau memandangku. Bergetar Lirih bibirmu seperti terucap
sesuatu. Kerinduan , kedamaian. Angin seperti mengkibas. Dan engkau berkelebat
hilang serasa terbawa angin. Membiarkan diri ini terpana bersama ujung sorban yang
berkibar pergi. Menimbulkan tanda tanya siapakah sejatinya engkau
ini ?.
Entitas yang kerap muncul dengan membawa nuansa
alamnya, seperti itu keadaannya. Muncul pada saat-saat Mas Dikontole dalam
kesusahan. Muncul saat Mas Dikontole dalam persimpangan jalan. Bahkan
muncul pada saat Mas Dikontole dalam mara bahaya mengancam. Banyak sekali
kejadian yang tidak masuk nalar. Seperti ketika dia terjatuh dari motor dan
kepala tepat berada di bawah ban belakang sebuah mobil tangki yang melaju.
Tidak ada yang mampu dilakukannya lagi. Anehnya tiba-tiba saja mobil tangki
berhenti mendadak. Dan sang sopir heran menghampiri, bertanya dengan tak
mengerti. “Apa yang terjadi ?”. Sebagaimana tak mengertinya Mas Dikontole saat
itu. Seperti itu, banyak sekali kejadian aneh melingkupi dirinya, yang tak
pernah dimengerti.
“Dan engkau memberikan ‘amanah’ itu padaku”.
Bisik lirih mas Dikonthole
Dia-kah yang diutus oleh ‘sang Ayah’ agar
membimbing Mas Dikonthole, yang setiap saat akan setia menjaganya.
Ataukah ‘engkau’ yang dikirim para
‘leluhurnya’ dan atau memang salah satu bentuk ‘reinkarnasi’ leluhur pada
dirinya ?.
Telah menitipkan, memberikan amanah itu ?.
Namun jelas sekali atas doa dan laku sang Ayah
maka Allah meng-ijabahi. Maka kerinduan kepada sang Ayah menyeruak lagi.
Jika dahulu masih berupa symbol dan perlambang
dan banyak lewat mimpi. Kini ‘dia’ sudah hadir bertemu pandang.
Dan kemarin minggu lalu, ‘engkau’ datang melalui
perantara , berwujud manusia, menyampaikan amanah itu. Mengulang kembali
‘prosesi’ dalam realitas terkini.
Menjadi mata rantai semua kisah nyata ini
terjadi.
Doa tulus teramat dalam bagi Ayah tercinta.
Dan ungkap syukur kepada AllahSWT, jika
ini telah berhasil dimaknai.
Hh…hh..
Dihembuskannya nafas. Mencari pijakan untuk
menuturkan kisahnya lagi.
Pencarian panjang Mas Dikontole telah mendekati
titik akhirnya. Pencarian yang telah memakan hampir seumur hidupnya. Mengungkap
mistry re-inkarnasi. Namun sayang tidak mungkin diungkapkan semua dalam ruang
forum yang terbatas ini. Banyak persepsi nanti yang akan melingkupi,bahkan akan
menjurus kepada debat yang dapat menimbulkan fitnah bagi dirinya nanti. Maka
cukup inilah yang di ceritakan dan coba dihantarkan.
Mistery yang tersibak
Mas Dikontole mengambil cermin dan berkaca
begitu lama. Menimbulkan tanya. Kemudian sebelum tanya sempat terucap. Dia
berkata seolah-olah kepada dirinya sendiri. Dia berkata kepada bayangan dirinya
di dalam cermin
“Bagaimanakah jika engkaua, wahai bayanganku
diberikan ‘daya hidup’ oleh Allah SWT, sang Maha Hidup ?. Apakah engkau akan
bersikap, bertindak, bertingkah laku sebagaimana diriku ?”
Pertanyaan itu seperti dibiarkan mengambang
diangkasa. Alam seakan diam, memperhatikan. Keadaan benar-benar lengang.
Seperti semua mahkluk memperhatikan dialog ini. Dan semua menungu jawabannya.
“Ya, benar. Ternyata engkau telah diberikan daya
hidup oleh Tuhan-ku. Engkau yang selalu bersamaku. Engkau sejatinya adalah
saudara kembarku. Engkau adalah refleksi diriku. Engkau adalah cahayaku yang
terjebak di dalam cermin dan Tuhan menghidupkanmu. Engkau akan terus hidup,
sementara aku sudah mati. Engkau akan terus hidup sebagaimana diriku saja.
Karena engkau diberikan umur panjang. Engkau diberikan umur sebagaimana para
jin. Meskipun engkau bukan golongan jin. Hingga Allah menghendaki lain. Engkau
yang akan menerima akibat dari karma perbuatanku. Engkau yang akan menanggung
karma. Meskipun engkau bukanlah diriku. Engkau yang akan menjalani semua itu
untuk diriku, wahai saudaraku !. Dan karena kesalahanku padamu itulah Tuhan
akan meminta pertanggung jawabannya nanti. Sungguh aku yang membuatmu begitu.”
Mas Dikonthole seperti menarik nafas sedih sekali. Dia teringat bagaimana
para leluhurnya berbuat, bertindak, dan bertingkah laku semasa hidupnya,
dalam menggunakan amanah ‘Shaad’ yang di berikan Tuhan.
(yaitu) Wahyu cakraningrat yang dimiliki mereka. Amanah yang
tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Membuahkan hasil bagi saudara kembarnya
ini, mereka terbebani ‘dosa-dosa; masa lalunya. Terbebani ‘rahsa’ masa lalunya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa para saudara kembar mereka sekarang inilah yang
menjalani ‘karma’ atas perbuatan para leluhur ‘asli’ nya itu.
Maka Mas Dikontole paham,,
mengapa saudaranya (yang orang) dari ‘masa lalu’ tidak mampu, dan tidak mau
bahkan enggan membaca ‘Shaad’ yang di hantarkan kepadanya.
Kaerna sesungguhnya, dia seperti melihat cermin dirinya sendiri. Maka jika
dipaksakan, energynya akan membalik kepada dirinya itu. Keadaan ini akan
menyiksa sekali. Kesadarannya seperti ditarik ke masa ‘hibernasi’, masa
tidurnya yang panjang. Leluhurnya takut atas apa yang akan dimintakan
pertanggung jawabannya. Atas ‘Shaad’ ini. Maka memilih tidur
bersama kesadaran raga terkininya. Inilah keadaan yang menimpa.
Karenanya kesadaran sebagai mansuia ‘sekarang’
lah harus yang mengambil alih. (Miim) dari saudaranya itu harus
mampu mengusai diri agar jangan sampai ‘leluhur’nya itu yang mengambil alih
kesadaran raganya. Dia harus berhasil masuk ke dalam inti, mengambil alih
kontrol darisana. Menenangkan ‘leluhur’nya, menasehatinya, mengajaknya untuk
kembali ke jalan Allah. Jalan ber-serah.
Inilah tugas Miim. (Untuk
istilah ini, lihat di kajian Haa Miim) Tugas yang berat, jika Miim gagal, dalam
membimbing ‘leluhur’ ke jalan Islam (ber-serah). Proses ini akan terus
berlangsung, ke bawah, menuju kepada keturunan-keturanan yang lain di bawhnya.
Maka Miim harus berhasil menyadarkan ‘leluhur’
untuk ‘berserah’ (Islam) kepaa kehendak-Nya. Mengajarkan ‘leluhur’ yang
reinkarnasi agar dia mampu ‘moksa’, berada dan tenang disuatu tepat yang memang
disediakan khusus untuk mereka di dunia ini. Tempat itu dikenal dengan,
dunia para dewa (yaitu) di nirwana.
Sungguh ‘penderitaan’ bagi manusia sekarang
untuk ikut serta menanggung ‘beban’ masa lalu. Hidup dalam kesedihan
masa lalu namun dalam realitas kekinian. “Coba bayangkan bagaimana rahsanya ?”
Dahulu mereka diliputi kekuatan. Kekuasaan, dan
kekayaan. Harta , tahta dan wanita, senantiasa ada dalam lingkup dirinya.
Bagaimana jika hidup dalam kondisi sekarang ini ?. Realitas manusia biasa, yang
mencari rejeki hanya sebatas ini. Bagaimana manusia ‘sekarang’ ini
memaknainya. Hidup seperti di tarik dari dua dunia ?. Diri seperti memiliki dua
jiwa, dua rahsa.
Maka keadaanya, banyak sekali diantaranya,
yang kemudian menjadi (maaf) GILA !. Sebab raga barunya, tidak mampu
meredam rahsa diantara tarik menarik itu. Jiwa manusia yang ‘baru’ lemah.
Bagaimana tidak, seumpama lampu bohlam yang memiliki kapasitas daya 5 watt,
tiba-tiba dialiri oleh daya listrik ribuan kilowatt ?. pasti lampu itu akan
putus. Maka inilah pentingnya laku spiritual agar diri mampu menerima kehadiran
leluhur dalam raga mereka.
Namun meski begitu, Mas Dikonthole masih sangat
bersyukur, para ‘leluhurnya’ ini, tidak menjalani karma buruk. Mereka semua di
tempatkan di alam yang sangat berlainan dari alam jin. Diemnsi mereka berbeda.
Namun mereka semua mampu memasuki alam-alam tersebut. Alam mereka tidak dapat
dimasuki oleh alam yang di bawahnya. Keadaannya sangat jauh berbeda dari
alamnya para makluk dari kegelapan, syetan, kuntilanak, dan lainnya. Alam yang
digambarkan oleh kesadaran manusai sebagai swargaloka. Surga yang berada
di dimensi alam materi.
Mas Dikonthole masih terus mencoba mengendapkan
pemahamannya ini. Mencari perbendaharaan kata yang pas untuk mengungkapkan
keadaan yang dimengertinya ini. Sayang ruang forum ini tidak mencukupi untuk
menceritakannya. Maka dibiarkannya pertanyaan ini mengambang. Dan membiarkan
kisah ini menjadi bagian dari keyakinan untuk diri sendiri saja. Hanya sebagai
sebuah cerita mitos dan legenda lainnya. Cukuplah dirinya saja yang menjadi
saksi atas kebenaran kisah nyata ini. Semoga..
salam..
Komentar
Posting Komentar