KIsah Spiritual 1, Hakekat Nama Benda
Urusan nama saja masih
menjadi kebingungan tersendiri bagi Mas Dikonthole kecil. Bagaimana tidak,
menurut keyakinannya tidak ada yang aneh dengan susunan kata yang
terangkai menjadi sepenggal kata itu. Ya..benar-benar hanya kata. Siapa sangka,
jika satu kata bisa membikin heboh seluruh kampung. “Hmm..hmm….” Mas
Dikonthole kecil
manggut-manggut. Namun katanya kampung sebelah juga ikut mempermasalahkan
namanya. Waduh, Dia sendiri tak habis pikir, dan bisa jadi di suku-suku
lainnya, yang tersebar di seluruh Indonesia ini. Mungkin akan bermasalah dengan
namanya ini. Atau malah maknanya lebih
parah lagi. “Wah..mumet..!”. Dia geleng kepala. Lha, Bagaimana lagi, namanya sudah melekat
sebagai jatidirnya.
Mas Dikonthole kecil memang tidak terlalu peduli dengan urusan
nama. Apakah nama benda, nama orang, nama binantang dan lain sebagainya.
Pikirannya lurus-lurus saja. Nama toh hanya nama. Hanya sekedar sebagai penanda
bahwa benda tersebut ada. Jika tidak ada namanya, benda tersebut pasti
gampang dilupakan. Nama benda adalah sebagai nama ganti agar manusia bisa
berkomunikasi, tentang benda tersebut. Ya..hanya sekedar hanya kata ganti untuk
komunikasi. Coba jika nama benda, nama orang dan lain-lain nama tidak ada kata
gantinya. Bagaimana kita ber-komunikasi, mungkin akan begini hasilnya.
‘Ibu-ibu kemarin
maaf ‘anu’ saya..karena lagi ‘ anu’, sampai ‘anu’ sekali..terus
saking ‘anu’ ..saya akhirnya ‘anu’. Maka jadi ‘anu’ sekali
..dsb..dsb.mohon di maklumi dan kepada ibu-ibu, saya mohon mari lihat ‘anu’ saya.”
Ugh…!.
Bagaimana kita ber komunikasi model seperti ini.
Semua kata ganti orang, benda dan lainnya dihantam dig anti dengan satu kata ‘anu’. Hasilnya pasti ‘anu’ nya akankebesaran. Disebabkan kebanyakan ngomong
‘anu’.’ Wah..repot
kalau begini. Nanti ‘anu’ saya mau ditaroh dimana ?. Sulap salip kata
memang membingungkan. Pikiran Mas Dikontole terus mengembara, mengamati
realitas disekitarnya.
Betul sekali, jika nama benda tidak diberikan
kata ganti maka besok lusa pasti sudah lenyap dari pikiran kita. Lha, nama saja
nggak ada apalagi ingat barangnya. Ingat‘anu’ lha hiya… Inilah problem kesadaran manusia. Jika mansuia tidak
diajari nama-nama benda. Maka manusia jadi benar-benar bodoh. Coba anak kita
tidak di ajari satu kata benda pun. Bagaimana hasilnya..?. Waduh, mungkin dia
hanya bisa makan, dan tidur saja.
Pernah terjadi kasus di Inggris, seorang Ibu
menyekap dua anaknya di apartemen. Ironisnya anaknya hanya di kasih makan saja,
mereka tidak diajari nama benda-benda, tidak diajari apa-apa. Saat di temukan
oleh dinas sosial. Keadaan dua anak tersebut persis seperti kelakuan binatang
saja. Benar-benar mereka hanya menggeram, mencakar, yah..pokonya perilaku
binatang liar. Maka inilah pentingnya pembelajaran dan pengetahuan nama-nama
benda. Maka kepada anak-anak kita, wajib diajarkan nama-nama benda.
Nabi Adam saja sebelum diturunkan ke bumi
diajari nama-nama benda oleh Allah. Ya..hanya nama-nama benda. Namun perhatikan
saja, dari hanya nama-nama benda yang kita ketahui. Berkembang menjadi ilmu
pengetahuan yang maha dahsyat. Ketika setiap benda di berikan kode,
diberikan kata ganti. Maka secara tidak sadar benda tersebut sudah masuk
kedalam kesadaran manusia. Terus akan diingat oleh generasi lainnya.
Catatan-catatan yang dibuat manusia Diturunkan
dan dikhabarkan lagi kepada manusia di belahan bumi lainnya.
Khabar bahwa ada benda A, ada benda B. Selanjutnya jika catatannya sudah
menjadi banyak sekali. Catatan tersebut menjadi sebuah Ilmu. Ilmu pengetahuan
berasal dari catatan-catatan yang dibuat manusia itu sendiri. Ilmu
Biologi, Fisika, Kimia, dan lain-lain, dan masih banyak lagi ilmu-ilmu lainnya.
Catatan-catatan tersebut ada yang dituliskan di buku ada yang langsung di
khabarkan dari mulut ke mulut, disimpan di otak manusia. Maka kita kenal adanya
legenda, mitos , dan lain sebagainya. Jika catatan-catatan tersebut hilang.
Baik yang berada di buku ataupun dalam kesadaran manusia. Peradaban manusiapun
akan hilang. Sudah banyak sekali peradaban mansuia yang hilang, karena tidak
diketemukan catatannya lagi. Maka manusia mulai dari awal lagi menamai
benda-benda.
Mas Dikonthole mengerti, meskipun dirinya saat itu masih
di bawah umur, sebab kecerdasannya yang luar biasa, dia mampu memahami hakekat
atas ilmu sebuah nama yang dijelaskan itu, mengerti secara tersamar.
Namun masalahnya bukan karena itu, dia galau. Jikalau semua benda boleh kita
namai, dan memang harus dinamai. Mengapa kadang manusia dewasa melarang kita
mengucapkannya. Banyak sekali wejangan dari Ibunya, nanti tidak boleh ngomong
ini, tidak boleh ngomong itu. “Saru ya Le..ati-ati ngomong..!.” Nah, ini dia tak mengerti. Dia biasa bicara ‘blak-blak-an’. Artinya setiap nama benda dia sebutkan saja.
Tanpa pretensi apapun. Hal inilah yang tidak disetujui Ibu dan tetangganya.
Waktu itu dia ingat sekali, dia diajari
nama-nama anggota tubuh manusia sambil ber-lagu, “Kepala, pundak, lutut, kaki, lutut,
kaki..2x..” sambil bergaya, di
pegangnya setiap yang disebutkan Ibunya. Kemudian diajarkannya semua dari,
mata, telinga, hidung, rambut. Kemudian di ulang lagi di ulang lagi. Dia
heran kenapa bagian bawahnya tidak diajarkan sama Ibunya. Dia benar-benar
penasaran sekali. Kadang dia sambil berbalik. Melongok kedalam celananya.
Bertanya dalam hati apakah nama bagian ini. Ternyata sang Ibu enggan
mengajarkan nama bagian yang ‘saru’ itu. “Wah mungkin bagian yang ini aku harus cari tahu sendiri apa
namanya. “ batin kecilnya berfikir
begitu.
Kesempatan itupun datang, ketika dia bermain
dokter-dokteran dengan temannya. Dia diajari nama bagian bawahnya. “Kuwi jenenge KON…(SENSORED)…” (Karena saru-nya saya pun tidak berani
menuliskan maka saya sensor-pen). “Oh..iku tho jenenge .“Kata Mas Dikontole sumringah. Hatinya senang sekali sudah
mengetahui nama bagian itu. Pasti Ibunya akan bangga sekali, sebab dia sudah
belajar nama benda. Maka sambil berlarian, dia berteriak-teriak sepanjang
jalan. Sambil berlarian di hapalkannya keras-keras. Sehingga tetangga sepanjang
jalan keheranan. Dan geleng-geleng kepala.
Dia bernyanyi berlagu persis seperti yang
diajarkan Ibunya, dan tak lupa di bagian yang belum diajarkan dia hapalkan
keras-keras. “Kepala, pundak, dada, perut, KON..(SENSORED)..lutut..kaki…” sambil bernyanyi dia memanggil-manggil
Ibunya dengan bungahnya.
Sontak mendengar suara anaknya, menyanyikan lagu
aneh, dan kata ‘saru’, sang Ibu berlari. Belum sampai di depan pintu. Ibunya
bertolak pinggang, wajahnya merah padam, matanya membesar memandang kepada Mas Dikonthole. Dari sumringah, Mas Dikontole berubah menjadi
ketakutan melihat wajah sang Ibu. Dia tahu Ibunya sedang marah besar. “Sopo sing
ngajari..!” Hardik Ibunya. “Opo rak entuk ya bu..” (apa nggak boleh
bu). Kata Mas Dikonthole memelas. Dia heran kenapa belajar nama benda kok nggak boleh.
Dunia orang tua memang aneh. Kemarin dia baru diajari nama seluruh bagian
tubuhnya. Kenapa yang bagian itu tidak boleh disebut. Tapi karena saking
takutnya sama sang Ibu. Mas Dikontohle cuma diam. Menganguk tanda mengerti.
Makanya sampai sekarang dia tidak mau belajar Biologi. Karena takut nanti
dimarahi Ibunya.
Kejadian terulang lagi saat dia mulai masuk TK.
Memang perawakannya sudah agak lebih besar dari anak seumurnya, sehingga sepintas
umurnya seperti 7 tahun. Sudah besarlah untuk ukuran kampung. Saat dia lagi
asyik main, naik ke pagar dan meloncat. Tanpa dia tahu entah kenapa tidba-tiba
selakangannya seperti tersangkut sesuatu dan sakitnya luar biasa. Maklum di
kampung seperti ini, mana ada anak yang pakai celana dalam. Sehingga kalau kena
sesuatu ya..langsung kebagian fitalnya.
Begitu kakinya menginjak bumi, rasa sakitnya
menyengat, sehingga tanpa sadar dia berteriak sambil memegangi alat vitalnya
dengan kedua tangannya, seperti di bekapnya. Sambil berloncat-loncatan
saking-saking menahan sakit.
“KON…(SENSORED)..ku…KON..(SENSORED)..ku…” Sungguh luar biasa sakitnya, sambil
berjingkrak-jingkrak , dia berteriak-teriak terus, keras sekali terdengar
sampai ruangan guru. Berhamburanlah semua keluar. Ibu Guru dan Pak Guru memang
baru mengajar, baru lulus SPG, mereka terlihat akrab. Melihat kejadian yang
aneh dan menggelikan. Bu Guru dan Pak Guru saling pandang. Dan terlihat muka Bu
Guru memerah. Sebab teriakan vulgar Mas Dikonthole. Dia malu sepertinya, sambil melirik Pak Guru.
Dengan sigap Mas Dikonthole dibawa ke Bidan, dan dia mendapatkan 9 jahitan
pas di bagian bawahnya. “Untung telornya masih aman..”. Kata Bu Guru lirih saja, sambil melirik Pak
Guru. Pak Guru pun hanya senyum-senyum kecil. Ada sesuatu yang merayapi
pipinya. Pak Guru kelihatan jengah sekali. Maklum dia juga masihmuda, belum
pernah jatuh cinta.
Karena kelakuan dan tingkahnya yang ‘nyentrik’
inilah. Mas Dikonthole kemudian di cap ‘tidak punya etika’ dan ‘tidak ber-moral’. Stigma
yang benar-benar tidak dikehendakinya. Dia jadi olok-olokan
teman-temannya. Namun dia berkilah, jika dia menyebutkan dengan nama ganti yang
lain pakah orang-orang akan tahu apa yang di maksudkan ?. Misalanya
dnegan kata ganti ‘Anu’. Mungkin jika diteriak-teriak‘anuku..anuku..!”. Orang-orang hanya akan tertawa saja dan mungkijn
juga mereka tidak mengerti.
“Kenapa menyebutkan nama suatu benda yang ‘real’
saja harus ada batasan, jika memang tidak boleh disebutkan, ya..bagian itu
tidak usah dinamai saja,kan beres..”Dia agak berdesah memang dunia orang dewasa membingungkan.
“Ngono ya ngono tapi ojo
ngono-ngono.” Kata temannya.
“Tapi aku yo ora ngono.” Mas Dikonthole menyela. Dia terima stigma
masyarakatnya, bahwa dia adalah ”pemberontak tidak punya tata karma dan
kesopanan.” Yah..dia terima dengan
apa boleh buat. Mungkin itu ada hikmahnya nanti. Kemudian dia mulai berfikir
keras.
“Benda yang satu itu,
harus dikasih nama ganti apalagi ya, biar nggak ‘saru’ .” Mas Dikonthole ber angan-angan, mencari nama
yang cocok. Biar warga disitu tidak usah ribet lagi ketika dia menyebutkan nama
benda tersebut. Lama dia berpikir keras, mencoba menciptakan sebuah nama.
Namun ternyata tidak gampang, nama satu kurang pas, nama satunya lagi terasanya
janggal. Terus bagaimana yah, akhirnya digagalkan rencananya untuk mencari nama
ganti bagian fital yang membuat ramai itu.
Jika satu nama benda saja begitu ribetnya
bagaimana dengan lainnya. Bagaimana masyarakat kemudian menisbatkan nama kepada
suatu benda. Dari mana asalnya sebuah nama ?. Dia terus berfikir tentang arti
sebuah nama. Dan siapakah yang memberikan nama. Tidak mungkin seseorang yang
tidak punya ilmu mampu memberikan nama. Bisakah suatu benda dinamakan ‘Anu’ saja. Satu kata saja ?, yang mampu
mewaikili semua benda ?.
Maka kemudian dia mendapatkan suatu pemahaman,
hanya Dzat yang memiliki eksistensilah, hanya kesadaran yang sempurnalah yang
mampu mengajarkan nama-nama benda. Orang yang memiliki pengetahuanlah yang
mampu memberikan nama suatu benda, dan sehingga karenanya nama tersebut
dikenal, dan tetap bertahan dalam kesadaran manusia hingga dari satu generasi
ke generasi selanjutnya.
Pasti bukan orang sembarangan yang mampu membuat
nama. Bisa saja kita orang biasa membuat nama, namun sampai berapa lama
bertahan ?. Kita mati siapa yang akan meneruskan mengingatnya ?. Nama produk
yang di iklan kan sekalipun, ketika tidak ber iklan lagi, akan surut
orang pamornya dan banyak yang lupa. Apalagi jika tidak di iklan
kan. Apakah merk (nama) produk tersebut bisa ber-tahan ke generasi berikutnya.
?. Sebuah tanda tanya besar.
Kemudian dari sekian banyak manusia,
berapakah yang mempunyai nama besar, yang mampu diingat oleh manusia hingga
berabad-abad kemudian?. Dari bermilyard manusia tercatat hanya beberapa
gelintir manusia yang masih dikenali jatidirinya hingga sekarang. Merekalah
manusia yang memiliki eksistensi. Memiliki kesadaran sempurna. Sehingga mampu
menetap dalam kesadaran manusia.
Nama akan tinggallah nama jika pembuat ataupun
pemilik nama tidak memiliki pengetahuan dan kesadaran. Hanya kesadaran yang
sempurna yang akan mampu membuat namanya di kenang hingga akhir jaman. Maka
nama bukanlah sekedar nama. Nama adalah filosofi manusia.
Wolohualam
Subhaannallooh...
BalasHapus