Kajian Sapi Betina (2), Manusia Yang Berserah (Islam)
Fenomena yang serupa
Banyak sekali fenomena di alam semesta
ini, yang kejadiannya kadang tidak lazim. Dewasa ini sudah sering kita dengar
beberapa manusia yang hidup kembali setelah mati, mereka disebut mengalami mati
suri. Apakah kebangkitan mereka setelah mati menjadi kejadian luar biasa ?.
Kemudian kita juga pernah mendengar berita adanya seorang bocah cilik yang
kemudian menjadi sakti, mampu menyembuhkan pelbagai macam penyakit. Bagaimana
kemudian masyarakat berbondong bondong menyerbunya, mengharapkan berkah dan
kesembuhan darinya. Apakah
kejadian ini kemudian mempengaruhi kesadaran manusia ?. Nyatanya tidak !. Sepanjang kaum
cendikiawan mampu menjelaskan dan memberikan makna atas kejadian tersebut.
Masyarakat nyatanya hanyalah mengikuti apa kata kaum cendikia mereka. Ketika
kaum cendikia mengatakan hal tersebut sebagai kejadian biasa, maka masyarakat
juga akan menuruti keterangan tersebut. Akhirnya kejadian tersebut hilang di
telan sang waktu. Peristiwa demi peristiwa di cobakan kepada manusia. Manusia
di harapkan mampu mengambil hikmah.
Maka dapatlah kita simpulkan peranan
para kaum cendikia dan penguasa sangatlah besar, untuk melanggengkan sebuah
berita. Bagaimanakah kejadiannya jika sebuah berita disusun berdasarkan cerita
yang sudah di kontruksi oleh mereka ?. Bukankah
kejadiannya masyarakat akan mengamini saja berita tersebut, tanpa mau banyak
berfikir ?. Berita tentang SAPI BETINA dan bagaimanakah kesudahannya jika
berita tersebut di kontruksi, itu adalah salah satu nya. Sapi oleh sebagian
umat manusia generasi selanjutnya, dianggap makhluk dewa. Begitulah di kisahkan
oleh Al qur an.Sebagaimana sudah di jelaskan dalam pengantar sebelumnya.
Skenario di balik
sebuah berita
Tarik menarik kekuatan politik pada masa itu, senantiasa melingkupi kehidupan
para nabi. Para nabi dan Rosul diutus kepada bangsa-bangsa yang berkuasa.
Bangsa-bangsa yang memiliki seluruh elemen infrastruktur yang memadai. Seuatu
bangsa yang senantiasa dikelilingi para kaum cerdik pandai. Nabi datang
mengingatkan mereka, membawa firman-firman Allah. Berita yang dibawa adalah
berita hakekat fitrah manusia itu sendiri. Jelas berita tersebut mengusik hati
mereka yang berkuasa. Sebaliknya berita-berita tersebut sedikit banyak menjadi pengobat bagi masyarakat
itu sendiri. Menjadikan secercah sinar di dalam kegelapan. Menarik animo
masyarakat mereka, dan akhirnya menarik simpati dan keberpihakan sebagian
masyarakat kepada pembawa risalah tersebut. Disinilah
mulai terjadi benturan kepentingan. Kaum cerdik pandai merasa terancam
pengaruhnya. Maka mau tidak mau mereka kemudian mengambil posisi menentang
keberadaan para nabi dan mengingkari berita-berita yang di bawa mereka. Sebagai
konsekuensi logis, yaitu jiwa yang merasa terancam posisinya. Mereka takut
pengaruh para nabi akan menjatuhkan posisi mereka di hadapan penguasa ataupun
masyarakat mereka. Terjadilah perang informasi, disusunlah skenario politik,
demi menghambat perkembangan pengaruh para nabi tersebut.
Manusia
dalam fitrahnya akan senantiasa membela yang lemah. Membela posisi orang yang
teraniaya. Dalam lubuk hati mereka tidak menyukai terjadinya ke sewenang-wenangan.
Seseorang yang terus di hujat, terus di pojokan, terus dianiaya, pada kilas
baliknya akan mendapat simpati dari masyarakat luas yang menyaksikan ke
sewenang-wenangan tersebut. Apalagi jika masyarakat mendapati bahwa sosok
manusia tersebut benar-benar adalah orang baik dan suci. Begitulah bekerjanya
kesadaran fitrah manusia.
Kilas
balik akan terjadi, masyarakat akan bersimpati dan bangkit membela orang yang
teraniaya tersebut. Kejadian ini sudah sering kita lihat. Seorang yang terus di
perlakukan sewenang-wenang oleh lawan politik yang sedang berkuasa, maka pada
titik kulminasinya akan mendapat simpati dari masyarakatnya. Jika kejadiannya begitu apa yang
bisa dilakukan penguasa dan kaum cerdik pandai mereka, untuk kembali menarik
simpati masyarakatnya ?.
Salah
satu caranya adalah mereka akan berusaha ikut bersimpati kepada orang tersebut,
mengikuti arus kesadaran masyarakatnya. Namun di baliknya sudah di rancang
suatu skenario khusus untuk mengalihkan perhatian masyarakat. Mengalihkan rasa
sakit hati masyarakat. Strategy pengalihan berita dan kesadaran masyarakat,
juga sudah sering kita saksikan di layar kaca. Startegy seperti ini sudah di
wariskan para penguasa sejak dari jaman purbakala.
Begitulah
kejadiannya, tentang kisah penyaliban nabi Isa as. Siapakah pada saat itu yang
berani menyalahkan penguasa atas terjadinya tragedy tersebut ?. Sementara
simpati masyarakat telah begitu hebatnya kepada nabi Isa as. Masyarakat sudah berada dalam posisi
yang bergejolak. Kaum cendikia mereka memutar otak sedemikian rupa, untuk
mengalihkan rasa sakit hati masyarakat yang demikian luar biasa. Mereka
menyadari jika tidak tersalurkan pada akhirnya nanti akan terjadi gelombang
dahsyat yang akan berbalik kepada mereka. Maka
kemudian dibuatlah cerita-cerita, maka berita kemudian di kontruksi sedemikian
rupa. Dibuatlah cerita seakan-akan proses penyaliban tersebut adalah sebagai
upaya nabi Isa as, menembus dosa umat manusia, dll dll. Sebuah cerita yang
mengambil dianggap aman untuk semua pihak. Dengan cerita seperti ini maka kaum
cendikia menghindari benturan dengan penguasa. Cerita selanjutnya semakin lengkap dengan di bumbui oelh fantasi para kaum
cendikia. Nabi Isa as akhirnya dianggap sebagai Tuhan Allah itu sendiri. Begitu
hebatnya cerita tersebut sehingga manusia akhirnya tidak mampu lagi membedakkan
mana realitas dan manakah yang fantasi saja. Realitas kejadiannya adalah proses
penyaliban nabi Isa as oleh penguasa, dimana kejadian ini membawa dampak serius
pada masyarakat , banyak masyarakat yang kemudian bangkit menentang ketidak adilan
tersebut. Bagaimanakah kemudian di maknai dengan fantasi-fantasi lainnya ?.
Semakin di puja-pujalah nabi Isa as, melebihi penyembahan mereka kepada Allah.
Mendengar cerita bahwa penyaliban di
lakukan sebagai bentuk pengorbanan nabi Isa as, menebus dosa manusia tentu saja
masyarakat akan senang sekali, masyarakat menjadi bersyukur dan gembira serta memaklumi
peristiwa tersebut. Penguasa dan para cendikia meramu, dan mengemas sedemikian
apiknya. Bahakan ajaran nabi Isaas, semakin diangkat dan disebarkan sebagai
ajaran resmi penguasa. Tentunya setelah diramu dan di kontruksi jalan
ceritanya. Semakin gembira lagi masyarakat dan semakin kuatlah keberpihakan
mereka kepada penguasa dan kaum cendikiawan. Maka dengan demikian selesailah
konflik mereka, dan masyarakat kembali aman.
Berita yang di sembunyikan ini
melintasi jaman. Manusia akhirnya sudah tidak mampu membedakan lagi manakah
berita yang benar dari para nabi dan manakah berita yang sudah di kontruksi
oleh kaum cendikia. Sungguh Al qur an berkali-kali mengingatkan kita. Mengingatkan
para kaum cerdik pandai dan penguasa. Kesadaran masyarakat sangat tergantung
kepada mereka, jika mereka tidak mampu ber serah diri (ber Islam) sungguh luar
biasa sekali akibatnya bagi peradaban manusia. Manusia akan ber
golong-golongan, manusia akan saling baku hantam mempertahankan kebenaran versi
mereka masing-masing. Manusia akan saling bunuh membunuh membela kelompoknya
masing-masing.
Maka setiap pemimpin, setiap manusia
yang diberikan tanggung jawab atas nasib manusia lainnya. Harus senantiasa ber
Islam. Ber serah diri kepada Allah bukannya ber serah diri kepada nafsu nya.
Sungguh berat tanggung jawab penguasa dan kaum yang diberikan ilmu atas diri
mereka. Apa yang mereka katakan, apa yang mereka perbuat akan menimbulkan bekas
bekas pada peradaban selanjutnya. Apakah mereka tidak berfikir, jika hasil olah
pikir mereka dapat mengakibatkan manusia saling bunuh dan saling baku hantam ?.
Bukankah akan dimintakan atas mereka pertanggung jawaban ini ?.
Sesungguhnya Kami
menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kami tuliskan segala yang mereka telah
kerjakan serta segala kesan perkataan dan perbuatan (bekas-bekas) yang mereka
tinggalkan. Dan (ingatlah) tiap-tiap sesuatu kami catatkan satu persatu dalam
Kitab (ibu Suratan) yang jelas nyata.(QS. Yassin;12)
Walohualam
Maka kajian ini terus akan di
gulirkan...bersambung
Salam arif
Komentar
Posting Komentar