Kisah Spiritual, Kesadaran Yang Terlupa
Berjalan diam-diam ternyata banyak makna
Setiap sudut dapat aku lihat
semua yang tersembunyi serta merta kubuka
Kotor berdebu, kumuh dan kusam
Seperti apa adanya
Setiap sudut dapat aku lihat
semua yang tersembunyi serta merta kubuka
Kotor berdebu, kumuh dan kusam
Seperti apa adanya
Angin menampar-nampar membuatku terperangah
Aku terhenti di kaki bukit
Ranting kering kerontang patah berderak-derak
Sejuta anak sakit dan lapar
menari-nari di mataku, bernyanyi-nyanyi di jiwaku
Aku terhenti di kaki bukit
Ranting kering kerontang patah berderak-derak
Sejuta anak sakit dan lapar
menari-nari di mataku, bernyanyi-nyanyi di jiwaku
(Berjalan diam-diam by Ebiet G Ade)
Di kota ukir Jepara
Langit memerah saga, tersembul di balik buritan kapal yang melaju.
Mata memandang nampak kepulauan Karimun Jawa. Disaput kabut tipis, hingga
terlihat bagai bayangan diatas air. Dipinggir pantai, Kura-kura raksaksa,
sebesar rumah bertingkat tiga, menengadah menantang langit. Ikon kota di pantai
Kartini. Pantai kebanggaan Kota ukir jepara.
Geriapnya kota seperti biasa saja. Sebagaimana kota-kota lainnya
di pesisir Jawa. Kota peningalan Belanda, yang masih terasa asri. Jauh di ujung
kota terdapat benteng sisa Portugis. Kota yang sejukmeski di kelilingi banyak
pantai. Sungguh tidak pernah menyangka jikalau di kota ini, pernah lahir sebuah
kesadaran yang menjadi tonggak kebangkitan kesadaran bagi kaum wanita.
Kesadaran yang telah melahirkan banyak wacana. Kesadaran wanita, yang telah
menggentarkan kota-kota di seluruh dunia. Kesadaran emansipasi wanita.
Kesadaran Kartini yang dibangun di tengah kesendiriannya di balik kelambu
kamarnya. Kesadaran yang nyatanya mampu menyentakkan nurani manusia.
Di kurun masa sebelumnya, di kota ini juga, pernah terlahir sebuah
kesadaran perlawanan lainnya. Masyarakat menyebut dirinya sebagai Ratu
Kalinyamat. Ratu Kalinyamat (meninggal tahun 1579)
adalah puteri raja Demak Trenggana yang menjadi bupati di Jepara. Sosok wanita yang menentang
penjajahan. Meskipun dua kali mengalami kekalahan, namun Ratu Kalinyamat telah
menunjukkan bahwa dirinya seorang wanita yang gagah berani. Bahkan Portugis
mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de
kranige Dame, yang berarti "Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan
berkuasa, seorang perempuan pemberani".
Perlawanan pemikiran yang melahirkan kesadaran emansipasi wanita
dan perlawanan dengan fisik dan senjata, yang di tokohi oleh kedua wanita berbeda
jaman ini telah melahirkan kesadaran baru tentang wanita. Pemahaman
tentang jiwa manusia, yang menggelora di balik kehalusan paras wajah mereka.
Peduli dalam kepedulian
Sudah berhari-hari, langkah kaki terdiam disini, diantara
makam-makam mereka. Makam yang menjadi saksi bahwa mereka pernah ada dalam
kesadaran kita berbangsa. Saksi bahwa mereka pernah menorehkan pemikiran
tentang arti sebuah keyakinan, yang telah membukakan kepada kita arti
kehidupan yang patut diperjuangkan. Perjuangan anak manusia dalam melakoni
hidupnya untuk lebih berarti, agar di kenang di kemudian hari. Perjalanan hidup
seorang wanita dalam dua sisi berbeda. Namun sama-sama mengukir makna. Sebuah
perjalanan terjal mendaki lagi sukar bagi yang menetapinya.
Kesadaran yang mengungkap arti KEPEDULIAN..
Kartini peduli akan nasib para wanita di jamannya..
Ratu kalinyamat peduli akan nasib bangsanya yang akan di jajah..
Kesadaran yang banyak mengungkapkan makna empati..
Kartini ber empati akan nasib yang menimpa kaumnya..
Ratu kalinyamat ber empati akan nasib rakyatnya..
Kepedulian mereka nampak nyata dalam realitas. Kepedulian
yang melahirkan pemikiran-pemikiran untuk membebaskan diri dari kungkungan ke
tidak adilan. Itulah kesadaran dalam konteks ini. Kepedulian yang nyaris tak
bersisa lagi di jaman ini. Kepedulian yang Juga nyaris hilang dari
derapnya kota ini dan juga banyak kota-kota lainnya. Kepedulian yang dilibas
oleh kepentingan-kepentingan politikus kota. Menjadi kepedulian yang sempit,
hanya peduli kepada suku, ras dan golongannya saja. Kepentingan politiknya
semata. Menyisakan kepenatan jiwa yang kering, dan selalu haus akan harta.
Kepedulian yang hanya menjadi komediti yang dapat diperjual belikan, tergantung
kepada pesanan.
Layaknya kartini kemudian nelangsa, jika hasil oleh pemikirannya
nyatanya hanyalah seremonial semata, yang akan selalu diperingati setiap bulan
April saja. Manusia tetap saja tak peduli akan satu sama lainnya. Kesadaran
yang dipeloporinya tak menyisakan apa-apa di jaman ini. Tidak pada keberaniannya,
tidak pada ketulusannya, apalagi kepada empatinya,. Kesadaran yang
memperjuangkan kepada masyarakat kecil. Kini sudah tidak ada lagi. Meski
mayoritas masyarakat kita muslim, masyarakat yang mengutamakan kasih sayang,
nyatanya kasih sayang masih berupa pesanan. Kasih sayang yang diperjual
belikan, tergantung harga dan penawarannya. Maka wajar saja, jika masyarakat
kemudian dengan mudah membias menjadi masyarakat pro dan masyarakat
kontra. Masyarakat yang selalu mengambil posisi bersebrangan. Begitu mudahnya
masyarakat kita terjebak dalam permainan politik semata.
Sangatlah nyata beda antara berdiri di bebukitan
sejuk
dengan di bawah terik matahari
Saksikan bahwa sepi lebih berarti dari keriuhan
Saksikan bahwa sepi lebih berarti dari keriuhan
dengan di bawah terik matahari
Saksikan bahwa sepi lebih berarti dari keriuhan
Saksikan bahwa sepi lebih berarti dari keriuhan
(Saksikan Bahwa Sepi by Ebiet G Ade)
Memilih dan di pilih
Riuhnya seperti, pusaran air. Geriapnya seperti ribuan kumbang.
Ketika jejak Pilkada dikota ini mulai ramai dengan bursa para calon. Seperti
juga di kota-kota lainnya. Pesta yang tak pernah sepi. Ratusan juta
bahkan mungkin ber milyard rupiah di anggarkan. Demi untuk mendapatkan
kedudukan sebuah kursi panas.
Betapa tidak panas, sungguh berat konsekwensi seorang pemimpin,
pertanggung jawaban seorang pemimpin di hadapan Allah. Jika dia melakukan
ketidak adilan sekali saja, maka dia akan memikul dosa berlipat lipat di
bandingkan orang biasa.
Kemudian juga, sebagai seorang pemimpin yang memiliki kekuasaan,
berlaku atasnya kewajiban untuk berbuat amar makruf nahi mungkar. Dia harus
berani mencegah kemaksiatan dengan tangannya. Mencegah dengan kekuatan dan kekuasaannya,
jika di wilayahnya terdapat tempat-tempat maksiat. Dirinya harus berani
menghapuskan kemaksiatan yang berada di wilayahnya. Inilah kesadaran Islam.
Setiap muslim memiliki kewajiban sesuai dengan porsi dan perannya
masing-masing. Bertanggung jawab di level dan pada wilayah yang menjadi
tanggung jawabnya sendiri-sendiri. Hingga level yang paling rendah Kepala Rumah
Tangga.
Begitulah kepedulian, kepedulian atas nasib bangsa ini. Kepedulian
atas nasib rakyat ini. Kepedulian atas moralitas bangsa ini. Kepedulian norma
dan aturan. Kepedulian atas hukum Islam. Kepedulian dalam semua hal. Kepedulian
yang melahirkan cinta kasih, kasih sayang, dan empati kepada sesama manusia.
Kepedulian sebagai langkah nyata ruh Islam. Rahmatan lil ‘alamin. Bukan hanya
slogan dan retorika semata. Atau hanya sebatas doa saja.
Dari mana lagi jikalau bukan di mulai diri sendiri. Memilih dengan
jujur, berkata dengan jujur, peduli dengan jujur. Hingga suatu saat nanti, akan
lahir kesadaran baru, kesadaran buah pikir bangsa ini. Sebagaimana Kartini dan
Ratu Kalinyamat yang telah mempelopori dalam karya nyatanya.
Gemuruh tanah runtuh menimpa kepala
seiring jerit ngilu menyayat
Gemuruh gumam doa, gerimis air mata
Simpati hanya lewat jendela
Terlampau jauh untuk diraih
Bunga-bunga karang merenda buih air, pecahkan gelombang
Mereka terus merangkak menggapai batang angin
kita tak melihat
seiring jerit ngilu menyayat
Gemuruh gumam doa, gerimis air mata
Simpati hanya lewat jendela
Terlampau jauh untuk diraih
Bunga-bunga karang merenda buih air, pecahkan gelombang
Mereka terus merangkak menggapai batang angin
kita tak melihat
Mari kita bersama-sama berkaca
Lihat luka bernanah di wajah kita
Berjalan diam-diam ternyata lebih bermakna
Semuanya berbicara sejujurnya
Lihat luka bernanah di wajah kita
Berjalan diam-diam ternyata lebih bermakna
Semuanya berbicara sejujurnya
(Berjalan diam-diam by
Ebiet G Ade)
Ketika langkah tersudut, hati terliput, membias ketak pedulian
kepada sesama, yang penting dirinya suka. Meng halalkan segala cara adalah
biasa. Hingga hilang nurani dan harga diri. Semua berebut kuasa teringgi.
Kekuasan atas harta, tahta dan wanita yang selalu di puja setiap masa. Tidak
hanya Pilkada, yang lainnya bisa saja. Biasa perebutan kuasa bisa dimana saja,
di kantor, di desa dan di kota. Begitulah dinamika anak manusia.
Tak lekang di makan jaman selalu ada saja angkara. Di hati manusia
di setiap jamannya. Selalu saja ada kecurangan antara manusia atas manusia
lainnya. Maka ketika langkah tersudut alangkah baiknya kembali saja
kepada-NYA.
Berjalan diam-diam
ternyata lebih bermakna
Semuanya berbicara sejujurnya.
Semuanya berbicara sejujurnya.
Inikah potret nusantara-ku ?. Bergidik dalam tanya..
Woluhualam
Salam
arif
Komentar
Posting Komentar