Kajian Ar Raja, Kugandeng Tangan Ghaib-MU
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi
dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab
(Lauhmahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka
cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang sombong lagi membanggakan diri, (yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh
manusia berbuat kikir. Dan barang siapa yang berpaling (dari perintah-perintah
Allah) maka sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”(QS. Al-Hadiid 57:22-24)
Di laut alun gelombang deras menerjang tebing,
batu karang , adakah Kamu?
Di padang ilalang yang tandus,
kemuning, kering terbakar, tersandar lesu,
adakah Kamu? Di padang kembang melati ada perahu bertolak
batu karang , adakah Kamu?
Di padang ilalang yang tandus,
kemuning, kering terbakar, tersandar lesu,
adakah Kamu? Di padang kembang melati ada perahu bertolak
menembus pekat , adalah Kamu?
Di hati terang benderang nyanyian sorga bergema
menikam dada, adalah Kamu?.
Di hati terang benderang nyanyian sorga bergema
menikam dada, adalah Kamu?.
Aku cari, selalu kucari
di manakah adanya Kamu?
Aku ingin memekik, kupanggil nama-Mu
Jantung rasa terbelah menahan pekikan diam. (Hidup V by Ebiet G Ade )
di manakah adanya Kamu?
Aku ingin memekik, kupanggil nama-Mu
Jantung rasa terbelah menahan pekikan diam. (Hidup V by Ebiet G Ade )
Resah
melanda jiwa. Sebagaimana Ebiet G Ade yang terus mencari dan mencari dimanakah
Engkau ya.. Allah. Dimanakah Engkau saat aku ketakutan. Dimanakah engkau saat
penagih hutang dengan gahar menarik krah bajuku, dan menghempaskanku di ujung
sebuah kursi. Dimanakah Engkau saat hatiku teriris, tersiksa dan
merana kehilangan kekasih yang kucinta. Dimanakah Engkau saat aku kelaparan dan
tidak memiliki uang. Dimanakah Engkau saat aku bergumul dengan rahsa-rahsa yang
tak pernah ku suka, rahsa duka-lara, kecewa, rindu-dendam, pilu dan sakit hati,
saat semua rahsa bergumulan dan menikam. Jantung rahsa terbelah
menahan pekikan diam. Meneriakan Engkau dimana Ya..Allah.
Begitu
kerasnya hidup ,terasa menekan jiwa. Membelit gundah mengaburkan logika. Selalu
kuteriakan kata Engkau dimana..?.
Ingin rasanya kuterjang kelam
Ingin kuungkap rahasia malam
Agar rembulan, agar matahari
bersatu untuk mengasuh jiwaku
Ingin kuungkap rahasia malam
Agar rembulan, agar matahari
bersatu untuk mengasuh jiwaku
Kini aku terbaring menunggu Kamu
Datanglah ! Datanglah dalam pelukanku. (Hidup V by Ebiet G Ade )
Datanglah ! Datanglah dalam pelukanku. (Hidup V by Ebiet G Ade )
Ya..Allah..!. Dan rupanya Engkau menyengaja
melakukan itu. Menyengaja membiarkanku sendirian bergumul dengan cinta dan
sakit hati, bergumul dengan ketakutan dan rasa mau mati. Membiarkanku agar
mengerti, agar mampu menetapi semua itu. Dalam pembelajaran perjalanan diatas
rahsa semua itu. He..eh. Begitukah ujian atas keimananku ?. Agar aku mampu
melakoni takdir-ku..?.
Kesadaran perihal takdir
Hadis
riwayat Imran bin Hushain ra., ia berkata:
“Rasulullah saw. ditanya: Wahai Rasulullah! Apakah sudah diketahui orang yang akan menjadi penghuni surga dan orang yang akan menjadi penghuni neraka? Rasulullah saw. menjawab: Ya. Kemudian beliau ditanya lagi: Jadi untuk apa orang-orang harus beramal? Rasulullah saw. menjawab: Setiap orang akan dimudahkan untuk melakukan apa yang telah menjadi takdirnya.†(Shahih Muslim No.4789).
“Rasulullah saw. ditanya: Wahai Rasulullah! Apakah sudah diketahui orang yang akan menjadi penghuni surga dan orang yang akan menjadi penghuni neraka? Rasulullah saw. menjawab: Ya. Kemudian beliau ditanya lagi: Jadi untuk apa orang-orang harus beramal? Rasulullah saw. menjawab: Setiap orang akan dimudahkan untuk melakukan apa yang telah menjadi takdirnya.†(Shahih Muslim No.4789).
Setiap
manusia memiliki talenta dalam dirinya, apakah sebagai seniman,
apakah sebagai pemikir, ataukah lainnya. Suatu kecenderungan raga atas beberapa
pilihan yang ada dalam kehidupan manusia. Begitu pula dalam perbuatan, Ada yang
suka main judi, suka pemabok, suka main perempuan, suka ibadah, suka korupsi,
dan bermacam-macam aktifitas lainnya. Semua kecenderungan tersebut telah di
desaign sedemikian rupa, sehingga terasa wajar sekali bagi yang melakukannya.
Telah di rencanakan Allah sebelum manusia itu sendiri di ciptakanNya.
Semua
manusia akan di mudahkan untuk melakukan suatu perbuatan yang mengarahkan
dirinya kepada takdir raganya. Jikalau takdir sang raga adalah penghuni neraka
maka dia akan di mudahkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Begitu
juga sebaliknya, jika raganya di takdirkan sebagai penghuni surga maka dia akan
di mudahkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang mengarahkannya ke
surga. Itulah talenta yang melekat kepada raga manusia. Itulah kecenderungan
yang mengarahkan jiwa untuk mengikuti kemauan sang raga.
Manusia
senantiasa diuji jiwanya, agar senantiasa mampu menetapi posisinya, untuk
memahami potensi yang ada dalam dirinya, potensi yang ada dalam raganya. Serta
bersama sang raga, mengarahkannya kepada perbuatan-perbuatan yang di ridhoi
Allah. Upaya inilah yang akan di nilai oleh Allah. Pergolakan jiwa,
menentang potensi kejahatan dalam raganya, adalah upaya jihad sesungguhnya,
yang senantiasa di lihat Allah, hal inilah yang di harapkan
senantiasa terasah dalam diri manusia. Dalam jiwa manusia.
Raga
adalah alat Allah untuk membangun peradaban manusia di muka bumi ini.
Sebagaimana nabi Khidir yang membunuh seorang manusia, apakah itu dinilai
sebagai kejahatan..?. Padahal membunuh adalah suatu kejahatan besar. Mengapa
perbuatan nabi Khidir tidak di nilai sebagai kejahatan..?. sekali lagi raga
hanyalah alat, dimana di dalamnya telah terisi program-program dan informasi
yang telah di tetapkan Allah atas diri manusia. Maka jika sang raga
melakukan sesuatu perbuatan jahat atau baik, semua itu sudah di rencanakan
Allah. Sehingga kita di harapkan tidak terlalu bersedih hati. Allah Maha
pengasih lagi Maha Pengampun. Karena seluruh kejadian berada dalam liputan
Allah, berada dalam pengetahuan Allah, berada dalam kehendak Allah semata.
Persoalan
yang mendasar adalah, bagaimana posisi jiwa saat itu. Apakah sedang menghadap
kepada Allah, atau sedang menghadap kepada Thogut..?. Apakah merasa bahwa
perbuatannya itu sebagai perbuatan baik, padahal sesungguhnya perbuatan itu
adalah perbuatan buruk. Al qur’an jelas sudah memberikan petunjuk mana yang
baik dan mana perbuatan yang buruk. Apakah jiwa mereka mau mendengarkan..?. Dan
berupaya untuk selalu terus memperbaiki kondisi jiwa mereka, memohon ampunan,
dan lain sebagainya. Inilah yang membedakan manusia atas takdir mereka
nantinya. Surga ataukah neraka.
Manusia
akan sulit sekali menolak kecenderungan raga atas perbuatan baik atau buruknya.
Karena desaignnya memang sedemikian rupa. Keseimbangan alam semesta akan selalu
di warnai oleh dualistas sifat manusia. Baik dan buruk. Maka manusia yang
tengah berperan sebagai baik jangan sombong dengan kebaikannya, begitu juga
diri manusia yang sedang berperan buruk jangan pula terlena dengan
sifat-sifatnya. Jiwa senantiasa harus menghadap kepada Allah. Jiwa
senantiasa harus mengingat Allah, ber dzikir. Menghadap Allah. Seluruh jiwa
memliki potensi yang sama untuk mendapatkan surga. Tergantung bagaimana usaha
pada diri manusia itu sendiri. Usaha sang jiwa untuk senantiasa mendapatkan
pengajaran Allah dalam setiap gerak nafasnya.
Jiwa
senantasa harus memahami potensi raganya, merasakan apa-apa yang ada dalam
liputannya. Karena Allah tidak akan merubah apa-apa yang ada dalam diri sang
jiwa, jika jiwa sendiri tidak mau merubah potensi yang ada dalam dirinya. Jiwa diharapkan
mampu mengenal dirinya, mengenal potensi baik dan buruk, dan membedakannya.
Maka Jiwa diharapkan senantiasa memohon pengajaran kepada Allah.
Jiwa senantiasa di hadapkan kepada Allah. Kemudian setelah jiwa mengenal
seluruh potensinya, bersama raga bersiap menjalankan seluruh
aktifitas yang sudah di skenario oleh Allah SWT. Jika raga melakukan keburukan,
jiwa dengan cepat memohon ampun, bertaubat dan seterusnya. Begitu juga jika
raga melakukan kebaikan, maka jiwa senantiasa harus berserah diri, menyadari
bahwa sesungguhnya dia tidak bisa berbuat apa-apa, itu semua adalah rahmat
Allah semata, sehinga dia mampu melakukan kebaikan di muka bumi ini.
Maka
dengan ini di harapkan manusia tidak resah dalam menghadapi takdirnya, meskipun
takdir itu buruk ataupun takdir itu baik. Baik dan buruk hanyalah persepsi yang
diangankan manusia atas setiap perbuatan sang raga. Sejatinya Allah Maha
Mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk atas setiap kejadian. Maka
perhatikanlah ayat berikut ini;
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat
yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada jiwa-jiwa mereka
sendiri (bi anfusihim). Dan apabila Allah menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak
ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-Ra du 13:11)
Tidak
akan di rubah potensi pada jiwa, perimbangan potensi baik dan buruk , dan
apa-apa saja yang ada dalam dirinya, jika jiwa sendiri tidak berusaha untuk
melakukan perubahan, dan pengenalan pada dirinya sendiri. Maka karenanya kadang
manusia menilai perbuatan buruk adalah sebagai perbuatan baik. Dan dia dalam
kesesatannya. Karena dia tidak mau mengenal dirinya sendiri, memohon pengajaran
kepada Allah. Karena hanya Allah yang mampu mengajarkan manusia tentang
bagaimana mengenal potensi-potensi jiwa pada diri mereka masing-masing.
Allah
tidak akan merubah kesadaran kolektif suatu bangsa sebelum setiap jiwa yang
menjadi bagian dari masyarakat tersebut berusaha melakukan penyucian jiwa-jiwa
mereka sendiri. Dengan kata lain, di harapkan secara bersama-sama masyarakat
melakukan gerakan penyucian jiwa. Maka sesungguhnya baik dan buruk adalah sudah
menjadi ketetapan Allah semata atas diri suatu kaum. Maukah jiwa merubahnya..?.
Perjalanan diantara rahsa
Jiwa
harus mampu mengenali potensi dirinya, dipergiliran rahsa dalam jiwa manusia,
yang memaksa jiwa bergulat dalam kesedihan, dalam kemarahan, dalam ke masgulan,
dalam kesombongan, dan dalam sifat-sifat lainnya. Kesemua sifat itu,
kesemua rahsa itu begitu melenakan, begitu mengharu biru, menghentakan akal dan
logika, sehingga nyaris kita tertutup, mempertanyakan Tuhan. Semua rahsa itu
menarik kesadaran kita untuk selalu berada pada potensi rahsa itu, sulit bagi
kesadaran kita beralih kepada lainnya. Sulit bagi jiwa kita untuk lepas dari
satu rahsa ke rahsa lainnya. Semua membutuh usaha, upaya keras kita untuk
menyadari, dan menghadapkan potensi-potensi untuk kepada penciptanya.
Menghadapkan rahsa, menghadapkan daya, menghadapkan akal, dan kesemua potensi
raga. Berjalan diatas semua itu, diatas rahsa di jiwa. Hanya ada La ila ha
ilallah.
Bagaimanakah rahsanya sedih..?
Bagaimanakah rahsanya senang ?
Bagaimanakah rahsanya kecewa dan kesal..?
Bagaimanakah rahsanya kehilangan..?
Bagaimanakah rahsanya cinta..?
Bagaimanakah rahsanya marah ?
Baimanakah rasanya bangga..?
Bagaimakah rahsanya patah hati dan disakiti..?
Bagaimanakah juga
dengan rahsa-rahsa lainnya..?. Rasa tak diakui, rahsa dihina, rahsa di nista,
rahsa di caci maki, dan sebagainya dan sebagainya.
Adakah
yang mampu menjawabnya..?
Bagaimanakah
rahsanya manis, bagaimanakah rahsanya asin, rahsa pahit, rahsa getir,
bagaimanakah rahsany gurih. Bagaimana rahsanya coklat, campucino, nano-nano,
dan masih sejuta rahsa lainnya yang mampu di deteksi lidah dan indra manusia.
Bagaimanakah sensasi rahsanya..?. Adakah yang mampu
menjelaskannya..?.
Bagaimanakah
jika kita tidak memiliki indra perasa, apakah masih ada rahsa-rahsa itu pada
kesadaran kita..?. Bagaimanakah kita mengkomunikasikan rahsa-rahsa itu..?.
Aku ingin mengikutiMu betapa pun jauh
Perjalanan yang bakal mengasyikkan
Menyeberangi laut, menjelajah awan,
menembus langit dan bintang-bintang
Perjalanan yang bakal mengasyikkan
Menyeberangi laut, menjelajah awan,
menembus langit dan bintang-bintang
Gemuruh yang aku
dengar, adakah suaraMu?
Gemersik daun bergeser aku memanggilMu
Gema yang berputar-putar mengurung mencekam
Aku merasa terpencil sendirian.
Gemersik daun bergeser aku memanggilMu
Gema yang berputar-putar mengurung mencekam
Aku merasa terpencil sendirian.
Getaran di dalam dada
turun satu-satu
Bencana demi bencana telah kulewati
Jiwa raga kupasrahkan hanya kepadaMu
Di sinikah, di bukit ini kita kan bertemu? (Ku gandeng Tangan Gaib-Mu, by Ebiet G Ade)
Bencana demi bencana telah kulewati
Jiwa raga kupasrahkan hanya kepadaMu
Di sinikah, di bukit ini kita kan bertemu? (Ku gandeng Tangan Gaib-Mu, by Ebiet G Ade)
Salam
arif
Komentar
Posting Komentar