Kajian Al Nafs 6, Kuda Perang (yang) Berlari Kencang
Sebuah bidak dalam satu langkah
Jangan terlampau lama engkau membuang
waktu
Pastikan dengan diam berangkatlah segera
Kita hanya bidak-bidak, cuma punya satu jalan
Merangsak maju ke depan, menggilas rintangan
Sedetik kita lengah dapat berarti banyak
Terlalu dilambungkan mimpi, fikiran pun terkunci
Bencana dan keberuntungan sama-sama nikmat
Menyerah kepada takdir hidup terasa lega
Kita hanyalah bidak-bidak catur
Akan dimainkan selama masih mengasyikkan
Maka jangan bertingkah salah dan membosankan
Tuhan di mana-mana
Kita hanyalah bidak-bidak catur
Akan dimainkan selama masih mengasyikkan
Maka jangan bertingkah salah dan membosankan
Tuhan di mana-mana, Tuhan Maha Mendengar
Pastikan dengan diam berangkatlah segera
Kita hanya bidak-bidak, cuma punya satu jalan
Merangsak maju ke depan, menggilas rintangan
Sedetik kita lengah dapat berarti banyak
Terlalu dilambungkan mimpi, fikiran pun terkunci
Bencana dan keberuntungan sama-sama nikmat
Menyerah kepada takdir hidup terasa lega
Kita hanyalah bidak-bidak catur
Akan dimainkan selama masih mengasyikkan
Maka jangan bertingkah salah dan membosankan
Tuhan di mana-mana
Kita hanyalah bidak-bidak catur
Akan dimainkan selama masih mengasyikkan
Maka jangan bertingkah salah dan membosankan
Tuhan di mana-mana, Tuhan Maha Mendengar
(Kita hanyalah bidak-bidak catur by
Ebiet G Ade)
Kita hanyalah bidak-bidak catur.
Kita hanyalah sebuah wayang.
Kita hanyalah seorang nakhoda atas sebuah kapal yang sudah
terprogram, yang sudah di tentukan tempat dan rute tujuannya.
KITA HANYALAH SANG KUDA PERANG ITU
Apakah yang merisaukan kita ?!?.
Apakah takdir tentang surga dan neraka..?.
Akankah kita berada di surga atau di neraka..?.
Apalagi yang merisaukan kita..?
Apakah tentang nasib kita nanti..?.
Akankah bahagia atau sengsara..?. Akankah nanti kaya atau
miskin..?. Akankah susah atau senang..?.
Dualitas manakah yang merisaukan kita..?. Bagaimanakah kalau
senang, bagaimanakah kalau susah. ?. Bagaimana kalau saya di neraka
dan tidak di surga..?. Adakah dualitas lainnya..?.
Mengapakah meski ada pelacur, perampok, pembunuh, koruptor, dan
lain-lainnya. Bagaimana keadaan mereka, apakah mereka pasti akan masuk
neraka..?. Bagaimana jikalau itu adalah takdir atas mereka..?. Raga mereka di
tetapkan memerankan peran dengan sifat-sifat antagonisme..?. Apakah tidak ada
hak atas mereka masuk surga..?. Kalau begitu dimana keadilan Tuhan atas
mereka..?.
Jikalau orang
yang ber peran antagonism pasti masuk neraka, apakah akan ada orang yang
mau memerankan peranan itu..?. Jika sebuah cerita film tidak ada yang mau
memerankan peran antagonisme, apakah cerita akan menarik kita
saksikan..?.
Siapakah yang mau memerankan pelacur kota..?.
Siapakah yang mau memerankan perampok, pembunuh, dan lainnya..?.
Adakah yang mau memerankan peran miskin dan papa..?.
Adakah yang mau memerankan peran hina dina lagi lapar..?.
Apakah kita mempunyai nilai tawar menawar
(bargaining position) di hadapan Tuhan..?.
Apakah kita bisa memilih peran-peran itu sesuka kita ?
Apakah kita bisa memilih di lahirkan dari rahim siapa..?
Apakah kita bisa memilih siapa-siapa bapak dan ibu kita..?
Apakah kita bisa memilih menjadi siapa dan menjadi apa..?.
Bagaimana kejadiannya, maka Allah meniupkan ruh kita kepada
peran-peran antagonisme. Apakah Allah menyengaja akan meng aniaya
hamba-Nya..?. Meng hinakan hamba-Nya..?. Subhanalloh. Maha suci Allah
dari prasangka begitu.
Kalau begitu …
Lantas apa peranan kita..?. Jika kita berada dalam raga yang ber
peran antagonism..?. Apakah kita sadari saja dengan suka hati, menjadi
pelacur dengan nikmat..?. Menjadi perampok dan koruptor dengan bangga..?.
Menjadi penguasa kaya yang semena-mena dengan sadar ?. Apakah sejatinya
mereka sadar atas yang mereka perbuat itu..?.
Apakah jiwa-jiwa yang berada diantara kedua peran itu sadar akan
peran mereka..?. Apakah yang ber peran buruk, sadar akan peran
buruknya..?. Apakah yang sedang korupsi itu sadar bahwa dirinya sedang
korupsi..?. Apakah jiwa yang berada di dalam raga yang ber peran baik, sadar
akan peran dirinya..?. Kemudian tidak mengangul anggulkan peran baiknya,
(karena sejatinya peran itu di berikan oleh yang Maha Kuasa).
Tidak. Sekali lagi tidak !. Sangat sedikit diri yang sadar akan
hal itu. Semua merasabenar, yang mendapat peran baik akan sombong dengan
peran baiknya, yang buruk merasa benar dalam perbuatannya itu. Mereka dalam
anggapan yang selalu benar. Mereka selalu akan merasa dan beranggapan
baik meskipun perbuatannya itu adalah buruk.
Pernah mendengar bagaimana ada sekelompok orang Islam, yang
melakukan serangan bom bunuh diri, kepada sekumpulan orang di Bali dan
tempat-tempat lainnya ?. Berapa orang yang tewas, dan berapa orang yang luka.
Pernahkah diri mereka merasa bahwa perbuatan itu salah ?.
Mereka merasa benar atas apa yang mereka perbuat , mereka merasa
berhak mewakili Tuhan atas nasib manusia lainnya..?. Apakah ada bedanya
pembunuhan lainnya, dengan kejadian ini..?. Bagaimana memaknai, pembunuhan ,
perampok, atau lainnya. Apakah menjadi benar di mata kita jikalau pembunuhan di
lakukan umat Islam di bandingkan dengan pembunuhan yang dilakukan oleh
perampok..?. Atas dasar ( ilmu) apakah kita mampu menyamakan keduanya.
Mampukah kita melihat perbedaanya..?.
Hh..jiwa memang maunya begitu. Mau seenaknya sendiri.
Menerima takdir antagonisme dengan suka hati. Jiwa dimanapun tidak pernah mau
mensucikan dirinya. Jiwa senantiasa lebih condong kepada nafsunya, dimanapun
keberadaan mereka. Inilah ironi dan tantangan manusia.
Sang Bidak Terjebak Langkah
Apakah jiwa pernah berfikir , jika, raga yang berperan lain,
peranan orang biasa, orang sholeh, kyai, spiritualis, atau peran-peran baik
lainnya. Tidak mengalami dualitas ?.
Sama saja bagi Allah kedua peran tersebut. Mereka sama-sama akan
di uji. Raga yang ber peran sebagai Perampok belum tentu adalah ahli neraka.
Raga yang berperan Ulama belum jelaslah bagi mereka akan sebagai ahli surga.
Surga dan neraka adalah hak preogratif Allah. Adalah Allah yang memberikan
pahala atas peran mereka semua di dunia. Maka yang dapat manusia lakukan
hanyalah berjuang dan terus berjuang untuk mengikuti ilham ketakwaan.
Tidak perlu menengok kebelakang, apalagi mempertanyakan takdirnya surga
atau neraka. Biarlah surga dan neraka menjadi tanggung jawab Allah semata.
Cukuplah bagi kita, akan khabar kebaikan surge bagi mereka yang berjuang, untuk
mengikuti jalan ketakwaan semampu mereka. Bagi jiwa yang berada di dalam raga
perampok, cepat-cepatlah ber tobat, berjuang mengatasi dirinya.
Karena, raga yang berperan baik pun, akan mengalami hal sama.
Mereka akan merasa bangga dengan sifat baiknya, mereka akan memuji-muji amal
ibadahnya, mereka akan berkata sebagai orang ber-iman, mereka akan berkata
bahwa dirinya adalah orang suci. Apakah jiwa sadar hal yang demikian. Apakah mereka
berbangga-bangga dengan takdir mereka sebagai orang baik. Siapakah yang sadar
akan kondisi jiwanya ini..?.
Sekali lagi, maka sesungguhnya, hanya sedikitlah orang yang
sadar akan kondisi jiwanya ini. Sedikit sekali diri yang menyadari ini.
Jiwa ketika berada di dalam raga yang ber peran apapun akan mengalami
kejadian yang sama, dalam kadar yang sudah terukur oleh Tuhan. Semua di
berikan, di susupkan ilham kefasikan dan ketakwaan. Tinggal bagaimana setiap
diri berjuang untuk mensucikan dirinya, melihat perbedaan kedua ilham itu.
Sehingga setiap jiwa akan berlaku lurus, tidak lagi menganggap baik
perbuatannya yang buruk itu.
Maka…
Pernahkah kita mendengar perihal hadist yang sangat popular.
Ketika seorang pelacur tua di kisahkan ternyata masuk surga.
Begitu juga di kisahkan tentang pembunuh berdarah dingin yang
sudah membunuh 100 orang ternyata di kisahkan, tetap sebagai ahli surga. Karena
setiap kali dia menghilangkan satu nyawa, dia berjuang dalam penyesalan,
menyadari perbuatan buruknya. Meskipun kemudian dia melakukan lagi, dan lagi.
Setiap kali pula dia menyesal dan ber serah diri atas kejadian itu. Perjuangan
jiwa mengatasi kecenderungan buruknya, perjuangan yang tak kenal waktu dan tak
kenal lelah dalam jiwanya. Perjuangan yang terus dia lakukan. Maka Allah
kemudian menghadiahkan surga baginya. Karean langkahnya ternyata satu langkah
lebih banyak menuju pintu toubat. Itulah riwayat yang kita dengar.
Hal sebaliknya juga kita dengar dalam riwayat, ketika seorang
ahli ibadah yang sudah beribadah selama 70 tahun, siang dan malam, nyatanya
malahan ahli neraka. Banyak lagi kisah-kisah lainnya. Kisah yang menguak,
hakaket dualitas baik dan buruk.
Maka. Janganlah kemudian jiwa terjebak langkah, mengikuti
isyarat syetan. Berjuanglah terus dalam kecondongan diri kearah ketakwaan.
Menetapi langkah dalam kebaikan. Dalam niat dan ikhtiar jiwa dan raga.
Kalau begitu apakah artinya peranan
antagonisme bagi kita ..?.
Bukankah peran-peran tersebut menjadi ujian
bagi lainnya, menjadi penyeimbang atas kehidupan manusia. Penyeimbang atas
rahsa di jiwa.
Maka itulah peranan dualitas..
Mampukah kita melihat kebaikan jika tidak
ada kejahatan..?
Mampukah kita merasakan senang jika tidak
pernah merasakan kesedihan..?
Mampukah kita melihat terang jika tidak
pernah melihat kegelapan..?.
Sudahkah kita menjawab pertanyaan ini :
Semua manusia di wajibkan berjuang untuk
mengikuti kecondongan kepada ketakwaan. Maka kembalinya kepada diri mereka
sendiri. Jika dia tahu bahwa itu perbuatan buruk dan dirinya tidak berusaha dan
berjuang untuk melawan kecenderungan dirinya itu. Dia tidak mau mengikuti jalan
ketakwaan, maka atas dirinya, tiada hukum baginya kecuali nerakalah
akibatnya. Dia menyengaja berlaku demikian, dia hendak menipu Allah dengan
kesadarannya itu.
Lain halnya, dia sudah
berjuang dengan segenap kemampuan dirinya, sepenuh pergualatan jiwa dan
raganya. Menyesali tiada henti. Meskipun pada akhirnya dia tetap melakukan
perbuatan itu (sebab takdirnya demikia). Meskipun pada akhirnya dia tetap saja
tak mampu. Namun Allah maha tahu bagaimanakah perjuangannya itu. Bagaimanakah
pergulatan batinya untuk mengikuti jalan ketakwaan. Allah Maha Tahu, Maha
Pengasih. Maka hak Allah memberikan penilaian, memberikan surga atukah
neraka sebab perjuangannya tersebut. Pemberian surge dan neraka bukanlah
ats peranan mereka di dunia ini. Namun lebih kepada nilai atas perjuangan dan
pergulatan hidup manusia menuju jalan ketakwaan. Menuju tauhid La ila ha illah.
Bukanlah hak kita untuk
menghakimi orang lain. Bukanlah hak kita untuk menetapkan surga atau neraka
bagi manusia lainnya. Semua sudah berada dalam takdirnya masing-masing. Dalam
takarannya masing-masing.
Kita hanya bidak-bidak, cuma punya satu jalan
Merangsak maju ke depan, menggilas rintangan
Sedetik kita lengah dapat berarti banyak
Merangsak maju ke depan, menggilas rintangan
Sedetik kita lengah dapat berarti banyak
(Kita hanya punya satu jalan adalah jalan ketakwaan,
Merangsak ke depan
menuju kepada ridho Illahi, sebagaimana sang KUDA PERANG !)
Sebab..
Terlalu dilambungkan mimpi, fikiran pun terkunci
Bencana dan keberuntungan sama-sama nikmat
Menyerah kepada takdir hidup terasa lega
Terlalu dilambungkan mimpi, fikiran pun terkunci
Bencana dan keberuntungan sama-sama nikmat
Menyerah kepada takdir hidup terasa lega
Kita hanyalah punya satu langkah ke depan. Hmm..Menyerah
kepada takdir hidup terasa lega.
Wolohualam
Salam
arif
Komentar
Posting Komentar