Kisah Spiritual 6, Pertanda Langit
Akeh udan salah mangsa (Banyak hujan salah
musimnya)
Akeh prawan tuwa, akeh randha meteng
(Banyak perawan tua, banyak janda hamil)
Akeh bayi tanpa bapa (banyak bayi tanpa
ayah)
Agama akeh sing nantang (banyak agama
yang dipermainkan)
Kamanungsan akeh sing ilang (rahsa kemanusian
sudah banyak yang hilang)
Omah suci padha benci, omah olo padha dipuja
(rumah peribadatan banyak ditinggalkan, rumah bordil malah disuka)
Wanodya padha wani ing ngendi endi (wanita
banyak yang kluyuran malam)
…
Banjir bandang ana ngendi-endi (Banjir akan
terjadi dimana-mana diseluruh nusantara)
Gunung njeblug tan anjarwani, tan angimpeni
(gunung-gunung akan meletus berantai, tanpa ada tanda terlebih dahulu)
Gething kepahti marang pandhita kang olah pathi
geni (manusia menjauhi dan membenci para spiritualis yang mengolah jiwa mereka)
Marga wedi kepiyak wadine (sebab
dikarenakan takut akan dilihat dan dibuka aib oleh mereka)
Sapa sira sing sayekti (mari bertanya kepada
diri kita,~ siapakah diri manusia sejatinya)
Pancen wolak walike jaman (inilah keadaan jaman
dalam dualitas)
Amenangi jaman edan (suatu saat~akan
mengalami jaman edan)
Ora edan ora kumanan (kalau tidak edan tidak
kebagian)
Sing waras pada nggragas (orang waras saja dalam
keserakahannya masing-masing)
Wong tani padha ditaleni (Petani justru
dipersulit)
Wong dora padha ura-ura (para penipu-koruptor
dipuja-puja, bersuka ria)
(diam hening…)
Entah sebab apa tiba-tiba suasana malam menjadi
mencekam. Hampir saja tak mampu menuliskan. Sementara Mas Dikonthole masih terus
bersenandung. Seperti membaca dan bergumam, banyak sekali bait yang tak mampu
dituliskan, hanya beberapa bagian yang sempat tercatat. Terlihat wajah Mas
Dikonthole pias, kadang memerah, kadang seperti marah, kadang kesedihan amat
sangat, silih berganti. Namun secara samar saya mampu menangkap apa yang ingin
disampaikannya. Entah sebab apa seperti ada yang menuntun saya, bahwa apa yang
dibacanya adalah Jongko Joyoboyo (Ramalan Jayabaya). Ramalan diantara mitos dan
legenda yang melingkupi tanah jawa.
Kemudian saya menulis saja. Pada jamannya nanti
ada seorang pemimpin yang mengaku raja. Bersamaan dengan itu angkara semakin
menjadi-jadi. Orang semakin bingung, banyak sekali yang tertipu dan terpedaya
harta dan masuk jurang kehinaan. Bawahan akan berani melaporkan atasannya. Para
pekerja akan bangkit melawan majikannya. Yang pandai ‘bernyanyi’ akan semakin
disenangi dan semakin banyak pengikutnya. Orang yang pandai dipermainkan. Orana
yang berilmu dan mengerti menjadi semakin makan hati.
Harta menjadi penyebab masalah. Jabatan akan
menjadi pemikat dan yang menang akan semakin se wenang-wenang sebab merasa
hebat. Yang kalah akan semakin terpuruk dan disalahkan. Sebab patihnya adalah
pemimpin judi (korupsi). Yang berhati bersih malah dibenci, yang jahat penjilat
malah mendapat pangkat dan jabatan. Mencuri sudah hal gampang, hanya
duduk sudah bisa. Kemudian juga dapat upeti dari hasil korupsi. Seperti ayam
mengeram diatas pikulan. Banyak laknat, banyak pengkhianat. Anak melawan ayah,
saudara memusuhi saudaranya. Guru akan saling berseteru, Para pekerja akan
saling curiga. Dimana-mana banyak yang melampiaskan kemarahan, merusak apa
saja.
Hampir menjelang pagi, Mas Dikontole dalam
keadaan seperti itu. Seperti tengah menembusi sang waktu mencari pijakan atas
apa yang terucap. Kadang menggeleng, bergumam, dan diam. Menghela napas,
kemudian menerawang jauh sekali menembus masa depan negri ini. Kemudian
berguman melanjutkan bait syairnya lagi.
Bait yang masih senada,penuh kesedihan sebab
nasib bangsa masih dalam keadaannya, masih akan terseok-seok. Tingkah laku
orang mencari makan seperti gabah ditampi. Mereka beramai-ramai tanpa bekerja,
yang kecil terjepit.
Namun ada secercah harapan setelah fase ini
terlewati, bangsa ini akan bangkit kembali. Sebelumnya akan ada pertanda berupa
bintang pari, panjang sekali tepat dari arah tenggara. Lamanya tujuh malam.
Hilangnya berbarengan dengan hilangnya kesengsaraan manusia yang
berlarut-larut.
Akan datang putra langit yang menjadi asuhan
alam ghaib untuk membantu orang jawa. Sampai disini Mas Dikontole menarik nafas
kuat-kuat, terpancar keyakinan yang begitu kokoh, optimisme yang membulat,
membuncah bersama paras wajah yang sumringah.
Putra kinasihswargi kang jumeneng ing gunung
Lawu (dialah putra kesayangan yang menetap di gunung Lawu)
Hiya yayi bethara mukti, hiya krisna, hiya
herumukthi (adalah titisan batara Mukti, Krisna, dan Herumukti)
Mumpuni sakabehani laku (Ahli dalam segala
laku, segala ilmu)
Nugel tanah Jawa kaping pindho (Membagi tanah
jawa dalam dua kali)
Ngerahake jin setan
Kumara prewangan, para lelembut (mengerahkan
pasukan jin, syetan, prewangan dan lelembut)
Ke bowo perintah saeko proyo kinen ambantu
manungso jawa (sebab itu yang diprintahkan kepadanya adalah untuk membantu
orang Jawa)
Padha asesanti trisula weda (Berpedoman trisula
weda)
Landhepe triniji suci, bener, jejeg, jujur
(falsafah hidup berpedoman atas kebersihan jiwa, istikomah/lurus, dan selalu
menjunjung kejujuran)
Kandherekake Sabdopalon lan Nayagenggong (dialah
anak asuh Sabdoplaon dan Nayagenggong)
Dia itulah Satria yang ditunggu. Dia akan mampu
menjelaskan, yang bukan kekuatan akan di tunjukan dengan jelas. Siapa pendeta
namun disebut pendeta, bukan dewa namun disebut dewa. Hakekatnya semua seperti
manusia manusia. Maka yang bayang-bayang akan menjadi terang benderang. Dia
memeiliki seluruh kemampuan alam ghaib dan ilmu. Menyerang tanpa pasukan. BJila
menang tidak menghinakan. Sang raja akan mengabdi pada rakyat. Jaman tak
menentu saatnya usia berganti jaman penuh kemuliaan, memperkokoh tatanan jagad
raya. Seluruh bangsa di dunia akan menaruh rasa hormat yang tinggi atas
nusantara ini.
Nampak Mas Dikontole seperti baru terbangun dari
tidur, dia mengusap wajahnya dua tiga kali. Menyebut asma Allah. Kemudian
sejenak menutup wajahnya dengan kedua tangannya itu. Tak beberapa lama, dia
memandang kepada saya, yang masih terus terdiam menyaksikan apa yang
dilakukannya. Sambil menghela nafas, dia kemudian bercerita. Apa yang
dialaminya.
Semua seperti dinampakkan kepada dirinya, masa
lalu dan masa depan. Dia seperti merasakan sesuatu yang besar akan terjadi pada
bangsa ii. Dia tidak tahu mengapa. Jiwa dan raganya seperti di tarik kedalam
dimensi spiritual, dimensi keghaiban. Kemudian dilemparkan lagi ke dalam
realitas kehidupan. Begitu terus yang dialami. Sudah lama sekali, dia sudah
tidak ingta lagi. Mungkin ketika masih di SMP, setiap hari dia di datangi
seorang tua, yang meminta untuk mengikutinya. Mimpi yang terus bersambung
hingga 40 hari. Namun saat itu dia tak mau, sebab dia melihat orang tua dalam
mimpinya tersebut melewati sungai, sementara dirinya tidak berani berenang.
Mimpinya kemudian berlanjut saat di menamatkan
SMA. Dia melihat gerhana bulan yang memasuki gerhana Matahari. Dunia seperti
mau kiamat. Kemudian wajah orang tua itu datang sangat jelas sekali. Mimpi
suatu saat bersambung lagi. Seperti kisah Bima mencari air kehidupan. Dia menyusuri
jejak-jejak para nabi. Hingga bertemu sebuah laut. Dia harus menyebrang, sekali
lagi datang pertolongan, sehingga dia mampu membelah laut, seperti kisah Nabi
Musa. Dia ingat pernah jugapernah ditolong Rosululloh dalam mimpinya, yang
datang dengan lafadnya saja, bersinar kuning keemasan seperti bulan, dalam
mimpinya dikatakan dia harus mengikuti orang yang diatasnya ada lafad Allah.
Dia melihat ternyata orang tua yang sering dimimpinya itu, sedang berjalan
menjauh.
Dia berjalan bagai orang aneh. Pekerjaan pun
ditinggalakn, dia mencari jati diri selama bertahun-tahun. Mencari nafkah
seadanya yang penting anak istri bisa makan. Keanehan dirinya yang membuat
istrinya akhirnya tidak tahan dan minta dipulangkan ke orang tuanya. Saat hari
terakhir keputusan final. Pada malam harinya. Sekali lagi kejadian aneh
terjadi. Saat istrinya sholat istikharoh untuk memohon petunjuk-Nya.
Tiba-tiba, lampu kamar mendadak mati, sang istri
saat itu ketakutan, sebab seiring dengan itu hawa dingin menyebar
disertai hawa magis, suasana yang mencekam luar biasa sekali. Tiba-tiba
istrinya di datangi sesosok Resi jaman dahulu kala, rambut diikat,
sebesar kepalan tangan. Dibelakang kepala. Sebagian dibiarkan terurai sepanjang
dada. Dengan tongkat kepala naga di tangan kirinya. Tubuhnya
beraroma sangat wangi. Resi itu, memegang pundak sang istri. Serasa
mengalir hawa dingin menyebar ke seluruh pori-pori, seperti seluruh
syaraf istri di buka, pandangan menjadi cerah. Sebaris kata menyelinap dihati
sang istri. “Bersabarlah, !.” dan dada tiba-tiba seperti nyess, kemarahan
kepada sang suami, Mas Dikontole lenyap sirna. Istrinya kemudian sadar
ada misi yang harus dijalankan Mas Dikontole. Besok harinya dia bersujud di
kaki Mas Dikontole memohon maaf, dan mohon ampun. Sebab dia tidak mengerti.
Mas Dikontole kemudian bercerita kepada sang
istri. Suatu saat ketika sumpah Sabdopalon sudah pada masanya. Dia
kemudian mengirimkan para cerdik panda di bawah komando Nayagenggong. Dia
akan mencari anak keturunan sang Ajisaka yang sudah menyebar di seantero
nusantara ini. Banyak diantara mereka yang sudah menjadi pejabat negri, jadi
pedagang, petani, pendek kata, di semua bidang ada anak keturunan sang Ajisaka.
Anak keturunan ini terikat sumpah pada leluhurnya. Pada mereka-merekalah nanti
akan dititipkan negri ini.
Anak Ajisaka saat sekarang sudah kehilangan
jatidirinya. Maka tugas Nayagenggong adalah membangkitkan kesadaran
mereka-mereka ini. Dia bertugas untuk itu. Dia akan mengajari ilmu ‘kawruh
budhi’ kepada anak keturunan Ajisaka. Dan yang tidak mau mengikuti, dan
menetapi ‘kawruh budi’ akan diumpankan sama setan, para danyang penunggung
hutan dan lembah. Atau dia akan dibuat wirang (malu) dihadapan manusia,
sehingga ketika aibnya terbuka di sudah tidak dianggap manusia lagi.
Keadaan turunnya Sabdopalon dan Nayagenggong
kedunia manusia ditandai dengan meletusnya gunung secara bergantian. Diawali
dengan meletusnya gunung Merapi. Kemudian selanjutnya, gunung-gunung akan
berantai meletusnya. Terjadi di seluruh gunung yang ada di Nusantara ini.
Sebab itu adalah pertanda dukungan para lelembut penguasa gunung kepada raja
mereka sang Sabdopalon, Raja lelembut penunggu gunung dan lembah seluruh
nusantara ini.
Sabdopalon adalah raja lelembut untuk
wilayah daratan. Sementara wilayah lautan di kuasai oleh Nyi Roro Kidul. Kedua
raja ini secara politis saling berseteru. Namun berkat Ajisaka mereka semua
saling menghormati wilayah masing masing. Terakhir sampai raja Brawijaya V,
para raja jawa masih berpihak kepada Sang sabdopalon. Namun sejak masuknya Islam
yang dibawa Raden patah dari wilayah pesisir. Keberpihakan para raja jawa
bergeser ke Nyi Roro Kidul. Inilah yang menjadi salah satu sebab mengapa
Sabdopalon tidak mau mengikuti Islam, walau disuruh oleh Brawijaya V. Dia sudah
menangkap ada campur tangan Ratu pantai selatan dalam perebutan kekuasan raja
jawa ini.
Saat sekarang inilah, masa Sabdopalon kembali
mengawal para raja Jawa. Waktunya sudah harus dimulai, paku-paku yang ditanam
Ajisaka sudah mulai tercabut satu-satu. Menandai dibebaskannya makhluk-makhluk
sakti yang menjadi kendaraan Sabdopalon, seperti Nagabumi di Jawa Timur. Begitu
terbebas maka meninggalkan lubang besar yang tidak mungkin di hentikan. Kecuali
nanti setelah datangnya sang Kesatria. Hanya dialah nanti yang mampu
menutupnya.
Maka tugas Mas Dikontole adalah membentuk formasi
rasi bintang pari. Dia yang sudah bangkit kesadaran dirinya. Dia yang sudah
mengenal siapa jatidirnya akan bergabung dengan tujuh orang lainnya
membentuk formasi rasi bintang pari tersebut. Formasi ini harus selalu
siap jika suatu saat dipanggil untuk mengisi suatu bidang pekerjaan. Dengan
system bintang ini akan dibangun kekuatan dari bawah. Menjadi sebuah sel.
Sel-sel yang berjumlah tujuh ini akan membentuk organ yang dikepalai 7 orang
juga. Organ akan membentuk jaringan. Persis dengan system pemerintahan.
Akan dibangun dari RT, RW, Bupati, Gurbenur sampai Pusat. Semua
denganh formasi rasi bintang pari.
Satria-satria pingitan yang ada diluar negri,
yaitu orang-orang ahli dan terpelajar, diseluruh pelosok muka bumi akan
dipanggil untuk mengisi formasi ini. Pemanggilan ini dalam tujuh tahapan atau
fase. Satu demi satu ditata, bak membuat suatu Negara baru. Hanya
orang-orang terpilih yang akan meenempati posisi yang sudah disiapkan. Maka
setiap yang terpilih akan mengalami didikan terlebih dahulu. Mereka akan
mendapatkan pengajaran ‘kawruh budhi’ oleh para Guru yang dipimpin oleh
Nayagenggong. Satu demi satu dididik, diasuh, dibesarkan kesadaran mereka
semua. Pilihan bagi yang terpilih adalah beriman atau kafir. Hidup atau mati.
Tidak ada pilihan lain. Jika mereka lari maka akan diburu oleh para danyang,
dibunuh atau dibiarkan dimakan syetan.
Tujuh orang pilihan ini nanti yang akan menjadi
penasehat sejati sang Kesatria Piningit. Mereka yang akan bekerja bahu membahu
membereskan permasalahan bangsa ini. Menata kembali tatanan jagad raya.
Keseimbangan alam ghaib dan alam nyata. Keharmonisan manusia. Menata masyarakat
lelembut (jin) dan manusia, bekerjasama untuk hanya beribadah kepada-Nya. Kaum
lelembut tidak ada lagi yang disangka Dewa. Semua kekuatan akan ditunjukan oleh
satria ini bagaimana sejatinya. Mereka hanya akan menyembah Tuhan. Nusantara
akan gemah ripah loh jinawi. Menjadi mercusuar dunia.
Mas Dikontole mengakhiri kisahnya, dalam sebuah
tanya apologi. “Entahlah, semua hanya dalam dimensi keyakinan saja.
Hakekatnya hanya Tuhanlah yang tahu.” Dia sekarang juga dalam upaya
menetapi. Lakon apakah yang nanti akan dimaknainya semua masih misteri.
Tak kuasa saya menitikkan air mata, sungguh
apapun maknanya. Semua berkeinginan untuk memajukan bangsa ini. Meskipun hanya
sebuah mitos atau semisal dengan legenda, nyatanya anak bangsa ini masih
memiliki impian. Mimpi nusantara menjadi Negara yang besar. Negara yang akan
dihormati dunia, besar dalam peradaban, dalam spiritual, dan masyarakat tenang
di dalamnya.
Dan angin terus semilir, menyatakan dukungannya. “Biarlah
waktu yang membuktikan sendiri kebenaran ramalan ini.” Sayup-sayup
suara seperti ditelinga ini menghilang. Menghantarkan kesadaran saya, untuk
meninggalkan tempat ini, menuliskan kembali kisah spiritual Mas Dikonthole yang
lain lagi.
Woloualam
salam
Ya Allah kuatkanlah hati para pemimpin kami yg sedang mengobati negeri ini..Mudahkanlah urusan mereka..Semoga bani jawi bisa membawa kembali kejayaan negeri ini..aamiin.
BalasHapus