Kisah Spiritual 6, Pertanda Langit


Mas Dikonthole bersiap memulai ceritanya lagi. Secangkir kopi dan makanan kecil sudah tersaji. Malam agak temaram. Kami berdua duduk di pelataran. Saya sudah siap dengan buku catatan. Mudah-mudahan tidak ngatuk lagi. Sejenak Mas Dikonthole menarik nafas panjang di tahannya sejenak. Dibiarkan udara berserak di paru-paru, sambil terus be-dzikir  memasukan lafad Allah..berulang kali. Kemudian diam sejenak. Saya merasa aneh saja. Terdengar helaan nafas pendek. Sepertinya bukan Mas Dikonthole yang tadi. Ada hawa seperti eter yang melingkupi dirinya. Dan gaya bicaranyapun terkesan agak berat.  Namun saya tak terlalu memperdulikan itu. Seperti biasa saya bersiap kosentrasi, membuat catatan-catatan takut nanti terlewat. Tiba-tiba dia bersenandung, entah langgam apa, seperti kinanthi, atau mocopatan, kadang malah kidung asmarandhana, membuat saya harus ekstra hati-hati menuliskannya.

Akeh udan salah mangsa  (Banyak hujan salah musimnya)
Akeh prawan tuwa, akeh randha meteng  (Banyak perawan tua, banyak janda hamil)
Akeh bayi tanpa bapa  (banyak bayi tanpa ayah)

Agama akeh sing nantang  (banyak agama  yang dipermainkan)
Kamanungsan akeh sing ilang (rahsa kemanusian sudah banyak yang hilang)

Omah suci padha benci, omah olo padha dipuja (rumah peribadatan banyak ditinggalkan, rumah bordil malah disuka)
Wanodya padha wani ing ngendi endi (wanita banyak yang kluyuran malam)
Banjir bandang ana ngendi-endi (Banjir akan terjadi dimana-mana diseluruh nusantara)
Gunung njeblug tan anjarwani, tan angimpeni (gunung-gunung akan meletus berantai, tanpa ada tanda terlebih dahulu)

Gething kepahti marang pandhita kang olah pathi geni (manusia menjauhi dan membenci para spiritualis yang mengolah jiwa mereka)

Marga wedi kepiyak wadine  (sebab dikarenakan takut akan dilihat dan dibuka aib oleh  mereka)

Sapa sira sing sayekti (mari bertanya kepada diri kita,~ siapakah diri  manusia sejatinya)
Pancen wolak walike jaman (inilah keadaan jaman dalam dualitas)

Amenangi jaman edan  (suatu saat~akan mengalami jaman edan)
Ora edan ora kumanan (kalau tidak edan tidak kebagian)
Sing waras pada nggragas (orang waras saja dalam keserakahannya masing-masing)

Wong tani padha ditaleni (Petani justru dipersulit)
Wong dora padha ura-ura (para penipu-koruptor  dipuja-puja, bersuka ria)
(diam hening…)

Entah sebab apa tiba-tiba suasana malam menjadi mencekam. Hampir saja tak mampu menuliskan. Sementara Mas Dikonthole masih terus bersenandung. Seperti membaca dan bergumam, banyak sekali bait yang tak mampu dituliskan, hanya beberapa bagian yang sempat tercatat. Terlihat wajah Mas Dikonthole pias, kadang memerah, kadang seperti marah, kadang kesedihan amat sangat, silih berganti. Namun secara samar saya mampu menangkap apa yang ingin disampaikannya. Entah sebab apa seperti ada yang menuntun saya, bahwa apa yang dibacanya adalah Jongko Joyoboyo (Ramalan Jayabaya). Ramalan diantara mitos dan legenda yang melingkupi tanah jawa.

Kemudian saya menulis saja. Pada jamannya nanti ada seorang pemimpin yang mengaku raja. Bersamaan dengan itu angkara semakin menjadi-jadi. Orang semakin bingung, banyak sekali yang tertipu dan terpedaya harta dan masuk jurang kehinaan. Bawahan akan berani melaporkan atasannya. Para pekerja akan bangkit melawan majikannya. Yang pandai ‘bernyanyi’ akan semakin disenangi dan semakin banyak pengikutnya. Orang yang pandai dipermainkan. Orana yang berilmu dan mengerti menjadi semakin makan hati.

Harta menjadi penyebab masalah. Jabatan akan menjadi pemikat dan yang menang akan semakin se wenang-wenang sebab merasa hebat. Yang kalah akan semakin terpuruk dan disalahkan. Sebab patihnya adalah pemimpin judi (korupsi). Yang berhati bersih malah dibenci, yang jahat penjilat malah mendapat pangkat dan jabatan. Mencuri sudah hal gampang,  hanya duduk sudah bisa. Kemudian juga dapat upeti dari hasil korupsi. Seperti ayam mengeram diatas pikulan. Banyak laknat, banyak pengkhianat. Anak melawan ayah, saudara memusuhi saudaranya. Guru akan saling berseteru, Para pekerja akan saling curiga. Dimana-mana banyak yang melampiaskan kemarahan, merusak apa saja.

Hampir menjelang pagi, Mas Dikontole dalam keadaan seperti itu. Seperti tengah menembusi sang waktu mencari pijakan atas apa yang terucap. Kadang menggeleng, bergumam, dan diam. Menghela napas, kemudian menerawang jauh sekali menembus masa depan negri ini. Kemudian berguman melanjutkan bait syairnya lagi.

Bait yang masih senada,penuh kesedihan sebab nasib bangsa masih dalam keadaannya, masih akan terseok-seok. Tingkah laku orang mencari makan seperti gabah ditampi. Mereka beramai-ramai tanpa bekerja, yang kecil terjepit.

Namun ada secercah harapan setelah fase ini terlewati, bangsa ini akan bangkit kembali. Sebelumnya akan ada pertanda berupa bintang pari, panjang sekali tepat dari arah tenggara. Lamanya tujuh malam. Hilangnya berbarengan dengan hilangnya kesengsaraan manusia yang berlarut-larut.

Akan datang putra langit yang menjadi asuhan alam ghaib untuk membantu orang jawa. Sampai disini Mas Dikontole menarik nafas kuat-kuat, terpancar keyakinan yang begitu kokoh, optimisme yang membulat, membuncah bersama paras wajah yang sumringah.

Putra kinasihswargi kang jumeneng ing gunung Lawu (dialah putra kesayangan yang menetap di gunung Lawu)
Hiya yayi bethara mukti, hiya krisna, hiya herumukthi  (adalah titisan batara Mukti, Krisna, dan Herumukti)

Mumpuni sakabehani laku  (Ahli dalam segala laku, segala ilmu)
Nugel tanah Jawa kaping pindho (Membagi tanah jawa dalam dua kali)
Ngerahake jin setan
Kumara prewangan, para lelembut (mengerahkan pasukan jin, syetan, prewangan dan lelembut)

Ke bowo perintah saeko proyo kinen ambantu manungso jawa (sebab itu yang diprintahkan kepadanya adalah untuk membantu orang Jawa)
Padha asesanti trisula weda (Berpedoman trisula weda)
Landhepe triniji suci, bener, jejeg, jujur (falsafah hidup berpedoman atas kebersihan jiwa, istikomah/lurus, dan selalu menjunjung kejujuran)
Kandherekake Sabdopalon lan Nayagenggong (dialah anak asuh Sabdoplaon dan Nayagenggong)

Dia itulah Satria yang ditunggu. Dia akan mampu menjelaskan, yang bukan kekuatan akan di tunjukan dengan jelas. Siapa pendeta namun disebut pendeta, bukan dewa namun disebut dewa. Hakekatnya semua seperti manusia manusia. Maka yang bayang-bayang akan menjadi terang benderang. Dia memeiliki seluruh kemampuan alam ghaib dan ilmu. Menyerang tanpa pasukan. BJila menang tidak menghinakan. Sang raja akan mengabdi pada rakyat. Jaman tak menentu saatnya usia berganti jaman penuh kemuliaan, memperkokoh tatanan jagad raya. Seluruh bangsa di dunia akan menaruh rasa hormat yang tinggi atas nusantara ini.

Nampak Mas Dikontole seperti baru terbangun dari tidur, dia mengusap wajahnya  dua tiga kali. Menyebut asma Allah. Kemudian sejenak menutup wajahnya dengan kedua tangannya itu. Tak beberapa lama, dia memandang kepada saya, yang masih terus terdiam menyaksikan apa yang dilakukannya. Sambil menghela nafas, dia kemudian bercerita. Apa yang dialaminya.

Semua seperti dinampakkan kepada dirinya, masa lalu dan masa depan. Dia seperti merasakan sesuatu yang besar akan terjadi pada bangsa ii. Dia tidak tahu mengapa. Jiwa dan raganya seperti di tarik kedalam dimensi spiritual, dimensi keghaiban. Kemudian dilemparkan lagi ke dalam realitas kehidupan. Begitu terus yang dialami. Sudah lama sekali, dia sudah tidak ingta lagi. Mungkin ketika masih di SMP, setiap hari dia di datangi seorang tua, yang meminta untuk mengikutinya. Mimpi yang terus bersambung hingga 40 hari. Namun saat itu dia tak mau, sebab dia melihat orang tua dalam mimpinya tersebut melewati sungai, sementara dirinya tidak berani berenang.

Mimpinya kemudian berlanjut saat di menamatkan SMA. Dia melihat gerhana bulan yang memasuki gerhana Matahari. Dunia seperti mau kiamat. Kemudian wajah orang tua itu datang sangat jelas sekali. Mimpi suatu saat bersambung lagi. Seperti kisah Bima mencari air kehidupan. Dia menyusuri jejak-jejak para nabi. Hingga bertemu sebuah laut. Dia harus menyebrang, sekali lagi datang pertolongan, sehingga dia mampu membelah laut, seperti kisah Nabi Musa. Dia ingat pernah jugapernah ditolong Rosululloh dalam mimpinya, yang datang dengan lafadnya saja, bersinar kuning keemasan seperti bulan, dalam mimpinya dikatakan dia harus mengikuti orang yang diatasnya ada lafad Allah. Dia melihat ternyata orang tua yang sering dimimpinya itu, sedang berjalan menjauh.

Dia berjalan bagai orang aneh. Pekerjaan pun ditinggalakn, dia mencari jati diri selama bertahun-tahun. Mencari nafkah seadanya yang penting anak istri bisa makan. Keanehan dirinya yang membuat istrinya akhirnya tidak tahan dan minta dipulangkan ke orang tuanya. Saat hari terakhir keputusan final. Pada malam harinya. Sekali lagi kejadian aneh terjadi. Saat istrinya sholat istikharoh untuk memohon petunjuk-Nya.

Tiba-tiba, lampu kamar mendadak mati, sang istri saat itu ketakutan, sebab seiring dengan itu  hawa dingin menyebar disertai hawa magis, suasana yang mencekam luar biasa sekali. Tiba-tiba istrinya di datangi sesosok Resi jaman dahulu kala,  rambut diikat, sebesar kepalan tangan. Dibelakang kepala. Sebagian dibiarkan terurai sepanjang dada. Dengan tongkat kepala naga di tangan kirinya.    Tubuhnya beraroma sangat wangi. Resi itu, memegang pundak sang istri. Serasa  mengalir hawa dingin menyebar ke seluruh pori-pori, seperti seluruh syaraf istri di buka, pandangan menjadi cerah. Sebaris kata menyelinap dihati sang istri. “Bersabarlah, !.” dan dada tiba-tiba seperti nyess, kemarahan kepada sang suami, Mas Dikontole lenyap sirna.  Istrinya kemudian sadar ada misi yang harus dijalankan Mas Dikontole. Besok harinya dia bersujud di kaki Mas Dikontole memohon maaf, dan mohon ampun. Sebab dia tidak mengerti.

Mas Dikontole kemudian bercerita kepada sang istri. Suatu saat ketika sumpah Sabdopalon sudah pada masanya. Dia  kemudian mengirimkan para cerdik panda di bawah komando Nayagenggong. Dia akan mencari anak keturunan sang Ajisaka yang sudah menyebar di seantero nusantara ini. Banyak diantara mereka yang sudah menjadi pejabat negri, jadi pedagang, petani, pendek kata, di semua bidang ada anak keturunan sang Ajisaka. Anak keturunan ini terikat sumpah pada leluhurnya. Pada mereka-merekalah nanti akan dititipkan negri ini.

Anak Ajisaka saat sekarang sudah kehilangan jatidirinya. Maka tugas Nayagenggong adalah membangkitkan kesadaran mereka-mereka ini. Dia bertugas untuk itu. Dia akan mengajari ilmu ‘kawruh budhi’ kepada anak keturunan Ajisaka. Dan yang tidak mau mengikuti, dan menetapi ‘kawruh budi’ akan diumpankan sama setan, para danyang penunggung hutan dan lembah. Atau dia akan dibuat wirang (malu) dihadapan manusia, sehingga ketika aibnya terbuka di sudah tidak dianggap manusia lagi.

Keadaan turunnya Sabdopalon dan Nayagenggong kedunia manusia ditandai dengan meletusnya gunung secara bergantian. Diawali dengan meletusnya gunung Merapi. Kemudian selanjutnya, gunung-gunung akan berantai meletusnya. Terjadi  di seluruh gunung yang ada di Nusantara ini. Sebab itu adalah pertanda dukungan para lelembut penguasa gunung kepada raja mereka sang Sabdopalon, Raja lelembut penunggu gunung dan lembah seluruh nusantara ini.

Sabdopalon adalah raja lelembut  untuk wilayah daratan. Sementara wilayah lautan di kuasai oleh Nyi Roro Kidul. Kedua raja ini secara politis saling berseteru. Namun berkat Ajisaka mereka semua saling menghormati wilayah masing masing. Terakhir sampai raja Brawijaya V, para raja jawa masih berpihak kepada Sang sabdopalon. Namun sejak masuknya Islam yang dibawa Raden patah dari wilayah pesisir. Keberpihakan para raja jawa bergeser ke Nyi Roro Kidul. Inilah yang menjadi salah satu sebab mengapa Sabdopalon tidak mau mengikuti Islam, walau disuruh oleh Brawijaya V. Dia sudah menangkap ada campur tangan Ratu pantai selatan dalam perebutan kekuasan raja jawa ini.

Saat sekarang inilah, masa Sabdopalon kembali mengawal para raja Jawa. Waktunya sudah harus dimulai, paku-paku yang ditanam Ajisaka sudah mulai tercabut satu-satu. Menandai dibebaskannya makhluk-makhluk sakti yang menjadi kendaraan Sabdopalon, seperti Nagabumi di Jawa Timur. Begitu terbebas maka meninggalkan lubang besar yang tidak mungkin di hentikan. Kecuali nanti setelah datangnya sang Kesatria. Hanya dialah nanti yang mampu menutupnya.

Maka tugas Mas Dikontole adalah membentuk formasi rasi bintang pari. Dia yang sudah bangkit kesadaran dirinya. Dia yang sudah mengenal siapa jatidirnya akan bergabung dengan  tujuh orang lainnya membentuk formasi rasi bintang pari tersebut. Formasi ini harus  selalu siap jika suatu saat dipanggil untuk mengisi suatu bidang pekerjaan. Dengan system bintang ini akan dibangun kekuatan dari bawah. Menjadi sebuah sel. Sel-sel yang berjumlah tujuh ini akan membentuk organ yang dikepalai 7 orang juga. Organ akan membentuk jaringan. Persis  dengan system pemerintahan. Akan dibangun dari  RT, RW, Bupati, Gurbenur  sampai Pusat. Semua denganh formasi rasi bintang pari.

Satria-satria pingitan yang ada diluar negri, yaitu orang-orang ahli dan terpelajar, diseluruh pelosok muka bumi akan dipanggil untuk mengisi formasi ini. Pemanggilan ini dalam tujuh tahapan atau fase.  Satu demi satu ditata, bak membuat suatu Negara baru. Hanya orang-orang terpilih yang akan meenempati posisi yang sudah disiapkan. Maka setiap yang terpilih akan mengalami didikan terlebih dahulu. Mereka akan mendapatkan pengajaran ‘kawruh budhi’ oleh para Guru yang dipimpin oleh Nayagenggong. Satu demi satu dididik, diasuh, dibesarkan kesadaran mereka semua. Pilihan bagi yang terpilih adalah beriman atau kafir. Hidup atau mati. Tidak ada pilihan lain. Jika mereka lari maka akan diburu oleh para danyang, dibunuh atau dibiarkan dimakan syetan.

Tujuh orang pilihan ini nanti yang akan menjadi penasehat sejati sang Kesatria Piningit. Mereka yang akan bekerja bahu membahu membereskan permasalahan bangsa ini. Menata kembali tatanan jagad raya. Keseimbangan alam ghaib dan alam nyata. Keharmonisan manusia. Menata masyarakat lelembut (jin) dan manusia, bekerjasama untuk hanya beribadah kepada-Nya. Kaum lelembut tidak ada lagi yang disangka Dewa. Semua kekuatan akan ditunjukan oleh satria ini bagaimana sejatinya.  Mereka hanya akan menyembah Tuhan. Nusantara akan gemah ripah loh jinawi. Menjadi mercusuar dunia.

Mas Dikontole mengakhiri kisahnya, dalam sebuah tanya apologi. “Entahlah, semua hanya dalam dimensi keyakinan saja. Hakekatnya hanya Tuhanlah yang tahu.” Dia sekarang juga dalam upaya menetapi. Lakon apakah yang nanti akan dimaknainya semua masih misteri.

Tak kuasa saya menitikkan air mata, sungguh apapun maknanya. Semua berkeinginan untuk memajukan bangsa ini. Meskipun hanya sebuah mitos atau semisal dengan  legenda, nyatanya anak bangsa ini masih memiliki impian. Mimpi nusantara menjadi Negara yang besar. Negara yang akan dihormati dunia, besar dalam peradaban, dalam spiritual, dan masyarakat tenang di dalamnya.

Dan angin terus semilir, menyatakan dukungannya. “Biarlah waktu yang membuktikan sendiri kebenaran ramalan ini.” Sayup-sayup suara seperti ditelinga ini menghilang. Menghantarkan kesadaran saya, untuk meninggalkan tempat ini, menuliskan kembali kisah spiritual Mas Dikonthole yang lain lagi.

Woloualam
salam

Komentar

  1. Ya Allah kuatkanlah hati para pemimpin kami yg sedang mengobati negeri ini..Mudahkanlah urusan mereka..Semoga bani jawi bisa membawa kembali kejayaan negeri ini..aamiin.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali