Kajian Al Hal 1, Yang Datang Di Malam Hari


Demi langit dan yang datang di malam hari
Dan tahukah kamu apakah yang datang di malam hari itu ?
(Yaitu) bintang yang bersinar tajam
Setiap orang pasti ada penjaganya
Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apa dia di ciptakan
(QS. At thariq 1-5)

Tiada suatu jiwa melainkan telah disediakan pelindungnya oleh Allah dari berbagai bencana, bahaya,  bahkan mengatur segala urusannya hingga selesai masa ajalnya (Tafsir Ibnu Katsir)

Kajian ini dibuka dengan sumpah Allah atas langit dan atas sesuatu yang datang di malam hari. Apakah yang pasti datang di malam hari ?. Adalah bintang yang bersinar tajam. Melalui firman ini, Jiwa kita dibawa kepada sesuatu yang real yang mampu kita tangkap melalui indra kita. Itulah realitas bagi kita. Dan Allah bersumpah atas realitas ini. Kemudian disisi lainnya Allah juga mengkhabarkan bahwa ada sebuah realitas yang lain, yang bagi manusia masih ghaib keadaannya. Sesuatu yang ghaib ini, sesungguhnya keadaannya sama halnya dengan realitas langit dan realitas sesuatu yang pasti datang di malam hari yaitu realitas adanya bintang-bintang. Kita diajak untuk berfikir untuk memaknai realitas dan gahib itu sendiri dalam kesadaran kita.

Melalui hikmah surah ini. Jiwa kita dibenturkan keadalam pemahaman atas hakekat realitas. Mampukah kita memahami hakekat realitas sesungguhnya. Mampukah kita menerima keadaan realitas diatas realitas yang nampak oleh indra kita. Selanjutnya kita berupaya untuk melakukan  penerimaan dan memasukan ke dalam keyakinan kita,  kesadaran kita akan memilih, menentukan skala prioritas manakah hakekat realitas yang sesungguhnya. Manakah yang  lebih realitas dan manakah yang  ghaib. Menempatkan pemahaman itu dalam manzilahnya masing-masing, sehingga kita tidak ditipu oleh pandangan mata kita. 

Dalam firman tersebut, sesuatu yang ghaib apakah yang harus kita maknai sebagai realitas. Yang harus kita maknai sebagai realitas (yaitu) adalah adanya penjaga dalam diri manusia, adanya malaikat yang mengatur segala urusan manusia. Adanya malaikat yang akan naik ke langit membawa doa-doa kita kepada Allah, adanya malaikat yang akan menjaga agar ketentuan dan ketetapan Allah berjalan sebagaimana keadaannya. Adanya malaikat yang akan mencatat amal perbuatan kita. Malaikat akan senantiasa menjaga kita sampai ajal kita menjemput. Menjaga ketentuan dan ketetapan (QODHO dan QODAR) Allah yang berlaku atas diri kita sebagaimana keadaannya, sebagaimana yang sudah tercatat di Lauh Mahfuzd. Inilah yang wajib kita maknai sebagi realitas sesungguhnya.

Maka karenanya manusia diminta janganlah khawatir atas keadaan dirinya. Maka sebab itu janganlah lagi manusia mempertanyakan kembali hakekat kasih-sayang Allah. Semua sudah terjaga. Semua telah di buatkan sistemnya. Allah tidak akan merugikan hamba-hamba-Nya, walau seberat zarah pun. Janji-Nya pasti. Maka janganlah  sampai kita meragukan akan hal ini. Inilah pesan yang mestinya mampu kita terima. (Minimal kita memiliki niatan  dalam upaya kearah pemahaman ini). Jika kita sulit memasuki pemahaman ini, manusia kembali diminta untuk memikirkan realitas dirinya sendiri yang diciptakan dari air mani. Yang diciptakan dari ke ghaiban. Manusia di suruh untuk memikirkan manakah yang lebih realitas air mani ataukah dirinya ?. Kesadaran manusia terus di arahkan Allah untuk memahami hakekat ini melalui firman-firman-Nya.


Kita harus menerima keghaiban sebagai realitas. Malaikat-malaikat Allah harus kita terima sebagai realitas. Allah telah bersumpah bahwasanya realitas penjaga (malaikat) sama halnya dengan realitas adanya bintang. Maka kembali bergulir pertanyaan. Mampukah jiwa kita melakukan penerimaan ini ?. Mampukah kita meyakini bahwa hakekatnya kita ada penjaganya ?.  Bahwa semua itu berwujud menjadi suatu system, menjadi sunatulloh. Akhirnya pada gilirannya  kesadaran kita  akan mampu melakukan penerimaan atas semua itu.

Kemudian paralel dengan keadaan tersebut, mampukah kita meyakini bahwasanya seluruh system yang di ciptakan Allah adalah untuk kemashalatan umat manusia itu sendiri. Bahwasanya Allah dalam keadaan sifat-Nya adalah DZAT YANG MAHA PENGASIH DAN MAHA PENYAYANG. Allah mengatur keadan diri manusia, melakukan semua ini berlandaskan kepada sifat-NYA tersebut. Sekali lagi mari kita tegaskan (dalam) pertanyaan ini kepada diri kita masing-masing. Mampukah kita melakukan penerimaan ini ?. Mampukah…?. Hh..hh. !. Sungguh manusia akan sulit sekali melakukan penerimaan ini. Manusia akan  senantiasa dalam kegamangannya sendiri. Manusia terus di dera ke khawatirannya sendiri, keraguannya, rasa syak dan prasangka, rasa was-was dan curiga. Selanjutnya kekahwatiran demi kekhawatiran terus mengkristal menjadi sebuiah kekuatan, menjadi energy negatif, menjadi hawa yang mampu kita rahsakan getarannya, hawa yang memliki rahsa,  selanjutnya  rahsa dari hawa tersebut kemudian kita kenali dengan RAHSA TAKUT.  Takut adalah sebuah rahsa dari hawa tersebut. Ketika kita kenali rahsa takut maka kita akan meenali adanya hawa tersebut. Hawa ini yang menutupi kesadaran kita, sehingga pada akhirnya kita tidak mampu khusuk. Kita tidak mampu ber IHSAN

Sebuah hawa yang menggumpal dan menutupi seluruh instrument ketubuhan ini, mewujud menjadi sebuah entitas. Sebuah entititas yang mampu bergerak, yang mampu bergejolak di dalam jiwa kita, bahkan di dalam raga kita. Hawa ini mampu kita rahsakan. Hawa ini rahsanya, ya seperti rahsa takut itu. Rahsa takut yang kita kenali sebagai keadaannya, ya seperti itu. Adakah diri kita yang tidak mengenal rahsa itu ?.  Syetan dan para sekutunya senantiasa bermain dalam wilayah ini, mereka yang me- getarkan hawa ini, merekalah yang membisik-bisiki, sehingga membangkitkan hawa (energy) ini. Suatu energy yang memiliki rahsa. Rahsa yang bila dijabarkan adalah sebagaimana rahsa takut kita.  Hawa ini sebenarnya tanpa kita sadari, telah di pupuk oleh diri kita sendiri. Dipupuk oleh kesadaran kolektif kita. Dimasukan melalui pemahaman-pemahaman orang tua-orang tua kita. Sejak kita kecil hingga kita tua, tanpa sadar terus memupuk hawa ini, sehingga membesar dan membesar lagi memenuhi rongga dada kita.

Inilah problematika kita. Tanpa kita sadari sesungguhnya diri kitalah yang memilih untuk memupuk hawa ini. Kitalah yang memupuk hawa yang memiliki rahsa yang kita sebut dengan sebutan TAKUT. Kita harus mampu mengeluarkan hawa ini dari dalam diri kita sendiri. Agar kita terbebas dari rahsa takut, agar kita terlepas dari ketaktan itu sendiri. Bagaimanakah caranya. Maka marilah kita gulirkan saja kajian ini,. Menjadi fokus perhatian dalam kajian ini, adalah bagaimanakah caranya agar kita terbebas dari hawa ini ?.

Hukum dualitas alam semesta

Kita telah pahami hukum-hukum fisika, hukum-hukum ketetapan energy. Hukum-hukum perubahan energy, dan seluruh dinamikanya. Arus air mengalir karena adanya perubahan suhu, karena adanya perbedaan suhu. Karena adanya dualitas panas dan dingin. Begitu juga angin akan bergerak karena adanya perbedaan suhu. Perbedaan dualitas panas dan dingin. Maka kita dapati adanya kutub yang ber hawa dingin dan adanya gurun pasir yang berhawa panas.

Iklim terjadi karena adanya dualitas panas dan dingin ini. Perbedaan yang terlalu ekstrem mengakibatkan cuaca yang berubah-ubah tak menentu bahkan tak jarang menimbulkan pusaran angin yang akan mampu memporak porandakan apa saja. Sistem bekerjanya energy mengikuti system dualitas.

Perbedaan dua kutub medan magnet akan menyebabkan adanya energy listrik. Bekerjanya energy akan menyebabkan arus. Arus energy inilah yang kita rasakan kemudian menjadi sebuah hawa yang terasa pergerakannya. Sebab adanya hawa, menjadi sebab adanya adanya arus, kita balik lagi maka sebab adanya arus adalah sebab adanya energy, sebab adanya energy sebab adanya perbedaan dua kutub. Maka semua bermuara karena adanya perbedaan kutub yang mendasari. Kutub positip dan negatif, panas dan dingin.  Energy terjadi sebab adanya dualitas dalam alam semesta. Dualitas inilah yang menajdi sunatulloh. Dalam setiap dimensi alam semesta ada hukum dualitas. Siapakah yang menciptakan dualitas ?. Allah lah yang menciptakan dualitas itu.  

Maka saya berani mengatakan bahwa sistem bekerjanya alam semesta ini, berdasarkan hukum-hukum dualitas. Maka menjadi jelas, bagi kita mengapa Allah senantiasa menantang kita untuk memikirkan dualitas malam dan siang.

Hawa yang memiliki rahsa

Dalam keseharian kita selalu kita dapati  dua kutub perbedaan, dua kutub ini menyebabkan perbedaan. Inilah yang mengakibatkan pergerakan energy yang kita kenali. Energy mampu mewujud menjadi hawa. Hawa inilah yang menjadi entitas tersendiri di alam semesta. Hawa adalah sebuah entitas. Hawa ini memiliki jatidiri sehingga karenanya hawa ini memiliki rahsa.

Pemahaman ini akan saya pergunakan untuk memahami hawa yang terjadi di dalam diri kita. Hawa yang secara eksponensial kita kenali sebagai HAWA NAFSU. Setiap bagian integral dari hawa nafsu ini akan  mampu kita uraikan satu demi persatu bagaimana pergerakannya. Karena prinsip pergerakannya hawa nafsu akan sama halnya dengan hukum-hukum ketetapan energy yang berlaku di alam raya ini. Kita akan mampu mengenali bagaimana terbentuknya hawa, sebab kita tahu bagaimana hawa tersebut menjadi terbentuk. Ketika kita mampu memahami dualitas maka kita akan mampu memahami dari manakah asal sumber energy (hawa) itu terbentuk. Inilah yang akan coba kita ungkap dalam kajian ini.

Saya ulang lagi. Ketika kita sudah memahami hukum-hukum fisika, maka kita juga akan mampu memahami bagaimana bekerjanya hukum tersebut pada diri kita. (Saya pernah mengulas hal ini dalam kajian terdahulu. Kajian yang menerangkan bahwa pada hakekatnya diri kita adalah postulat-postulat energy).  Bagaimana medan energy menahan jiwa kita di dalam medan matery. Medan matery inilah yang mampu dirasakan oleh jiwa kita. Medan matery ini berwujud hawa, yang kita kenal sebagai hawa nafsu. Hawa nafsu tersebut memiliki rahsa. Kemudian rahsa tersebut kita kenali sebagai bermacam-macam rahsa; rahsa takut, rahsa marah, rahsa kecewa, rahsa sedih, dan lain sebagainya. Maka dalam keseharian diri kita akan berkutat merasakan hawa-hawa ini saja. Menjadi hidup terasa penat sekali. Semua karena kesalahan diri kita. Kesalahan kita dalam memaknai realitas dan ghaib menjadi penyebab munculnya hawa ini.  (Maka saya sarankan untuk kembali membuka kajian terdahulu, sebelum memasuki kajian ini.)

Maka karenanya. Jika kita ingin terbebas dari rahsa terbut, mau tidak mau kita harus menghilangkan perbedaan muatan agar tidak terjadi  medan gaya yang menyebabakan terjadinya arus (hawa)  tersebut. Kita harus meminimalkan perbedaan, agar F=0, meniadakan  gaya yang terjadi diantara dua kutub. Kita harus berupaya agar bagaimana caranya tidak terjadi arus energy  dalam diri kita. Hukum ketetapan energy dan hukum adanya medan magnet akan mampu menjelaskan hal ini. Bagaimanakah cara kita agar tidak terjadi arus listrik, agar tidak terjadi medan listrik yang menyesakkan dada kita.  Yaitu terbebas dari  energy negative (medan energy)  yang  memiliki hawa, hawa yang memiliki sebutan hawa nafsu. Hawa yang memiliki rahsa. Rahsa yang senantiasa memporak porandakan jiwa kita manusia.

Bagaimanakah caranya..?
Mari kita masuki saja kajian ini. Kajian yang mengupas asal muasal  segala rahsa yang kita punya. Dan bagaimana mengembalikan rahsa ini kepada Allah. Pemilik segala rahsa. Dalam sebuah kajian yang bertajuk YANG DATANG DI MALAM HARI.

Insyaallah..

Wasalam
arif

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali