KIsah Spiritual 5, Sumpah Pati Sang Abdi
"Sabda Palon menjawab kasar: “Hamba tak mau
masuk Islam Sang Prabu, sebab saya ini raja serta pembesar Dang Hyang se tanah
Jawa. Saya ini yang membantu anak cucu serta para raja di tanah jawa. Sudah
digariskan kita harus berpisah.”
“Berpisah dengan Sang Prabu kembali ke asal mula saya. Namun Sang Prabu kami mohon dicatat. Kelak setelah 500 tahun saya akan mengganti agama Islam dengan Kawruh Budi, saya sebar seluruh tanah Jawa”.
“Bila ada yang tidak mau memakai, akan saya hancurkan. Menjadi makanan jin setan dan lain-lainnya. Belum legalah hati saya bila belum saya hancur leburkan. Saya akan membuat tanda akan datangnya kata-kata saya ini. Bila kelak Gunung Merapi meletus dan memuntahkan laharnya.”
.“Kelak waktunya paling sengsara di tanah Jawa
ini pada tahun: Lawon Sapta Ngesthi Aji. Umpama seorang menyeberang sungai
sudah datang di tengah-tengah. Tiba-tiba sungainya banjir besar, dalamnya
menghanyutkan manusia sehingga banyak yang meninggal dunia.”
Membaca bait syair ini, Mas Dikontole seperti
membaca pori-pori tubuhnya. Seperti ada hawa yang menetap disana. Entah dia
sendiri sudah lelah mencari jawabnya. Semua datang dengan tiba-tiba. Seperti
udara yang menelusup saja disana, menetap lama dan menimbulkan hawa semisal
angin yang bergerak.
Jauh sebelum Gunung Merapi meletus terakhir
kali. Dimana kulitnya serasa seperti bergerak. Ada hawa panas di
dalam dadanya yang menetap lama sekali. Seperti hawa yang mau muntah,panasnya
mampu membuat dadanya senatiasa bergolak. Dia dalam keresahan tak terkira saat
itu. Begitu keseharian entah berapa bulan lamanya dia tidak ingat lagi.
Kepada rekan-rekannya dia sms, ada sesuatu
kekuatan daya yang memaksanya untuk mengirim sms sebuah pesan. Pesan singkat “Saatnya
segera akan tiba !”. Entah saat itu dia sendiri tidak tahu apa makna
dan buat apa mengirim pesan semacam itu kepada rekan-rekannya. Ada satu dua
temannya yang merespon. Dia hanya menceritakan akan datang saatnya Gunung
Merapi akan meletus, memutahkan lahar dan debu vulkanis ke arah barat
daya. Kemudian setelahnya akan diikuti dengan meletusnya gunung-gunung lainnya.
Diseluruh dunia akn muncul tanda-tanda semacam itu. Banjir akan menggenangi
sebagian benua, mulai amerika, eropa, asia dan china, dan juga benua australia.
Tak ketinggalan Indonesia palagi. Itu ilapat yang dikatakannya jauh
sebelum Merapi Meletus.
Siapakah yang percaya ramalan dan Sumpah Sang
sabdo Palon ?!. Bukankah itu hanya dongengan orang tua dahulu. Dongengan anak kecil
supaya mau tidur. Mas Dikontole juga tidak mengerti. Mengapa kisah itu seperti
sangat nyata di hadapannya. Satu demi satu kesadaran yang diceritakan
tersebut hadir menyapanya. Mulai dari Ken Arok, menyapanya dalam
sebuah dialog yang panjang. Kesadaran yang tidak mau menyebutkan nama, namun
mata batin Mas Dikontole mampu menebak siapakah jati dirinya. Saat mana dia
bercerita, dialah anak yang dibesarkan oleh Sang Sabdopalon. Dibesarkan di
Hutan Lali Jiwo, dilereng Gunung Arjuno.
Banyak sekali kesadaran yang hadir satu demi
satu, kemudian datang Raden Wijaya, dia bercerita, yang intinya dia dan
banyak lagi lainnya, dipanggil dari pertapaannya untuk masuk kembali kedunia
manusia. Nanti saatnya akan tiba. Begitulah yang ditangkap Mas Dikontole. Mereka
semua kan mengasuh anak-anak asuhannya masing-masing. Akan mengajarkan agama Kawruh
Budhi. Sungguh dimensi yang membingungkannya saat itu.
Islam jelas mengajarkan bahwasanya kita harus
mempercayai hal ghaib. Namun banyak sekali dalam praktek keseharian mereka
menafikkan makhluk ghaib. Mereka menganggap adalah musrik. Mereka kemudian
menafikan keberadaan makhluk-mahluk ghaib di alam nyata ini. Mereka semua
memperlakukan makhluk ghaib bak ‘momok’ yang menakutkan sekali. Semacam hantu
pocong, kuntilanak dan lainnya. Makhluk-makhluk yang benar-benar wajib di
takuti. Itulah kesadaran yang diturunkan ajaran Islam.
Alam semesta tidak akan harmoni tanpa kehadiran
mereka para makhluk yang menghuni dimensi yang tak kasat mata ini. Merekalah
sesungguhnya penghuni tertua di bumi ini. Semenjak jaman dinasurus bahkan
jaman-jaman sebelum ada makluk yang melata merekalah yang pertama kali menghuni
bumi. Mereka membangun perdaban, mereka bermuamalah layaknya manusia biasa.
Mereka berdagang, bertani, pelukis, pejabat, arsitek, yang raja , pendek kata
apa yang dicapai manusia saat ini telah mereka capai peradabannya dahulu kala.
Inilah sebabnya mengapa ada mitos dunia altantis. Perdaban tertinggi yang
hilang.
Apakah bedanya mereka dengan kita, yang
membedakan hanyalah ‘kerapatan mega pixel saja’ . Sehingga
mata manusia tidak mampu untuk melihat mereka. Mereka sama, seperti kita ada
kaum cendikianya, ada kaum sholehnya, dan lain-lain. Lengkap sebagaimana
peradaban manusia. Mereka juga memiliki nafsu yang sama seperti manusia. Sehingga
pada suatu masa mereka semua membuat kerusakan di muka bumi. Keadaan
yangmembuat kemurkaan Allah. Kemudian Allah menurunkan azab-Nya. Lapisan es
mencair, dimana-mana daratan digenangi air. Makhluk-makhluk raksasa tenggelam.
Bumi mencari titik keseimbangan baru.
Allah kemudian memerintah Iblis (pada saat itu
masih belum menjadi Iblis) untuk memerangi mereka mengusir mereka semua agar
mau menempati gunung-gunung. Lembah dan lautan. Dan tempat-tempat
yang terpencil. Mereka tidak boleh memasuki daratan tanpa hak. Itulah misi
Iblis saat itu Iblis diperintah untuk melakukan pengusiran kepada bangsa tertua
yang menghuni bumi. Dan misi ini berhasil. Karena misi ini berhasil. Maka
kemudian diceritakan Iblis menjadi sombong. Karena kesombongannya Iblis kemudian
mendapatkan murka Allah dan dikutuk sampai akhir jaman. Pengusiran ini rupanya
berkaitan dengan rencana Allah untuk menurunkan manusia ke bumi.
Mas Dikontole, hanya termangu mendengar kisah
yang amat mengharukan ini. Kisah peradaban suatu kaum. Suatu perdaban
yang di hancurkan dan diusir dari permukaan daratan disebabkan tingkah polah
mereka di muka bumi. Mas Dikontole menerawang bagaimana nanti dengan manusia ?.
Dia hanya membatin dalam hati saja. Dia tidak mau mengganggu keseriusan mereka
bercerita. Mas Dikontole masih terus mendengarkan kisah-kisah mereka.
Kisah-kisah yang kadang diselingi tangis keharuan, tangis yang mampu
menggetarkan seluruh sel-sel tubuh manusia. Sungguh keadaan saat itu penuh
diliputi hawa magis luar biasa sekali. Hawa dingin menusuk tulang. Mas
Dikontole menggigil tanpa mampu menggerakkan badannya.
Diceritakan lagi, Bagaimana mereka-mereka
kemudian lebih memilih daerah di khatulistiwa. Daerah dimana banyak matahari
dan air yang berlimpah. Menempati gunung, lembah, lautan dan
tempat-tempat terpencil lainnya. Akhirnya pada suatu masa datanglah sang
Ajisaka menaklukan mereka semua. Sang Ajisaka kemudian membuat paku bumi. Paku
yang menandai bahwa kaum mereka tunduk kepada perjanjian untuk salaing
menghormati, saling menghargai, senantiasa menjaga bersama keharmonisan bumi
nusantara ini.
Perjanjian ini berlaku kepada seluruh makhluk
baik yang didalam bumi ataupun di atasnya. Maka paku ini menancap hingga
puluhan kilometer ke dasar bumi. Bagaimana kemudian Sang Sabdopalon berjanji
akan senantiasa membantu anak keturunan Sang Ajisaka ini. Untuk menjaga
keharmonisan alam bumi nusantara ini. Dia berjanji akan mengasuh anak-anak
Ajisaka. Bergidik Mas Dikontole, membayangkan sumpah pati Sang Sabdopalon yang
diucapkannya kepada sang Ajisaka. Pengorbanan demi alam semsta, bersama manusia
menjaga harmoni alam semesta.
Cerita mengalir terus, melewati
peradaban-peradaban. Hingga akhirnya, Sang Sabdopalon tidak mampu lagi
mengikuti anak keturunan sang Ajisaka. Sebab agama baru yang datang membawa
perseteruan dirinya dengan alam ghaib lainnya. Itu dalam penglihatan sang
Sabdopalon. Agama itu nanti hanya akan bagus dikulitnya saja. Banyak orang yang
hanya akan berbangga-bangga dengan agama baru mereka. Agama baru itu tidak
mampu mengajarkan ‘budhi’ kepada umat-umatnya. Agama baru itu tidak mengajarkan
bagaimana menjaga keharmonisan alam semesta. Agama yang hanya akan menyebabkan
‘kegamangan’ par pemeluknya. Agama yang menyukai peperangan saja.
Mas Dikontole seperti tidak percaya atas yang
diucapkannya. Dia masih berkeyakinan bahwa agama yang dianutnya adalah yang
terbaik. Rupanya pemikiran tersebut dipahami oleh mereka. Kemudian mereka
menjelaskan bahwasanya bukan agama tersebut yang jelek. Islam adalah
penyempurna agama di muka bumi. Namun nasibnya tidaklah lebih baik dari
agama-agama lainnya. Mayoritas mereka hanya mengikuti prasangka dan hawa
nafsunya sendiri. Maka diantara mereka nanti akan terjadi saling mengkafirkan,
akan terjadi banyak pertumpahan darah memperebutkan kebenaran. Banyak dari
pemeluknya sudah berbangga diri bahwa agama mereka yang terbaik, tanpa memahami
hakekat sebenarnya. Ruh dan akhlak mereka sama sekali tidak memiliki ‘budhi’.
Mas Dikontole hanya mampu tercenung memang
begitulah keadaannya. Pemahaman mengenai Islam yang didapatkannya selama
ini, memang tidak diajarkan untuk hidup berdampingan dengan mereka-mereka,
makhluk dari dimensi lain. Islam nyaris menafikan keberadaan mereka yang juga
turut serta menjaga alam semesta ini. Manusia menganggap mereka-mereka adalah mahluk
yang tidak memiliki kecerdasan. Mereka dianggap sebangsa kuntilanak saja.
Disuir dari tempat-tempat dan rumah-rumah mereka. Hanya disebabkan oleh ulah
satu dua orang yang ‘kafir diantara mereka. Jika di dunia manusia ada kejahatan
maka di dunia mereka juga sama saja. Jika di dunia ada manusia yang cerdik
pandai di dunia mereka banyak sekali. Sebab umur mereka sudah ribuan tahun.
Hanya mereka mengerti, mereka kaum kastria, brahmana, kaum arif diantara mereka
tunduk dan patuh terhadap hukum-hukum yang sudah ditetapkan oleh Allah Tuhan
mereka. Mereka dibatasi oleh ketetapan yang mendahului. Sehingga mereka akan
tetap berada dalam dimensi mereka sendiri.
“Apakah manusia mau mengerti hal ini ?! .“ Mas
Dikonthole menggelang tak pasti. Hanya dalam keyakinannya saat sekarang ini
sumpah sang Sabdo Palon pasti akan terjadi, dan akan dibuktikannya. Sebab
mereka semua berkepentingan akan keharmonisan alam bumi nusantara ini. Mereka
akan menjaga agar istana kerajaan mereka, rumah-rumah mereka, masyarakat
mereka, perdaban mereka. Jika bumi air, hutan dan segala isinya terjaga
maka mereka akan tetap dapat tinggal dan hidup di hutan-hutan, di lembah,
dan di lautan.
Mereka berkepentingan menjaga itu agar rumah
mereka tidak hilang. Dihancurkan oleh manusia-manusia yang tidak mengerti. Maka
mereka berkepentingan siapakah selanjutnya yang akan berkuasa di nusantra ini.
Maka dia harus orang yang mengerti akan hal ini. Sang sabdo Palon
berkepentingan akan hal ini. Maka dia dan pasukannya akan menjelajahi setiap
hati mansuia. Mencari dan memilih. SANG SATRIO PININGIT. Satria yang akan
diasuhnya sendiri. Untuk menjadi wakil mereka nanti yang akan memerintah
kerajaan ghaib dan kerajaan manusia di bumi Nusantara ini. Maka jika anak
asuhannya ini sudah muncul, bumi nusantara akan ber-jaya lagi. Menjadi
mercusuar dunia. Semoga.
Maka saya hanya tunduk tak mengerti, beranjak
pergi untuk menuliskan kisah Mas Dikontole yang lain lagi. salam
Wolohualam
salam
Komentar
Posting Komentar