Kisah Spiritual, Pengajaran Alam Atas Cinta Terlarang (1-3)
Namun dengan memberanikan
diri, kisah ini dikhabarkan kepada sidang pembaca. Dengan harapan akan menjadi
referensi bagi lainnya. Kisah yang mungkin akan menabrak akal dan logika kita
semua. Bagaimana keadaan dirinya dibelit sebuah rahsa yang tidak pernah
dimauinya. Rahsa tersebut mendadak saja membelitnya luar biasa, dan dirinya tak
sanggup lepas dari belitan tersebut. Semua orang pasti tidak akan menyangka.
Bahkan dirinya juga tak kuasa, untuk menahannya.
Pada saat itu dirinya
belum tahu bahwa ada sesuatu yang ‘menitis’ dalam raganya. Ada seseorang yang ‘reinkarnasi’
pada raganya. Seseorang yang sangat kuat sekali di masa lalu, dan mengulang
kisah cintanya di masa kini. Kebetulan lagi gadis yang ‘dia’ cintai ‘menitis’
kepada raga yang pernah dikenal juga oleh Mas Dikonthole. Ugh..sebuah kisah
yang hampir saja menghancurkan hidup masa kininya. Sungguh jika tidak karena
pertolongan Allah, dirinya sudah menabrak tatanan dan logika manusia biasa.
Semoga kisah ini sebagai
pembelajaran untuk lainnya. Inilah kisahnya, yang dikisahkan lagi kepada sidang
pembaca;
Nyanyian esok hari
Tidak ada satu manusia
yang sanggup menghindar jika rahsa sudah
berkehendak untuk menyusup. Apalagi kita sebagai manusia biasa. Begitu hebatnya
rasa itu membelit, membetot, menarik, memilin, menghempas, melempar,
melumpuhkan, meremukkan, mencabik, memabokan, melenakan, adakah lagi bahasa
manusia yang mampu mewakili rahsa itu..?. Begitu kuat rahsa itu menghisapnya
dalam sebuah dekap rahsa yang mungkin sedikit kata mewakilinya, yaitu
‘kerinduan’. Sebuah rahsa yang memaksanya untuk terus
berdekatan dengan kekasihnya. Sungguh menggiriskan sekali.
Entah keberanian seperti apa yang memaksanya, mengangkat telpon
kepada seseorang. Keberanian yang dahulu hilang dan pergi. Di ulang-ulangnya
nomer yang dia tahu. Nomer yang di berikan di dinding facebook nya. Satu nomer
di coba dan gagal, satu nomer lagi gagal lagi. Berulang kali dan gagal lagi.
“Apakah dia memberikan nomer salah..?”.
Dia membantin. Namun entah mengapa dia coba di ulang lagi.
Dan akhirnya. Napasnya hampir tertahan, ketika nada panggilanya masuk.
Harap cemas, dan dada berdegup sangat kencang.
“Hallo..assalamualaikum..”.
Terdengar suara lembut wanita yang sangat di kenalnya. Begitu
cepat, berkelebat. Otaknya masih belum mampu mencerna apa yang terjadi. Suara
di sebrang sana, seperti dekat namun terlalu jauh dalam angannya, dan
anehnya lagi, entah mengapa seperti nya suara itu, keluar dari lubuk
hatinya yang ter dalam. Suara bukan terdengar dari luar dirinya. Namun suara
itu seakan keluar dari hatinya. Menyapanya. Seperti suara yang tersimpan
puluhan tahun yang lalu, muncul begitu saja, dan dia kenali sekali, sangat di
kenali. Dia seperti sedang bicara dengan dirinya sendiri. Suara yang meng haru
birukan seluruh kehidupannya. Suara yang telah membuatnya hidup ber kalang
tanah seperti ini. Suara bak buluh perindu yang telah membuatnya mati ber
kali-kali.
“Duh..ada apakah ini, Ya Tuhan..”.
Dia terlongok tak mengerti, beberapa saat, tergagap. Mematung. Di
genggamnya lebih erat handphonenya, seakan takut suara itu tiba-tiba hilang.
Dan seperti kerbau yang di cocok hidungnya, tanpa di sadari Mas
Dikonthole meng- iyakan saja, saat suara di sebrang sana memberitahukan bahwa
dirinya sangat sibuk tidak bisa menerima telponnya, mungkin besoknya akan
telpon kembali. Seperti orang linglung saja, dia terdiam.
“Ah..apa
yang terjadi.?”. Di tepisnya semua yang terlintas. Dia sendiri belum sempat ber
sapa, apalagi ber cerita.
“Wah..Tadi hanya ilusi”. Bisiknya. Dia tidak berpikir apapun setelahnya, seperti
bangun dari tidur saja.
Keesokan harinya, menjalankan rutinitas seperti biasa. Kebetulan
hari itu, Mas Dikonthole mendapatkan tugas ke sebuah kota di Jawa Timur.
Persiapan dilakukan lebih dari biasanya. Di keluarkan mobilnya, dia akan menuju
kantornya, setelahnya mungkin dari kantor dia akan di antarkan sopirnya ke
Bandara.
Kejadian tak terduga terjadi, masih setengah perjalanan menuju
kantornya. Sepertinya kejadian biasa saja. Namun baginya sungguh luar biasa.
Ada dering panggilan telpon masuk ke handphone-nya. Tanpa menghentikan laju
mobilnya, dia terima telpon masuk itu. Dan tak disangkanya sama sekali, ada
nada lembut yang sangat di kenalnya menyapanya.
“Hallo..assalamualaikum..!”.
BLAAM..!. Seperti di sambar petir di siang hari bolong. Rasa
kagetnya menghantam tiba-tiba. Mobil sesaat oleng. Sebuah motor di
depannya hampir saja ter tabrak. Untung dengan sigap dia mampu mengendalikan
dirinya, kemudian perlahan di pinggirkan mobilnya, mencari tempat
berhenti untuk menerima telpon masuk itu. Nafasnya sedikit
tersengal, di sela rasa kaget yang membuat jantungnya ber degup lebih kencang
dari biasanya. Sebuah rasa yang aneh, menyergapnya. Pelbagai macam pahit
kehidupannya, tidaklah membuatnya seperti ini. Namun entah dengan suara itu,
seakan suara itu mampu memporak porandakan system ketubuhannya.
Tanpa di sadari sebuah ‘daya’ menyusup perlahan ke dalam dirinya.
Tidak menyia-nyiakan waktu. Di serapnya suara itu, ber bincang, asyik
sekali, seakan takut lepas lagi, dengan suara wanita di ujung sana. Tanpa
dapat di tahani, Daya itu perlahan, tanpa terasa, menyusup ke dalam jiwanya, ke
dalam memory-nya, membangun ingatan demi ingatan. Menimbulkan rasa aneh,
dinging , sejuk, hangat, menjalar tanpa bisa di tahan. Daya itu , menenangkan,
menghayutkan, melenakan dalam sebuah ilusi panjang.
Daya seperti hidup, menghidupkan software-software dalam otaknya.
Memberikan sensasi rasa luar biasa, semangat, keyakinan, dan apalah lagi. Sudah
habis kata. Rasanya tidak ada satu bahasapun yang mampu mewakili, ungkapan
rahsa. Meskipun seluruh koleksi bahasa di kumpulkan, yakin dia tak akan
mampu mengungkapkannya. Dia tetap tak mampu menjelaskan kepada kita
semua, rahsa seperti apa itu.
Hatinya berbunga, ada rahsa ‘plong’ yang menggetarkan.
Simpul-simpul syarafnya seperti terbuka, udara segar masuk, menyegarkan,
menenangkan raganya. Kehidupan ini menjadi sangat indah baginya.
Pikiranya terang, seluruh idenya seakan keluar semua, begitu lancar
berpikir. Begitu luar biasanya, suara wanita itu baginya. Menjadi pemicu,
sebuah resultan gaya yang menariknya dari alam mimpi, di dasar kerak bumi sana.
Kemudian mengangkatnya, ke langit, memperjalankannya ke lautan biru, meniti
awan yang ber gumpal dan ber gulung di bawah kakinya. Panorama alam semesta
dalam pandangannya.
Subhanalloh..Daya itu,
bekerja begitu halus, sangat halus. Maha Daya Cinta, telah bekerja pada diri Mas Dikonthole, tanpa dia menyadarinya. Dia akan jadi saksi bahwa cinta itu ada,
terselip dan berserak diantara anak manusia, agar manusia mampu saling
ber kasih sayang dan ber silaturahmi diantara sesama manusia, dan juga dengan
makhluk-makhluk lainnya yang ada. Daya kasih sayang yang sanggup
menciptakan sebuah tatatanan yang harmonis diantara makhluk-makhluk Nya. Demi
kebaikan umat manusia itu sendiri. Kasih sayang dan Cinta itu,yang pada
gilirannya, akan menggerakan raga, untuk ber interaksi, menciptakan sebuah
tatanan yang harmonis pada alam semesta. Sungguh skenario Tuhan yang
sangat luar biasa. Sebuah daya akan menggerakan seluruh umat manusia, ber kasih
sayang, kepada sesamanya. Demi kelangsungan hidup manusia itu sendiri.
Kembara di sebuah kota
Kisah mengharukan di mulai dari sebuah kota
terpencil, di pelosok ujung Pulau Jawa . Semua seperti terpampang nyata, seperti slide yang sedang diputar saja. Nampak dalam ingatannya. Sebuah kota kecil yang memiliki
Benteng-benteng yang terpendam lama di dalam tanah Orang mengenalnya sebagai
Benteng Pendem, posisinya melingkari, persis menghadap laut luas, bekas
benteng pertahanan Belanda. Kota yang di kelilingi kilang-kilang minyak
raksasa, dapat dilihat saat kita mulai masuk ke kota, hingga di ujung dermaga
lama. Kota sepi, diapit dua samudra. Benar-benar kota tua dan mati.
Camar melayang,
Ombak berbuih, menggelagar menghantam sebuah karang. Di ujung sebuah pulau yang
di sebut Nusakambangan. Saling mendorong, berkejaran menuju sebuah pantai,.
Sebuah pantai yang sering di sebut sebagai Pantai Teluk Penyu. Pantai yang
dahulu sering di sambangi para Penyu untuk ber telor. Pantai yang di hiasi
Ombak yang menyempal dari laut Segara Anakan.
Diantara gemuruh ombak, lirih terdengar
suara. Tidaklah persis seperti lolongan, namun sangat memilukan hati. Angin
seakan diam. Bulan bersembunyi , nampak hanya serupa cahaya temaram, tersembul
di balik awan. Malam berhenti dari putaran waktu. Diam
memperhatikan seorang pemuda yang merintih. Sepertinya tengah tersakiti.
Lara tengah menyudutnya. Nelangsa tengah
membesutnya. Sungguh romantika anak manusia, yang menggiriskan sanubari.
Membuat hati nestapa. Desah tarikan nafasnya. Memberat mengaduk udara malam.
Memecah kesunyian yang mulai mendera. Dia tengah meratapi dirinya yang papa.
Merana di tengah gelap gulitanya malam.
Sesungguhnyalah dia menangis amat lama. Namun
dia pendam saja. Berharap dengan demikian, gadis pujaannya tenang dalam
hidupnya. Dia tidak berharap kekasihnya larut dalam kesakitannya. Namun dia
tidak mengerti kenapa suratnya tidak ada satupun yang terbalas. Dia yakin cintanya
tidaklah bertepuk sebelah tangan. Dia merasakan sekali sebuah daya yang
membelit mengikat jiwanya, bersatu rahsa dengan gadis itu. “Namun mengapa..?.”. Dia mendesah..Dia berteriak kepada
laut. Jiwanya meronta, Kalaulah cintanya tidak terbalas, tidak mengapa, namun
berikanlah khabar. Itulah harapannya. Khabar itu tidak pernah datang, meski
sudah berulang, dan berganti tahun, meskipun dia telah coba kirimkan
suratnya ber kali yang dia bisa.
Dalam belitan gamangnya jiwa. Waktu tak
pernah mau berulang. Laut menjadi saksinya, ada sebuah hati yang telah
mati sebelum tersirami. Jiwa yang meratapi sepanjang hari disini, di pantai
ini. Dan laut hanya diam bersaksi. Saksi atas sebuah janji yang
terpateri kuat di dalam diri. Ketika dia berjanji. “Gadis itu tak akan terganti !”. “Tidak oleh siapapun!.”. Sungguh begitu kuat janji itu.
Sepertinya, janji yang benar, tiada akan pernah seorangpun, yang mampu
menggantikan posisi gadis tersebut dalam dirinya. Terlihat jelas
dari sorotan matanya, yang kokoh tak bergeming, ketika menghadang ombak yang
datang, setengah dadanya.
Telah Ditutup hati dan pikirannya. Telah di bakarnya semua
lembaran kertas yang ditulisnya, bersama buku hariannya. Terkunci rapat dalam
jiwanya. Bersamanya telah mati.!.
Kisah lalu, yang telah kita dapati
setelahnya, sepanjang dalam kehidupannya. Kehidupannya yang hambar. Hati
yang tak mampu bersemi lagi. Dia berjalan bagaikan tungku
tanpa api. Menetapi hari yang tak berbatas tepi. Mengarungi sepi dan patah
hati. Entah kapankah dia mampu menepi. Sampai kapankah dia mampu melewati batas
sepinya itu. Sungguh, bahkan sekedar ber mimpi pun kini dia tak berani lagi.
Namun dia berjalan dalam satu keyakinan
pasti, bahwa suatu saat nanti gadisnya pasti akan kembali lagi. Sungguh hebat
keyakinannya, sungguh kuat niat yang di mohonkannya. Dia hanya ber doa “Ya
Allah..ampunilah dirinya, yang terbelit dalam rahsa cinta hingga dia
membunuh hati, jiwa dan pikirannya sendiri”.
Dan sungguh, Maha Besar Allah, ternyata
do’anya di kabulkan. Setelah berselang dua puluh tahun lebih dalam
penantian. Saat itu pun tiba ketika pagi tadi, seseorang telah
menyapanya, dengan sebuah salam yang menggentarkan jiwa, menghantarkannya hidup
kembali. Salam yang mampu memberikan daya dorong kepada rahsa yang dulu
terpendam dalam.
Ugh..!. Jiwanya seperti
terlempar ke waktu sekarang. Dia menghela nafas panjang. Di tepisnya
lintasan-lintas ingatan itu. Dengan kuatnya, waktu telah bergerak ke masa kini.
Saat ini raganya, kembali tengah menyeruak diantara kemacetan ibu kota.
Melajukan mobilnya menuju bandara.
Bersambung...
Bersambung...
Komentar
Posting Komentar