Kajian Al Kasyaf 1, Menerima Ghaib Sebagai Realitas


Mengapakah dalam  menyampaikan sebuah tema dalam kajian sebelumnya  (seperti) dilakukan pengulangan,  berulang dan diulang lagi, dalam pelbagai topik yang diusung. Bahkan kadang sering melebar kemana-mana, melibatkan perasaan, mengembara kesegala penjuru. Kemudian seperti mengkerucut lagi. Maka jika ditanyakan penulis tidak akan  mampu menjawabnya. Tangan seperti di gerakan menulis saja mengikuti daya yang menggerakkan,  menulis apa saja. Sehingga melahirkan kajian yang dihantarkan  ke hadapan sidang pembaca. Mengapung, mengikuti saja alun gerak sang daya. Bila dirasa satu bahasan belum tuntas, maka kajian akan terus di ulang-ulang dalam pelbagai tajuk lainnya. 

Bab demi bab.  Seterusnya begitu, halaman demi halaman seperti di bacakan bagaimana menguraikannya,  hingga sampai (dirasa) , kita dipahamkan atas sesuatu yang dimaksudkan. Bab membuka hijab, bab hakekat manusia, dan bab-bab lainnya.  Namun sejatinya semuanya itu  bergumul didalam sebuah laku, melalui laku  Patrap  dalam diri.  Laku patrap ini selanjutnya inheren di dalam diri. Menjadi sebuah jalan untuk menerima realitas atas suatu hal yang belum sempat ada referensi sebelumnya.  Banyak sekali referensi-referensi yang kita butuhkan,   kemudian di masukkan perlahan kedalam kesadaran kita, tepatnya disusupkan. Sebab kita sendiri tidak menyadari kapan keberadaannya, apakah memang sudah ‘ inheren’ dalam ketubuhan kita (hanya diungkapkan) ataukah benar-benar di masukkan. Tidak ada yang mengerti.

Mengapa kita memerlukan referensi atas segala sesuatu yang ghaib ?.  

Kesadaran kita bekerja sangat unik. Jika kesadaran belum membuktikan realitasnya atas sesuatu hal, maka kesadaran kita sulit sekali meyakini bahwa keadaan tersebut(sesungguhnya) adalah yang dimaksudkan (sebagai) realitas sejati. (Misal pernah di contohkan antara Allah dan alam semesta. Hakekatnya manakah yang lebih realitas adanya ?). Sering manusia terjebak dalam wilayah ini. Jika kesadaran kita tidak mampu menerima Allah sebagai realitas maka cacad-lah keimanan kita.  Inilah yang menyulitkan diri kita dalam ber spiritual. Jika kita gagal dalam memahami hal ini, maka nantinya dipastikan (masih) akan ada keraguan yang tersembunyi, yang sewaktu-waktu akan muncul. Menjadi sebab cacadnya keimanan kita.

Prasyarat pemahaman ini adalah sebagai pondasi untuk melakukan penerimaan atas RUKUN IMAN. Lha muter lagi muaranya kesitu-situ lagi khan ?. Berikutnya Rukun Iman ini akan mendasari kita dalam melakukan gerak ber-ibadah kepada Allah, menjadi  daya dorong utama dalam menjalankan RUKUN ISLAM (syariat). Muter-muter lagi juga khan..?.  Maka jamak saja jikalau dalam kajian akan ber-putar-putar di wilayah keimanan kita. Semua di sajikan dari segala sudut. Sehingga habis sudah kata-kata mengungkapkannya.

Marilah kita buka hati selebar-lebarnya untuk melakukan penerimaan ini. Insyaallah dengan laku (Patrap)  kita akan lebih mudah memasukinya. Realitas tersebut seperti diletakkan saja dalam kesadaran kita. Menjadi referensi-referensi kita, sehingga karenanya kesadaran kita selanjutnya akan mampu memilih dan memilah manakah (sesungguhnya) yang hakekatnya realitas sebagaimana realitas yang dimaksudkan (sejati) dan manakah yang hanya semu (tipuan) saja. Nah, disinilah akan nampak Al Furqon (pembeda) yang akan mampu membedakan manakah yang realitas dan manakah yang tipuan saja. Manakah yang ghaib dan manakah yang realitas sejati. Beberapa contoh untuk hal ini sudah berulang kali disajikan di banyak kajian.

 Bahasan kita, selanjutnya adalah  kita di wajibkan meyakini atas sesuatu yang belum terjadi, yaitu ber –Iman kepada Hari Akhir. Kembali kita dihadapkan kepada permasalahan yang sama. Meyakini sesuatu yang belum ada referensinya di dalam kesadaran kita.

Seperti apakah keadaan hari akhir itu ?. Kalaupun (mungkin) ada paling nanti ribuan tahun lagi. Bukan di jaman saya tentunya. (Ups). Begitu jiwa akan mencoba berkilah. Sehingga keberadaan Hari Akhir dewasa ini sulit sekali mendapat tempat dalam kesadaran kita. Bahkan di wacana kan pun tidak. Jiwa manusia seakan enggan untuk menyebutkannya. “Sekedar hapal saja,, mungkin bolehlah. “ Begitu kata jiwa. Padahal kita tahu keadaan ini berangkai, seperti tali-temali. Jika kita gagal melakukan penerimaan rukun iman ini, maka gagal pula keimanan kita. Tak ada ampun lagi !.  Allah swt berkepentingan akan hal ini, agar khabar Hari Akhir senantiasa tetap up to date dalam kesadaran manusia. Sudah banyak kaum yang di hancurkan (di azab) akibat mendustakan Hari Akhir ini.  Nah..lho..!.

Semoga kajian ini mampu menghantarkan kita kesana, (bagaimana) memasuki realitas Hari akhir, agar kita tidak termasuk kedalam golongan orang-orang (kaum) yang mendustakan Hari Akhir.

Langkah Menembus Kesadaran

Sebelum memasuki kajian  lebih lanjut, marilah sejenak kita eksplorasi dahulu untuk menyamakan pemahaman terlebih dahulu. Bagaimanakah bekerjanya system kesadaran yang berkali-kali disebutkan.

Perumpamaannya adalah, seperti saat kita naik pesawat. Perlahan kita amati, karena keterbatasan indra kita pesawat terasa tidak bergerak (jalan). Pesawat dalam kesadaran kita  seakan-akan diam bukan ?.

Keadaan 1, Pesawat (terasa)  diam sebab panca indra (kesadaran)  kita  pandangannya tertutup. Kita seperti diam dalam sebuah kamar saja. Hanya suara mesin yang kita dengar, yang memberikan keyakinan kepada kesadaran kita bahwa pesawat kita tetap (sedang) bergerak.

Fase pertama, semisal dengan perumpamaan tersebut, jika kita kembali kepada tubuh kita. Maka ketika jiwa kita melakukan eksplorasi, (saat) Pada fase awal  hanya nafaslah yang kita dapati (menujukkan) keberadaan kita bahwa kita hidup. Hal ini wajar saja.Kesadaran kita masih tertutup pandangan yang melingkupi raga kita. Sama halnya dengan ilustrasi kita masih di dalam pesawat saja. Kita tetap masih terhalang pandangan.Jika kita berada di makom ini terus kita akan sulit untuk melakukan eksplorasi berikutnya.

Keadaan 2, seandainya body pesawat kemudian di buka, serasa pesawat tembus pandang. Maka kita akan melihat langit dan sekitarnya, sehingga  tanpa mendengar suara mesinpun kita akan mampu mengatakan bahwa pesawat sedang bergerak. Daya jangkau indra kita menjadi sangat luas tidak terkukung di dalam kamar saja (kotak). Pergerakan pesawat mampu kita amati (dengan mengamati sekitarnya) meskipun  tanpa mendengar suara mesin sekalipun. Sehingga selanjutnya, meski badan kita masih di badan pesawat, kita mampu meluaskan diri kita, kesadaran (diri) kita mampu   menembus bodi (sebab transparan) pesawat tersebut.  Lepas sejauh pandangan.  

Fase kedua, semisal dengan perumpamaan tersebut, jika kita luaskan jiwa untuk membuka hijab-hijab yang ada di dalam ketubuhan kita maka kesadaran kita akan mampu melihat langit beserta isinya. Seakan-akan bersama raga menjadi luas. Nafas menjadi bukan pertanda satu-satunya bahwa kita hidup. Alam sekitarnya  (menjadi) menyaksikan bahwa kita adalah hidup. Sehingga kita mampu merasakan kita hidup dan bergerak mengamati mereka semua. Bersama mereka alam semesta dan isinya kita hidup, bertasbih. Kita akan terus ikuti pergerakan alam semesta, jauh mengikuti pergerakan mereka tanpa terhalang pandangan lagi.

Fase ketiga, ketika kita masih mampu mendengar (merasakan) nafas kita maka, kesadaran kita akan masih berada di alam materi sulit untuk menembus alam-alam lainnya (meskipun keadaan ini akan membuat ketenangan luar biasa).  Maka semisal analogi keadaan 2, kita harus membuka hijab itu. Kesadaran kita harus mampu membawa raga kita turut serta meluas, maka kita akan mampu melakukan pengamatan atas pergerakan alam semesta. Jiwa kita tidak akan tertinggal di dalam raga (materi). Kita perlukan itu, sebab  hakekatnya kita sedang melakukan pengamatan  atas materi juga.

Fase-fase ini hanyalah sekedar ‘sharing’ saja, tentunya sifatnya hanyalah individual sekali. Ini hanyalah sebuah methode sederhana,  yang mampu dipahami oleh penulis, bukan sesuatu yang baku. Silahkan eksplorasi kedalam diri masing-masing. Dengan menyajikan fase-fase ini, penulis hanya ingin menjelaskan  methode yang di gunakan untuk memahami peristiwa yang belum ada dalam referensi kita. Bagaimana terjadinya proses sebuah kejadian agar mampu dijelaskan dalam sebuah kajian yang mengambil alur  ‘sufi-fisika’.  

TEORI BIG BANG
Teori terbarukan tentang peristiwa terjadinya alam semesta, hingga saat ini belum ditemukan lagi. Teori yang paling mutakhir adalah teori BIGA BANG yang belum terbantahkan hingga kini. Bagaimana kejadiannya..bersambung.

Salam
arif


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali