Kajian Simbol, Shaad
Sesungguhnya Kami
menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu petang
dan pagi, (QS. 38:18)
Inilah ‘Shaad’ yang di karuniakan kepada (Daud) siapapun yang
di kehendaki-Nya. Melengkapi ‘bacaan’ sebelumnya yang sudah dihantarkan kepada
sidang pembaca. Maka dengan memohon ridho-Nya kajian ini dituangkan dalam kata.
Semoga menjadi khabar sebagaimana layaknya (diperlakukan) atas sebuah berita.
Terasa
berat mengawali kajian ini. Tangan seperti terkunci hampir 3 jam, tak satupun
kata mampu di tuliskan. Apalagi terangkai menjadi sebuah kalimat. Instrumen
ketubuhan seperti ingin mencoba memahami sesuatu. Sesuatu yang berkuasa dan
menguasai diri. Sesuatu ‘entitas’ diluar ‘Aku’. Sesuatu yang
memaksa ‘Aku’ harus ‘mengakui’ utuh atas‘ke-kuasa-an’yang dimiliki
entitas ini.
Kemampuan apakah yang dimiliki ‘entitas’ tersebut sehingga mampu berkuasa
atas ‘diriku’ ?.‘Kuasa’apakah yang demikian luar biasa di amanahkan
kepada ‘entitas’ itu sehingga mampu berkuasa atas tubuh ini. Dan aku
tak mampu menuliskan apapun dalam sebuah kata. Padahal ‘daya’ untuk
menuliskanya serasa ada. Angan bagai berkas sinar yang bersliweran ke segala
arah tak membuahkan pemikiran. Membuat diri semakin tak memahami ‘sensasi’
raga. Haruskah ini kudiamkan saja ?. Namun itu ternyata ada akhirnya
Setelah instrument ketubuhan paham bahwa ada ‘kuasa’, (yaitu) daya
‘kekuasaan’ yang dititipkan kepada suatu ‘entitas’ini untuk
menguasai ‘entitas’ lain agar tunduk dalam ‘kuasa’nya. Maka diri
kemudian sedikit demi sedikit ‘terlepas’ dari ‘kuasa’ tersebut. Kemudian
akhirnya, kata demi kata mulai mulai mampu tersusun, di tulis di rangkai
sebagaimana keadaannya. Entah, apakah (nanti dihadapan pembaca) sudah mampu
terbaca ataukah sebaliknya, kata yang di rangkai ini masih diluar ‘kuasa’
penulis. Dimana setiap jelajah kata menimbulkan kesulitan tersendiri dalam
mekanainya. Sungguh, diri tidak memiliki ‘ke-kuasa-an’ (yaitu) suatu ‘daya’yang akan
mempengaruhi sidang pembaca untuk ‘mengerti’ tentang ini.
Maka
dengan memohon ‘kuasa’-Nya, diri ini terus mencoba menghantarkan, hasil
‘membaca’ symbol-symbol di dalam Al qur an. Memaknainya untuk menambah
keyakinan diri, dalam keyakinan yang sudah ada. Berharap mengkristal menjadi
dzikir di hati sepanjang ada nafas ini.
Perbendaharaan
‘kunci’ kekuasaan
Shaad adalah huruf yang dijadikan
symbol/lambang atas ‘kunci-kunci’ ‘kekuasan’ Allah di alam semesta yang
di ‘amanah’kan kepada mahluk-Nya,yang mana dengan dan atas nama
‘kekuasaan’-Nya tersebut seluruh makhluk akan tunduk kepada ‘sang’ pembawa
‘kunci’ ini dan atau dengan kata lain, entitas pembawa symbol ini akan
memiliki ‘daya’ untuk mempengaruhi entitas lain.
Maka ‘Shaad’ menjadi misteri, melingkupi skenario Tuhan atas
penciptaan alam semesta ini. Sebab ‘Shaad’ diberikan kepada siapa
saja yang di kehendaki-Nya. Atas kehendak-Nya. Manusia memegang amanah ‘Shaad’
ini.
Inilah makna hakekat lambang huruf Shaad yang dihantarkan dalam kajian,
(yang) menjadi ‘keyakinan’ penulis dalam memaknai hakekat symbol ini.
Kekuasaan adalah sebuah ‘energy’ yang memiliki ‘kekuatan’ memaksa sehingga
tanpa mampu di sadari oleh lainnya, kekuatan ini telah mempengaruhi ‘kesadaran’
setiap entitas disekelilingnya untuk tunduk, mengikuti kehendak sang pembawa
symbol ini. Entitas pembawa symbol ini menjadi seakan-akan memiliki
pusaran ‘medan energy’ yang akan menjadi ‘magnet’ bagi energy-energy lainnya
untuk terus (tunduk) mengikutinya baik dengan sukarela ataupun terpaksa.
Keyakinan adanya ‘wahyu’ yang merupakan ‘kunci’ pembuka atau yang di
symbolkan dengan ‘Shaad’ atas ‘kekuasaan’ dalam hkayat dan mitology Hindu
banyak diceritakan melalui kisah-kisah heroik para tokohnya. Kisah-kisah
tersebut dapat kita baca dalam kisah Mahabarata dan Ramayana. Menjadi
‘pemikiran kita selanjutnya’ perihal bagaimana umat manusia terdahulu
telah (dalam) memaknai ‘kunci lambang kekuasaan-Nya’. Dan bagaimana mereka
meng-implementasikannya dalam langkah nyata kehidupan manusia, jauh sebelum
agama Islam di sempurnakan. Kita kan mampu membaca dari kisah-kisah tersebut.
Dan juga
dalam pemahaman masyarakat jawa, pemakanaan symbol ini juga sangat melekat kuat
dalam kesadaran mereka. Raja-raja jawa di yakini harus mendapatkan Wahyu Cakraningrat sebagai
prasyarat utama untuk menduduki tampuk kekuasaan. Karenanya calon raja Jawa
berusaha keras untuk mendapatkan restu Illahi. Berasaha mendapatkan kunci
‘Shaad’ yang oleh para pinisepuh Jawa di namakan dengan Wahyu
Cakraningrat.
Para calon
raja di wajibkan untuk melakukan olah diri. Baik dengan melakukan
‘tirakat’ ataupun ‘olah kebatinan’ serta ‘laku’ yang diluar nalar. Pendek
kata para calon raja diwajibkan untuk melakukan sembah bakti, melakukan amal
kebaikan kepada sang Kholik kepada alam semesta, melakukan ‘penyucian jiwa’ dan
lain sebagainya. Para calon raja Jawa harus melakukan
prasayarat-prasyarat yang diyakini ‘pinisepuh’ akan mendatangkan ‘ridho’ Yang
Maha Kuasa untuk memberikan amanah atas ‘Shaad’ kepadanya yaitu Wahyu Cakraningrat
(dalam pemahaman mereka) agar dirinya dapat di angkat dan mampu menduduki
kekuasaan di suatu wilayah (menjadi Raja).
Bila kita
sedikit merenung lebih dalam, ternyata hakekat symbolisme atas ‘kekuatan’ ini
telah mendasari pemahaman dalam Mitology Hindu dan aliran Ketuhanan Yang Maha
Esa (Kejawen) bahkan agama-agama besar lainnya. Dan jika kita ‘jernihkan’ lagi
maka akan kita dapati, ~ bukankah Al qur an dengan ini telah memfasilitasi,
agar bagi segolongan manusia ~ yang dalam kesadaran kolektif mereka
sudah terbiasa~ dalam memaknai bahasa symbol (menjadi) mampu untuk
mempelajari Al qur an. Sebab Al qur an telah menyederhanakannya menjadi hanya satu symbol
huruf saja, (yaitu) Shaad.
Di
isyaratkan di dalam Al qur an, agar mansuia tidak terjebak ke dalam mitos,
klenik dan tahayul, dalam memahami bahasa symbolism ini. Manusia harus
senantiasa menggunakan akal sehatnya. Bahasa symbol di isyaratkan ASl qur an
hanya akan dapat bermanfaat bagi mansuia yang berakal.
(Yaitu) manusia yang memiliki kecenderungan logika berfikir yang kuat,dan
memiliki analisa yang tajam. Sebagaimana para ilmuwan dalam
mengimplementasikan symbol E = mc2.
“….. "Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Rabb kami".Dan tidak dapat mengambil
pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (QS. 3:7)
Orang-orang
yang senantiasa ‘membaca’ dan meyakini symbolisme (pertanda-pertanda
alam) ini, diharapkan akan seperti golongan orang-orang yang sudah ‘beriman’
sebagaimana orang yang dimaksudkan dalam surah (QS. 3 ; 7) tersebut.
Mereka
meyakini bahwa semua ‘pertanda’ (symbol) lambang alam semesta yang mampu mereka
tangkap itu datangnya dari Tuhan semesta alam. Atas kehendak-Nya semua
itu nanti akan bisa terjadi. Symbol hakekatnya tidak akan memeberikan ‘arti’
apa-apa. Kehendak Allah-lah yang utama. Manusia senantiasa harus
menggunakan logika akal ini. Kemudian dengan ‘kebijaksanaan’ dan
‘kearifan’ yang tinggi penuh tanggung jawab mereka akan mengimplemantasikannya
bagi ‘kemaslahatan’ umat manusia. Mereka akan melaksanakan ‘tugas’ ini
dengan sepenuh hati dan tanggung jawab, sebagaimana seorang ‘hamba sahaya’.
Inilah hikmahnya.
Namun
diisisi lain, banyak sekali manusia yang kemudian mencari-cari ‘Shaad’ di alam
semesta dengan nafsu mereka sendiri. Inilah yang patut di waspadai. Realitas
dan fenomena perlambang ‘Shaad’ banyak sekali yang di tafsiri keliru. Sehingga
menjadikan manusia jatuh kelembah kehinaan. Tidak ada
kemaslahatan perlambang ini kecuali bagi manusia yang berakal.
Sebab dengan mereka menerima amanah perlambang ‘Shaad’, sejatinya
mereka ‘harus’ sudah mengetahui ‘konsekuensi logis’ atas amanah
tersebut. Mereka meyakini bahwa semua itu akan dimintakan pertanggung
jawabannya. Sudah di beritakan perihal, Fir aun yang mengingkari hal ini maka
kepadanya berlaku hukum-hukum Allah. Inilah konsekuensi logis atas ‘amanah’
yang di abaikannya. Mereka harus menggunakan akalnya untuk memahami ini.
Kuasa
kegelapan dan kuasa terang
Manusia
yang mampu ‘membaca’ dan menerima konsekwensi atas amanah ‘Shaad’ ini. Mereka
akan semakin ‘tunduk’ dan semakin ‘arif’ dalam setiap tutur kata, laku dan
perbuatannya. Mereka akan semakin ‘berserah diri’ dan harmoni dengan alam
semesta ini. Sebab mereka memahami bahwa hakekatnya apa yang mereka miliki
adalah titipan Allah semata. Mereka akan mengatakan dengan sebenar-benarnya.
Sebagaimana perkatan mereka yang di kisahkan Al qur an dan firman-Nya ;
Katakanlah: "Wahai Rabb Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan
kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan dari
orang yang engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang
Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan
Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
(QS. 3:26)
Ditangan
Allah setiap ‘Shaad’ atas segala sesuatu. Allah akan memberikannya kepada
siapapun. Baik dia itu orang kafir, beriman, munafik, bahkan kepada Iblis
sekalipun telah di berikan ‘Shaad’ ini. Begitu juga atas benda-benda yang di langit dan di
bumi, telah diberikan ‘Shaad’ atas diri mereka itu, sesuai
dengan peruntukkannya masing-masing.
Iblis
telah meminta ‘Shaad’ atas kuasa kegelapan ;
Iblis
menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,
(QS. 38:82)
Maka
karenanya Iblis memiliki kemampuan dan kekuasaan untuk menyesatkan siapa saja
yang di kehendakinya. Baik jin ataupun manusia akan dengan mudahnya berada di
dalam ‘kekuasaan’ Iblis. Kuasa atas ‘Shaad’ atas kunci kegelapan telah
diberikan kepada sang Iblis. Meskipun Iblis sangat sadar atas pilihan yang di
ambilnya (yaitu) bahwa dengan meminnta ‘shaad’ tersebut dia akan mendapatkan
konsekuensi ~ menjadi kekal di neraka !.
Jika Iblis
di berikan ‘kuasa’ alam kegelapan. Maka manusia telah di berikan ‘Shaad’ atas
‘kekusaaan’ alam matery. Maka alam materi semuanya akan tunduk untuk
dipergunakan sebagai apa saja oleh manusia. Inilah ‘fitrah’ awal manusia yang
di berikan kepada bapak para nabi (Adam). Maka dengan ‘kekuasaannya’ ini
manusia akan mampu menciptakan apa saja di era tekhnology ini. Dengan ‘Shaad’ ini
manusia mampu membangun peradaban dunia sebab kunci ‘Shaad’ ada di tangan
manusia.
Maka
kepada manusia , di harapkan berlomba-lomba untuk mendapatkan‘Shaad’ ini. Kepada seluruh umat manusia, siapa saja, dari suku apa
saja, beragama apa saja ‘dipersilahkan’ untuk mendapatkan‘Shaad’ ini. Silahkan berusaha untuk mendapatkan bagiannya
masing-masing. (Yaitu) kekuasaan manusia atas matery (tekhnology). Sebab
sekali lagi, bahwa‘Shaad’ini telah sejak awal diberikan kepada bapak
manusia (Adam).
Maka
‘celakalah’ manusia yang tidak mau mengejar untuk mendapatkan ‘Shaad’
ini, dia akan akan menjadi bangsa (kaum) yang tertinggal dalam peradaban. Sebab
karena itulah hukum-Nya yang di symbolkan dengan‘Shaad’. Sunatullohnya
begitu. Di harapkan kepada umat muslim mengerti hukum ini. Itulah isyarat
Al qur an.
Namun kepada manusia-manusia lainnya ada tambahan ‘bonus’ ‘shaad’ yang
lainnya, yang diberikan sebagai ‘wakil’nya di dunia, manusia yang menjadi
saksi-Nya bahwa Dia ber kuasa atas segala sesuatu atau pun juga yuang
diberikan-Nya sebagai ujian kepada manusia dalam skenario-Nya menyempurnakan
jiwa manusia ;
Kemudian kami tundukkan
kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang
dikehendakinya, (QS. 38:36)
dan (Kami tundukkan
pula kepadanya) syaitan-syaitan semuanya ahli bangunan dan penyelam, (QS.
38:37)
Inilah anugerah kami;
maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) dengan
tiada pertanggungan jawab. (QS. 38:39)
Jika kuasa kegelapan, ‘Shaad’nya
diberikan kepada Iblis , sehingga Iblis memiliki kekuasaan atas syetan,
(yaitu) adalah makhluk-makhluk yang berada di alam kegelapan. Sehingga karenanya Iblis merajai dan menjadi Penguasa kegelapan. Maka
dunia sebaliknya, yaitu ‘dunia cahaya’ atau ‘dunia terang’ , ‘Shaad’nya
di kuasakan kepada Malaikat Jibril. Jibrillah yang membawa ‘cahaya’ Al qur
an.
Demikian juga halnya jika alam matery yang terlihat dan mampu di indrai,
‘Shaad’ nya di kuasakan kepada manusia maka alam ghaib, ‘Shaad’ nya di kuasakan
kepada para Jin. Para Jin lah yang membangun peradaban dunia mereka sendiri.
Dunia ‘ghaib’ yang ‘mirip’ sebagaimana dunia manusia.
Sebab ‘Shaad-shad’
telah dukuasakan kepada masing-masingnya, maka Allah kemudian memberikan
petunjuknya melalui Al qur an agar baik jin atau manusia yang menghuni dunia
ini, menjadi sadar dan mampu menjadikan ‘Al fur qon’ ini menjadi
‘pembeda’ atas ‘gelap’ dan ‘terang’ agar mereka menjadi sempurna jiwanya.
Menjadi makhluk yang mulia.
Allah yang akan
mengawasi dan menjadi hakim atas ‘Shaad’. Siapakah orang yang paling baik
amalnya. Ketika di manahkan atas mereka ‘shaad’ ini. Sunguh Allah akan meminta
pertanggung jawaban perihal ini.
Dengan pemahaman
tersebut maka rangkaian ayat-ayat ini menjadi mudah dipahami, bagaimana
Allah telah menetapkan konsekuensi atas masing-masing ‘amanah’ ;
Iblis menjawab:
"Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya” (QS. 38:82)
Allah berfirman:
"Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya kebenaran itulah yang
Ku-katakan". (QS. 38:84)
“Sesungguhnya Aku
pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang
yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya.” (QS. 38:85)
Begitulah konsekuensinya.
Maka kepada siapapun makluk-Nya, yang dititipi amanah ‘Shaad’ , berlaku sumpah Allah sebagaimana dimaksud ayat tersebut.
Karenanya, siapapun yang mengikuti dan berkiblat kepada Iblis maka dia
akan menjadi penghuni neraka, dan dia kekal di dalamnya. Maka kenapakah para
pimimpin negeri ini tidak memahami symbolisasi ini.
Menjadi hikmah kita semua bahwasanya (bagi
manusia yang berakal) kita akan terus berusaha untuk mendapatkan
makom ‘mukhlis’ inilah wilayah steril, sebab ‘Shaad’ Iblis tidak berlaku
di wilayah (makom) ini, Iblis pun tidak dapat masuk, untuk
memperluas daerah kekuasaannya disini. Maka jiwa
manusia se-harus-nya memasuki (berada) di makom ‘mukhlis’ ini. Agar lepas dari
‘kekuasaan’ Iblis.
Wolohualam bisawab.
Salam
arif
Komentar
Posting Komentar