Kajian Simbol 0, Mengurai Simbol dan Makna


E = m c2  (Einstein)
Alif Lam Mim   (QS. Al Baqoroh ; 1)


Mengawali kajian, kedua huruf tanpa kata ini, (adalah)
Kedua postulat tanpa kata yang tidak memiliki makna (?).
Saya hantarkan dan saya coba sandingkan dalam satu pemahaman.

Apakah E = m c2  memiliki arti dan makna bagi kita ?.
Apakah Alif Lam Mim  memiliki arti dan bermakna bagi anda ?.

Di tangan para ahlinya kedua postulat ini (ternyata) memiliki kedalam makna yang ˜luar biasa. Kedua postulat ini mampu menghancurkan dunia. (Juga) mampu membangun peradaban manusia.  Bagaimanakah keadaannya ?. Maka dengan kajian ini,  saya ajak kepada sidang pembaca untuk melakukan eksplorasi bersama. Menguak ˜rahasia keberadaan huruf-huruf tanpa kata, yang terserak di alam semesta yang  menunggu kesadaran manusia untuk membacanya.  

Ada apakah dengan makna kata ?

Setelah lelah berjuang untuk pulang, mengejar suatu keadaan di dalam suatu ˜hari yang di agungkan yaitu suatu hari yang fitri , suatu hari besar yang disebut sebagai  Idul Fitri. Suatu hari yang konon seluruh umat muslim kembali ke dalam fitrah mereka sebagaimana manusia.

Perjuangan melalui rasa haus dan lapar, perjuangan membengkap rahsa agar tetap dalam kotaknya, tidak menggelegak keluar menjadi nafsu dan keserakahan untuk mengangkangi apa saja. Meredam dan menyimpannya rapat-rapat. Mencoba menjadi manusia yang santun dan alim tampak di muka. Dengan kopiah dan sarung menyambangi masjid di setiap malamnya.  Begitulah keseharian, satu bulan lamanya.

Berjuang melalui harta dan tenaga, melakukan apa yang diperintahkan agama. Kemudian setelahnya, menempuh sekian perjalanan, ber mil-mil jaraknya. Perjuangan    yang kadang tidak sebanding dengan apa yang didapatkannya. Sebab setelahnya kita seperti tidak mendapatkan apa-apa.

Capai dan lelah  jiwa, melakoni semua ritual itu. Kembali ke Jakarta masih dalam sejuta tanda tanya menggayuti  di jiwa. Kesemuanya terakumulasi di setiap tahunnya, terpupuk menjadi energy potensial yang setiap saat  dapat meledak, ketika ada momentum yang memicunya.

Kita terpana dan tidak pernah mengerti mengapa ?. Nampak di tampilan muka ritual tersebut tidak memberikan warna. Sama saja, bahkan  muka kita  makin kusut dan lusuh saja. Ketika kembali kembali ke Jakarta ke dalam hiruk pikuk Ibu kota, sepertinya menjadi semakin nelangsa.

Melihat keberhasilan rekan sekampung yang datang dengan segala atribut ˜kemewahan matrialisme, menggoreskan ˜lara di jiwa mereka. Rahsa ini menjadi  menjadi ˜daya dorong sang nafsu untuk mendapatkan seperti yang diperoleh rekannya.  Pikiran dan angannya benar-benar seperti  ˜tersulut  api yang membakar. Semangat untuk meraih semua kemewahan telah menjadi bagian wajah mereka yang tak mampu di sembunyikan yang akan mereka wujudkan nanti menjadi ˜aksi setelah kembali ke Jakarta.

Bagaimanakah aksi mereka setelah ritual ˜kepulangan di lakoni ?.

Wajah-wajah muslim di  Ibu kota dan di kantong-kantong perkotaan, menjadi semakin ˜sensitif, nampak menjadi semakin ˜gahar di setiap tahunnya. Dalam percaturan dinamika kota. Apa yang nampak di mata adalah bagaimana cara tercepat meraih kemewahan ala Ibu kota. Dan ˜memoboyong'nya dalam ˜kepulangan lain lagi  di tahun berikutnya.   

˜Kepulangan™ menjadi hari ˜seremonial tanpa makna. Tidak pernah membekas dan menjadi referensi jiwa. Lebih banyak menyisakan ˜masgul di dada dan segumpal pertanyaan mengapa ?. Takdirnya tidak sebaik rekan-rekan sekampungnya.

Selalu begitu setiap tahunnya, begitu jiwa dalam keadaannya. Jiwa tidak pernah bisa berubah kecuali manusia tersebut yang merubahnya sendiri. Maka makna ˜kepulangan kepada ˜fitrah manusia sebagaimana menunggu ˜mukjijat, yang  ada hanya dalam angan dongengan belaka bagi  mereka. Bagaimana sebenarnya ˜fitrah manusia itu sendiri. Kita bahkan tidak pernah mau memikirkannya. Kata tersebut seperti asing di telinga, meski setiap tahunnya di sebut dan dibesar-besarkan.

Kita tidak pernah mengerti dan merasakan bagaimana â€˜makom fitri’. Sebab kita tidak pernah mampu mengungkap rahasia ˜fitri itu sendiri di dalam kesadaran kita yang me ˜lakoni nya. Mampukah manusia menjadi ˜fitrah setelah melakoni puasa dan menempuh ribuan mil dalam  ˜kepulangan mereka ?.

Bagaimanakah keadaannya ?.

Ada apakah dengan ˜fitrah manusia mengapa kita harus pulang kepada ˜fitrah kita sebagai manusia ?. Seperti apakah ˜fitrah™ itu ?. Jikalau kita saja tidak mengerti, mengapakah masih mencari keadaan (hal) ˜fitrah™ ini ?. Begitu gencar para pedakwah menyarankan diri kita untuk kembali kepada ˜fitrah.  Benarkah kita mampu mencapai ˜fitrah itu sendiri ?.

Maka keadaannya kata ˜f-i-t-r-a-h™ sebagaimana nasib huruf tanpa kata yang di hantarkan di muka. Hanya orang-orang yang ˜mau menekuni saja yang mampu menggunakan makna hakikat ˜fitrah menjadi sebuah ˜realitas bagi dirinya sendiri dan alam sekitarnya. Dan orang-orang seperti itu hanya dapat di hitung dengan jari jumlahnya. Apakah keadaannya akan seperti itu ?. Islam akan jauh dari ˜fitrah' nya sendiri ?.

Logika berfikir inilah yang mendasari kajian-kajian yang akan di hantarkan berikutnya. Untuk menjawab ˜postulat huruf tanpa makna yang beserakan di jagad raya. Sesungguhnya manusia tinggal ˜memungutinya. Dan Einsten salah satu ˜Pemulung yang berhasil memungut huruf yang tercecer itu.
Menggabungkannya dalam suatu rangkaian E = m c2.  
Bagaimana dengan postulat Alim Lam Mim ?.

Bagi yang berilmu akan mengerti bahwa postulat Einsten adalah salah satu proses, menjadi suatu  bagian ˜parsial dari postulat Alif Lam Mim.  E = m c2  adalah bagian ˜integral dari hakikat Alif Lam Mim.  

Dengan berserah diri, memohon pengajaran-Nya. Insyaallah kajian akan dihantarkan berseri.

Diiringi ungkapan hati yang terdalam, Semoga kita dalam lindungan-NYA. Dalam mengkaji simbol-simbol ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali