Kajian Al Dzauk 4, Mengapa Manusia Harus Diuji


Berbangga dalam angan

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : “Kami telah beriman”, sedang merekatidak diuji lagi? .“ (QS. 29:2)

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan  : “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku  dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam. “(Q.S Al An’aam : 162)

Ugh…!. Maka Allah dalam firman-Nya mengatakan :

“Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. “ (QS. 29:3)

Siapakah yang benar dalam perkataannya, dalam ikrarnya, sebagaimana ikrarnya dalam setiap sholatnya “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam”.  Dan siapakah yang hanya main-main saja, dia berdusta dengan ikrarnya itu, tidak sungguh-sungguh ?.

Setiap jiwa tidak akan pernah menyadari ini. Tidak akan pernah merasa jikalau di dalam hatinya hanya pura-pura atau main-main saja. Jikalau tidak di uji pikirannya itu. Dipikirannya apa yang sudah dilakukannya, apa yang di ucapkannya adalah benar, dan datang dari dalam jiwanya. Sehingga mereka berjalan di muka bumi dengan sombong dan dengan pongah jiwa mengatakan jika dirinya telah beriman. Berbangga dalam pikirannya sendiri.

Maka karenanya, kemudian,  setiap jiwa di datangkan ujian baginya masing-masing. Setiap diri akan di tunjukkan apakah dia berbohong atau dia benar dalam ucapannya. Semua itu akan terbukti, ketika dan saat dia, berhadapan,  dihadapkan kepada ujian-ujian dan cobaan-cobaan hidupnya masing-masing. Apakah dia akan tetap bersandar dan memohon pertolongan-Nya dengan sabar atau tidak..?. Apakah dia tetap berserah diri, bersandar kepada maunya Allah atau malahan mencoba mengatur-atur Allah ?. Maka dalam dimensi sang jiwa akan nampak perbedaan itu.  

Akan nampak sekali sang furqon (pembeda), bila kita duduk dalam kontemplasi. Merasakan apa yang ber lintasan dalam pergolakan jiwanya. Terbaca jelas oleh sang jiwa kemanakah kecenderungan dirinya apakah kepada kefasikan  atau kepada ketakwaan.  Demikian juga akan terasakan apakah benar bahwa sholatnya, ibadahnya, hidup dan matinya hanya untuk Allah atau malahan untuk selain Allah. Yaitu kepada harta dunia, tahta atau wanita misalnya. Sungguh jiwanya akan merasakan itu. Dalam bening hati semua lintasan itu teramati.

Jiwa hakekatnya dapat memahami kesalahan pada dirinya, nuraninya mengerti itu. Namun kembalinya, siapakah yang menang dalam pertarungan tak berkesudahan itu. Ibliskah atau malaikat. Pemenangnya akan muncul sebagai perilaku, dan akhlak manusia itu sendiri dalam kehidupan sehari-harinya. Menjadi kartakter-karakter yang sudah sering di ungkapkan Al qur an. Karakter orang munafikkah, karakter orang sholeh, karakter orang sabar, ataukah karakter-karakter lainnya lagi. Sesungguhnya hati berkaca dan mengerti itu. Jika dia mau mendengarkan Al quran. Karena Al quran berkata kepada hati hati yang bening. Al quran akan menunjukan dan akan menjadi pembeda. Bagaimana orang-orang yang diberi nikmat Tuhannya dan bagaimana orang-orang yang sesat. Sejatinya hati mengerti. Sangat mengerti !.

Maka sejatinya, penempuh jalan spiritual harus memahami keadaan potensi jiwanya ini. Kemanakah kecenderungan sang jiwa, dirinya layaknya bertindak sebagaimana sang kusir pedati yang mengendalikan larinya kuda.  JIka kecenderungan jiwa menyimpang, maka tali kekang harus di tarik kuat-kuat agar jiwa me-ngerem laju nya. Begitu juga,  jika kecenderungannya sudah  ke arah ketakwaan maka tali harus di longgarkan. Inilah olah diri dalam spiritual. Namun jalan ini sungguh berat, karena ada balutan rahsa yang berguliran yang datang disusupkan, atau kadang sebagai cobaan dan ujian Allah bagi hamba-hambaNya. Menguji siapakah yang teguh, benar dalam perkataan hatinya, ataukah orang yang bohong dengan perkataan hatinya itu.

 Sholat untuk siapa, ibadah untuk siapa..?

KepadaMu ingin kupersembahkan bakti dan sujudku
Sekian lama terselubung dalam langit
namun aku tetap setia
Mencari Engkau yang memberi kehidupan
dan senantiasa akan menjaga
Biarlah jiwa kupasrahkan, peluklah
ragaku di dalam dekapanMu
KepadaMu ingin aku tumpahkan segala-galanya
Jalan panjang telah aku lewati
menyusuri kegelapan
Secercah sinar yang gemintang merasuk,
membuka seluruh kesadaranku
Di mana aku dapat rebah tenteram
tidur lena dalam pelukanMu?
Mencari Engkau yang memberi kehidupan
dan senantiasa akan menjaga
Biarlah jiwa kupasrahkan, peluklah
ragaku di dalam dekapanMu
Secercah sinar yang gemintang merasuk,
membuka seluruh kesadaranku
Di mana aku dapat rebah tenteram
tidur lena dalam pelukanMu?
(Tobat by Ebiet G Ade)

Pernahkah merasakan dan membayangkan, bagaimanakah rasanya sholat yang benar-benar kita tujukan hanya untuk Allah Tuhan semesta alam..?. Seperti apa..?

Pernahkah merasakan dan membayangkan, bagaimanakah rasanya ibadah yang benar-benar kita tujukan hanya untuk  AllahTuhan semesta alam..?.

Pernahkah merasakan dan membayangkan, bagaimanakah rasanya menjalani  hidup yang benar-benar kita tujukan hanya untuk Tuhan semesta alam..?.

Pernahkah merasakan dan membayangkan, bagaimanakah rasanya mati dalam keadaan yang benar-benar kita pasrahkan untuk Tuhan semesta alam..?.

Pernahkah merasakan dan membayangkan, bagaimanakah rasanya keadaan berserah diri kepada Tuhan semesta alam..?. Seperti apakah..?.

Semua dalam tataran kesadaran .
Semua dalam tataran rahsa di jiwa.
Bagaimanakha mengungkapkannya..?.

Tuhan membimbing kepada kita, melalui ujian-ujiannya. Tuhan ingin menunjukan bagaimanakah sebenarnya keadaan itu melalui ujian dan cobaannya. Bagi yang menetapi, diantara gelisahnya, diantara ketakutannya, diantara rahsa kehilangan dan lain sebaginya, maka dirinya akan diam mengamati akan berpegang teguh pada keyakinannya. Semua dari Allah akan kembali kepada Allah. Segala urusan kembalinya hanya kepada Allah. Dia tidak akan pernah bertanya lagi. Dibiarkannya sang raga tetap dalam keadaannya, menjalankan rutinitas sehari-hari. Menjalani, menetapi ujian, cobaan, musibah, apapun kejadian yang dalam persepsi manusia merugikan dirinya.

Jiwa tetap ber silatun, memohon pertolongan kepada Allah. Jiwa tetap bersama sang raga, mendampingi raga menjalani semua cobaan itu. Jiwa tidak meliar, jiwa tidak mengangankan, jiwa tidak ber andai-andai lagi. Seandai jadi Gayus Tambunan yang bisa korupsi sebanyak banyaknya (maka dia tidak akan di kejar hutang), seandainya jadi Presiden tentunya dia akan dengan mudah mengatasi persoalan yang membelitnya, dan sebagainya dan sebagainya. Sebagai apalagi, sebagai apanya lagi. Jiwa tetap diam menikmati, mengamati,  melakoni, dan menetapi semua kejadian demi kejadian yang dialaminya, dengan tetap bertasbih, bertakbir dan bertahmid. Ber dzikrir kepada Allah. Dalam sebuah keyakinan yang menghujam, teguh  di hati Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam.”

Jiwa mengikhlaskan, memasrahkan raga kepada Tuhannya, mau di perjalankan apa saja, terserah maunya Allah. Mau di beri tugas apa saja terserah maunya Allah, pasrah, berserah diri total. Bahkan seandainya raga akan memerankan adegan, saat sang debt collector menondongkan belati di lehernya, jiwa tetap dalam keyakinannya. Semua terjadi atas kehendak Allah. Berserah diri, memasrahkan raganya untuk di gunakan Allah. Jika karena ini dirinya mati. Maka itu memang sudah  kehendak Allah. Dalam rencana Allah. JIwa terus akan berbaik sangka. Jiwa tidak resah lagi, jiwa tidak gundah lagi, tidak gulana lagi, tidak was-was lagi. Setiap kejadian yang menimpa dirinya adalah demi kebaikan dirinya pula. Inilah keyakinannya.

Sungguh ini jalan terjal, mendaki lagi sukar !.

Pergulatan ini adalah pergulatan seumur hidup, mengendalikan keliaran jiwa agar selalu dalam keadaannya itu. Setiap detik, setiap menit, setiap hari, sepanjang tahun, selama hidupnya. Bertarung dalam kesadarannya, mempertahankan kesadaran La ila ha ilallah. Tiada Tuhan selain Allah, Tuhan  yang mengatur semua itu. Dalam keadaan keyakinan yang nyata, sebagaimana ikrarnya  Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam.”

Ada seberkas sinar menyelinap jatuh di ilalang
Tersentak 'ku bangun dari impian
Aku melangkah susuri sungai
kembali mencari kegaiban
Mu

Suara jengkerik bernyanyi menyusup dan menggeletar
Kegaduhan ini begitu sepi
Seperti diam, seperti mati
Yang nyata hanyalah aku sendiri

Jangan Engkau menganggap aku mengusik istirah
Mu
Dada ini seakan hendak meledak
Sekian lama menahan rindu
Betapa pun jauh yang t'lah kutempuh

Coba Engkau isyaratkan bahwa 
Engkau ada di sampingku
Seperti yang tertulis dalam firman
Mu
Seperti bintang, bagai rembulan
menyiram melegakan jiwaku

Aku dan istriku setiap saat berdoa
Agar 
Engkau peluk kami berdua
Aku dan istriku setiap waktu bersyukur
atas s'gala yang telah 
Engkau limpahkan
Kami tengah berjuang
meraih bintang-bintang,
tembus kepekatan mega
Ulurkanlah tangan
Mu, taburkanlah kasihMu,
puji kehadiran
Mu, amin

Semoga Engkau mendengar apa yang aku idamkan
adalah hakekat bahagia sejati
Kupertaruhkan segala-galanya
padangilah jalan kami berdua

(Tetes tetes doa by Ebiet G Ade)

Sebegitu doa kami kepadamu ya.. Allah. Sebagaimana sebesar pengharap kami atas rahmatMu, atas ridhoMU. Pandangi kami, berilah terang jalan kami.  Tiadalah yang dapat menolong kami selain Engkau ya Allah.  Ajarkan kami bedoa sebagaimana telah Engkau ajarkan kepada orang-orang pendahulu kami. Janganlah Engkau uji kami, ujian yang tidaklah kami mampu memikulnya. JanganlahEngkau uji kami ujian yang berat sebagaimana telah Engkau uji, orang-orang sebelum kami. Ampunilah kami, sungguh Engkau Allah Tuhan yang Maha Pengampun Pengasih dan Penyayang.

Allah tidak memberati seseorang melainkan apa yang terdaya olehnya. Dia mendapat pahala kebaikan yang diusahakannya dan dia juga menanggung dosa kejahatan yang diusahakannya. (Mereka berdoa dengan berkata):“Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau mengirakan kami salah jika kami lupa atau kami tersalah. Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau bebankan kepada kami bebanan yang berat sebagaimana yang telah Engkau bebankan kepada orang-orang yang terdahulu daripada kami. Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tidak terdaya memikulnya dan maafkanlah kesalahan kami, serta ampunkanlah dosa kami dan berilah rahmat kepada kami. Engkaulah Penolong kami; oleh itu, tolonglah kami untuk mencapai kemenangan terhadap kaum-kaum yang kafir”. (QS. Albaqoroh; 286).

Wolohualam

Salam
arif

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali