Kajian Ar Raja, Romantika Yang Gelisah


Mari kita tunggu datangnya hujan/Duduk bersanding di pelataran/sambil menjaga mendung di langit/agar tak ingkar, agar tak pergi lagi/Kasih, kemarilah duduk merapat/sama-sama tengadahkan wajah/agar lebih tegar kita memohon/turunnya hujan basahi bumi ini/Kau dengar ada jeritan/ilalang yang terbakar dan musnah/Usah menangis/simpan di langit/Jadikan mendung/segera luruh jatuh ke bumi/Basahi ladang kita yang butuh minum/basahi sawah kita yang kekeringan/basahi jiwa kita yang putus asa/Kemarau ini begitu mencekam/Kasih, kemarilah duduk merapat/sama-sama tengadahkan wajah/agar lebih tegar kita memohon/turunnya hujan basahi bumi ini/Kau dengar ada jeritan/ilalang yang terbakar dan musnah/Usah menangis/simpan di langit/Jadikan mendung/segera luruh jatuh ke bumi/Basahi ladang kita yang butuh minum/basahi sawah kita yang kekeringan/basahi jiwa kita yang putus asa/Kemarau ini begitu mencekam (Doa sepasang petani muda, by Ebiet G Ade)

Sebaris doa di panjatkan sepasang petani muda di belahan benua sana. Bagian yang mengalami kekeringan. Sementara di bagian benua lainnya, banjir badang melanda dan meluluh lantakan apa saja. Manusia disana  ber doa  kepada Tuhannya mohon segera di berikan terang, diberhentikan hujan. Kontradiksi dalam tataran kesadaran manusia, bagaimana jika jarak mereka di dekatkan..?.

Entah sudah berapa juta manusia bahkan berapa milyard manusia atau lebih,  mencoba menarik keberpihakan Tuhan kepada dirinya. Keberpihakan Tuhan atas kepentingannya. Di belahan dunia manapun. Agar Tuhan senantiasa memenuhi apa saja hajat kebutuhannya. Tak peduli apapun profesi, strata sosialnya, yang miskin dan yang kaya memiliki kepentingan yang sama untuk menarik keberpihakan Tuhan. Dari sebersit doa, kemudian menghiba, menangis , melolong atau bahkan hingga hysteria. Memanggil, meneriakan nama Tuhannya. Dengan bermacam cara, bermacam gaya, dan bermacam-macam kepentingan yang menyertainya. Sifat keluh kesah manusia melatari itu semua. Tak peduli agamanya apa, sifat fitrah manusia selalu membutuhkan Tuhan.

Romantika kesedihan manusia, menjadi alasan tersendiri untuk senantiasa ber dua dengan Tuhannya. Romantika nafsu manusia yang ingin selalu di penuhi hasratnya, juga menjadi alasan mereka untuk selalu mencari Tuhan agar berpihak kepadanya. Memerintah Tuhan agar mau memenuhi hajat mereka.  Tidak ada yang salah memang. Apakah kita kemudian menyadari bahwa semua manusia ternyata berdoa dengan tujuan yang sama. Dengan kepentingannya masing-masing. Mulai dari ulama, kyai, pejabat, politikus, preman, pelacur, perampok, dan lain sebagainya, apapun sebutannya bagai profesi manusia. Tanpa mereka sadari selalu mencoba bersandar kepada Tuhan mereka dalam segala aktifitasnya. Berdoa dengan cara mereka masing-masing.

Perampok berdoa agar dilancarkan pekerjaannya, di selamatkan nyawanya. Pelacur berdoa agar di perbanyak tamunya. Koruptor berdoa agar jangan sampai terbuka aibnya. Dan lain sebagainya.  Ulama berdoa agar seluruh wilayahnya masyarakatnya masuk Islam semua, yang pendeta juga berdoa sama agar seluruh wilayahnya itu masuk Kristen semua, begitu juga Hindu, Budha , dan lainnya.

Pertanyaannya, kepada siapakah Tuhan akan berpihak..?.
Kyai akan selalu mengatakan Tuhan ada di pihaknya..!
Pendeta juga akan berkata bahwa Tuhan akan selalu berada di pihaknya..!
Penguasa juga akan berkata Tuhan selalu memberkati mereka..!
Setiap Partai Politik menyatakan keberpihakan Tuhan atas visi dan misi mereka..!

Semua manusia melakukan klaim atas keberpihakan Tuhan kepada dirinya. Semua golongan , sekte, mahzab, aliran, agama, profesi, partai politik, dan lain sebagainya, pasti melakukan klaim bahwa Tuhan berpihak kepada mereka. Mereka men-justifikasi dan melegitimasi keberpihakan Tuhan.

Nyatanya Tuhan tetap tidak berpihak, masih ada Kristen, masih ada Islam, Budha, Hindu, dan aliran-aliran kepercayan lainnya. Masih ada koruptor, masih ada pelacur, masih ada dermawan, masih ada ulama, masih ada perampok, dan juga masih ada profesi-profesi lainnya di muka bumi ini. Mereka semua mendapatkan kasih sayang yang sama dari Tuhannya.  Meski lelah semua bertikai, meski lelah setiap golongan bersitegang, atas kebenaran mereka. Tuhan manusia nyatanya hanya satu. Tuhan yang maha esa. Tuhan yang tidak pernah ber pihak di dunia ini. Tuhan yang dengan kasih sayangnya , menyambangi setiap makhluk-Nya. Memberikan apa saja yang mereka butuhkan, tidak peduli, Nasrani, Islam, Hindu, Budha atau lainnya. Apakah kita kecewa..?.

Manusia senantiasa di suruh ber fikir, jalan mana yang harus di tempuh untuk menggapai ridhonya. Hanya ridhonya saja, yang merupakan jaminan keberpihakan Tuhan atas dirinya. Dan senantiasa berjuang terus untuk di jalan itu hingga akhir hayatnya. Memohon dan selalu memohon agar di tunjukkan jalan , dan di matikan dalam ke adaan khusnul khotimah. Hanya itu upaya manusia, selebihnya hanya buaian semata. Jikalau mereka di berikan kebaikan, bukanlah itu jaminan bahwa Tuhan ber pihak kepada mereka. Karena hakekatnya semua adalah pemberian dan berkat rahmat Allah saja.  Tidak ada satu klaim kebenaranpun atas diri manusia, yang mampu menjamin bahwa dirinya akan masuk surga , dan juga keberpihakan Tuhan atasnya, atas golongannya.

Usai sudah kata kataku
Sendiri terkunci disini
Menatap belukar karang terjal
Arang semua mimpiku

Coba singkirkan gamang hati
Menjadi belati sendiri
Menembus dinding kelam langit hitam
Bersama geram di nadiku

Tanah oh tanah tanahku
Beri baja ragaku
Kan ku terjang semua yang menghadang
Ke batas takdir yang kupunya

Koyak sudah semua yang ada
Terkoyak ke dasar sukmaku
Sendiri tergantung di gelap malam
Berakhirkah ku disini ?

Sirna kini kesombonganku
Terhempas berkali dan luka
Diterkam beku digerus badai
Tawarkan ku tuk menyerah

Api oh api apiku
Beri bara darahku
Kan kuterjang semua yang menghadang
Ke batas takdir yang kupunya

Tuhan oh Tuhan Tuhanku
Beri mata hatiku
Tetap kusadarkan Kau pelindung diriku
PadaMu ku berserah diri (Dalam Kuasa MU by Iwan Fals) 

Romantika dalam doa  

Sayangnya manusia akan selalu ber keluh kesah. Dalam romantisme, dalam sentimentil, dalam ungkapan gelisah dan resah. Dalam menapaki jalan kehidupannya. Sayangnya lagi, Ungkapan perasaan, romantisme, kesedihan, dengan segala romantikanya, sulit sekali mendapatkan ruang dalam teologi Islam di Indonesia ini. Padahal realitas anak manusia jaman sekarang ini tidak bisa terlepas dari itu semua. Semakin tinggi kesejahteraan masyarakat maka akan semakin kental masyarakatnya dengan urusan perasaan. Manusia akan semakin sensitive, manusia akan semakin mengedepankan egonya, mengedepankan perasaannya, mudah tersinggung, mudah patah hati, mudah marah, mudah menangis, mudah tertawa, mudah jatuh cinta, dan sejuta rahsa lainnya. Maka dijaman ini sentimental SARA akan dengan mudah tersulut. Sentimentil agama, golongan dan mahzab, berikut sekte-sektenya, akan mudah sekali meliar, tergantung bagaimana mengemasnya.

Maka kita dapati, dengan mudahnya umat Islam terpecah dan di pecah-pecah menjadi bersebrangan meski sama-sama muslim. Terpecah berdasarkan pesanan-pesanan, kemasan politik, atau kepentingan lainnya. Gejala ini sedemikian kuat terjadi di kota-kota besar. Demonstrasi pro dan kontra, Demo pesanan,  tawuran , kekerasan antar remaja, narkotika, pelecehan seksual, dan lain sebagainya, marak terjadi. Bukan tidak mungkin, Di tengah himpitan kehidupan yang semakin keras ,  akan melahirkan generasi muslim yang frustasi.

Perkembangan jaman, perubahan mentalitas, psikologi masyarakat modern ini, terlambat di antisipasi para teolog Islam di Indonesia. Gagalnya transformasi dari kaum tua kepada kaum muda, melahirkan generasi yang gamang. Sistem pendidikan Islam sekarang ini telah melahirkan generasi muslim yang pragmatis. Sehingga mengabaikan sisi akhlak dan moralitras. Sangat ironis, dengan  mayoritas masyarakatnya yang ber agama  Islam , Indonesia terkenal sebagai Negara ter korup di dunia. Apakah yang korupsi bukan orang Islam..?. Ahk.. yang benar saja !. Janganlah kita mencari pembenaran atas nama agama.

Lihatlah, Seandainya kita mendapatkan masalah dengan perasaan kita, kesedihan, kehilangan, keterpurukan, kesakitan atau apa saja, datang kepada seorang teologist , maka sekembalinya kita akan di suruh membaca sekian puluh kali surah ini, sekian puluh kali ayat ini dan itu. Ini fenomena yang tak ketara namun nyata sekali berada diantara masyarakat kita. Bukanlah perihal salah dan benar tindakan ini. Perkembangan jaman menuntut sebuah penjelasan yang lebih rasional. Meski kelihatan sepele, penggampangan seperti ini mengakibatkan bias, dan pergeseran makna dan hakekat surah atau ayat itu sendiri. Lambat laun akan mengancam pondasi ketauhidan umat muslim itu sendiri. Mereka akan semakin jauh dari akar Islam, Ikhsan dan Iman.

Pada saat kita di serang gundah gulana, Islam mengajarkan kepada kita untuk datang kepada Allah, karena hakekatnya Dialah Allah pemilik rahsa. Islam mengajarkan agar setiap umatnya mampu mengenali dirinya sendiri, mengenali potensi-potensi yang ada di dalam jiwanya. Sehingga mereka mampu mengarahkan potensi tersebut kepada suatu kebaikan. Bukannya membunuh potensi yang ada di dalam jiwa. Jika itu keadaanya, suatu saat potensi di jiwa akan meledak, menimbulkan frustasi yang akut. Inilah bahayanya, semisal sakit kepala, maka kita hanya meminum parasetamol saja, tetapi lupa untuk mengobati penyebab sakit kepala itu. Bagaimana jikalau penyebab sakit kepala itu ternyata kanker otak..?. wah…

Keadaan jiwa yang resah dan gelisah, adalah suatu keadaanya yang jauh dari Tuhan. Karena hakekatnya jiwa adalah entitas yang dekat dengan Tuhan. Entitas yang di tiupkan sendiri oleh Tuhan. Jadi jika system pengobatannya, hanya di suruh membaca ini sekian kali, mengamalkan itu sekian puluh kali, seperti analogi obat sakit kepala tadi. Apakah yang akan terjadi ?. Bukankah hanya semakin menutup penyebab utamanya. Akan semakin memperparah keadaaanya..?. Apakah kaum teologist terlambat menyadari problematika ini..?. Problematika umat Islam di Indonesia dewasa ini..?. Terlambat menyadari banyak jiwa-jiwa yang sakit di Indonesia ini. Nampak sudah tampilan masyarakat muslim Indonesia seperti yang kita saksikan sekarang ini. Belumkah tiba saatnya, suatu kaum yang mengingatkan hal ini. Ibu pertiwi menangis, Indonesia menangis, begitu polah manusianya di bumi tercinta ini.

Jika jiwa sedang gelisah berarti manusia itu sedang bermasalah dengan Allah. Maka datangilah Allah dengan sholat, berdzikir mengingat Allah maka hati akan tenang. Inilah jaminan Allah, kepada jiwa-jiwa yang gelisah. Wollohualam.

Mari kita tunggu datangnya hujan
Duduk bersanding di pelataran
sambil menjaga mendung di langit
agar tak ingkar, agar tak pergi lagi
Kasih, kemarilah duduk merapat
sama-sama tengadahkan wajah
agar lebih tegar kita memohon
turunnya hujan basahi bumi ini
Kau dengar ada jeritan
ilalang yang terbakar dan musnah
Usah menangis
simpan di langit
(Doa sepasang petani muda, by Ebiet G Ade)


Salam
arif


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali