Kisah Spiritual, Pengajaran Alam Atas Cinta Terlarang (2-3)
Langit diam dalam genggaman
Dalam perjalanan, Jiwa Mas Dikonthole, sekali
sekali, menyelinap ke masa-masa lalu. Sopirnya, nampak mencuri pandang
melalui kaca spion depan. Hari ini di lihatnya, atasannya nampak
aneh saja. Banyak merenung, tersenyum sendiri, dan pandangannya nyaris kosong,
ada kehampaan, dan seperti menahan rasa sakit yang luar biasa. Dia tidak
berani menanyakan, apalagi mengganggu keasyikan atasannya. Nampak sopir
tersebut mengelus dada, prihatin atas keadaan atasannya.
Atasan yang telah diikutinya selama lebih dari 10 tahun, dia tahu persis
suka duka atasannya tersebut. Bagaimana ketika beliau menjalankan
bisnisnya. Betul-betul dari nol hingga memiliki aset milyaran. Dia tahu saat
terjadi resesi, kemudian di tipu orang hingga jatuh sangat miskin. Di demo
karyawannya, menghadapi para debt collector, dan kesusahan kehidupan lainnya.
Dia mengikuti, mengamati semua itu. Dengan gigih atasannya bertahan. Menghadapi
satu demi satu permasalahan yang ada.
Hingga saat ini, beliau sekarang bangkit
kembali merintis usahanya lagi, bangkit dengan usahanya yang sekarang
ini. Dia juga tahu persis bagaimana keadaan keluarganya. Perjalanan
hidupnya yang memagut jiwa dan raganya. Hingga tampilan raut muka
atasannya seperti sekarang ini. Seraut wajah yang di gilas jaman, dalam
kejamnya kehidupan. Dingin dan keras. Lengkang terkena panas matahari.
Di tengoknya atasannya yang sedang terdiam,
dari sudut ekor matanya. Atasannya nampak sedang menarik nafas berat. Dia tak
mengerti kerisauan atasannya tersebut. “Sekarang
ada apa lagi ini..?!?.”. Batin
sopir tersebut. Tak biasa atasannya menampilkan kerisauan seperti
ini ?. Namun kemacetan jalanan ibu kota memaksanya tidak ber fikir lebih lama.
Dia kembali kosentrasi dengan jalanan di depannya.
Satu dua kali tampak Mas
Dikonthole tersebut menghela nafas. Di hembuskan perlahan, di tarik lagi dengan
kuat ke arah dada dan di hembuskannya sekali lagi. Seperti sedang
menghilangkan kegalauan yang mendera jiwanya. Sesekali dia mempermainkan hand
phone nya, dan melihat penunjuk jam nya. Di sapunya keramaian jalan tol dengan
pandangan mata yang hambar saja, keliatan benar dia resah tak sabar,
entah kepada apa. (?).
Jejak di batas awan
Romansa mendekati titik nadir. Dalam
kulminasi waktu yang tak mampu disembunyikannya. Dan tiba-tiba, gelombang kejut
menghantamnya, tanpa dia sanggup berkelit sedikitpun, jiwanya terlempar,
tubuhnya terkapar..seluruh syarafnya bergetar..BLAAM…BLAAM…BLAM…!.
Dia menjerit tanpa bersuara, menahan
rahsa yang dahsyat menjeratnya….
Kenapakah dirinya....ada apakah dengan rahsa...siapakah yang
menyusupkan itu pada jiwanya...?. Kenapa sakit sekali. Itukah kerinduannya..?.
Kecewanya..?. Ataukah itu yang dinamakan CINTA. Subhanalloh...dia meringkuk
mendekap dada..menahan sakit yang luar biasa....
Dibatas ujung tepi sebuah kursi. Mas
Dikonthole itu masih menyendiri. Menyembunyikan rahsa yang semakin menguliti
nadinya. Dimainkannya hand phone, dilihat penunjuk waktunya. Satu jam lewat
lima belas menit dari waktu yang seharusnya dijanjikannya. Gelisah menerpa.
Resah menyambangi wajah dan seluruh raganya. Salah tingkah kelihatannya.
Menjadi misterinya sendiri, mengapa dia menjadi seperti ini. Jika ada yang
ingin disampaikan, tentunya hanya kepada kekasih hatinya, yang telah
datang sekilas melalui suaranya di pagi hari tadi, kemudian hilang dan pergi,
sekarang entah kemana lagi. Menjadi fatamorgana yang menguatkan ilusinya
kembali. Tentang cinta suci yang tak pernah mati. Bagi dirinya, bagi
kekasihnya. Kekasih yang tak pernah di kenalnya dengan pasti. Apakah dia juga
memiliki rahsa yang sama. Duh..rahsa mempermainkannya kini.
Apakah orang kemudian tak mengerti, ketika
dia kemudian muntah berkali kali, saat tak di dapatinya, suara itu kembali.
Apakah dia mimpi, ataukah dia telah mati. Ataukah dia menjadi ilusi bersama
angin yang membawanya terbang tinggi ke langit. Di dekapnya dadanya, disekap
kerinduannya, di bekap fatamorgana yang menyakitinya. Namun dia hanyalah
manusia biasa, tak mampu mengukap kata dan dia hanya mampu menyendiri dalam
kesakitan yang semakin pasti menyambanginya. Adakah Tuhan sedang mengajarkannya
mencintai, ataukah Tuhan sedang mengujinya apakah dia sanggup menjadi saksi
atas kekuasaan-Nya, Menjadi saksi atas kekuasaan Tuhan yang mampu
menggulirkan hati hamba-hamba-Nya?... Menjadi bukti adanya sebuah daya-Nya,
yang mampu menggerakkan hati setiap manusia untuk menyayangi. Entahlah..dia tak
mau mengerti. Terlalu sulit memahami, apa itu rindu , dendam dan sakit hati.
Semuanya seperti mengunci dan berpilin mempermainkannya lagi.
"Sungguh kejam sekali dia, jikalah dia
tidak menepati janji untuk menelponnya lagi di jam ini, seperti di janjikannya,
di pagi hari tadi, apakah dia tidak punya hati ?..".
Keluhnya meronta jiwa, tangisnya membahana
mengguncang raga. Tubuhnya menggigil, menahan terjangan laksaan semut yang
menjalari syaraf-syarafnya. Dingin sekali, dari ubun kepala sampai ke kaki. Tak
kuasa dia setengah berlari, menahan pedih dan perih, mendekap hatinya.
Menerjang kerumunan bandara yang tak dirasakannya lagi. Terasa sesuatu akan
keluar dari mulutnya. Uarfg!.. Dalam satu raungan yang menyakitkan telinga.
Membangunkan seorang office boy yang sedang menjaga toilet bandara. Hawa itu
keluar dari rongga dadanya. Lemas.seluruh sendinya. Dia menangis tak bersuara.
Menyadari bahwa dirinya tak punya daya sama sekali. Menahan sergapan rahsa yang
tiba-tiba disusupkan begitu saja dalam dirinya. Adakah kekasihnya mengerti
dirinya..?.
Adakah dia mengeluh pada siapa..?.
Adakah kepada kekasih hatinya..?.
Dia tidak pernah ada saat diperlukannya !.
Dan itu terjadi sudah sejak lama !.
Dia dalam amarahnya !.
Maka jika rahsa menggila, kemanakah lagi dia
kembalikan. Jika tidak kepada Tuhannya..?. Sungguh hanyalah kepada Tuhan-Nya
dia kembali. Bak letusan gunung berapi, yang terus tak henti. Hal itu terjadi
dan terjadi lagi. Hinggga dia duduk pasrah dalam suatu sholat yang panjang di
Mushola kecil di bandara. Menyerahkan seluruh raganya, menyerahkan seluruh
rahsa yang di punya, di kembalikannya semua itu kepada Tuhan-Nya. Pasrah yang
dalam, pasrah yang total, pasrah yang sadar, pasrah yang mengerti, bahwasanya
dia tidak mempunyai daya sama sekali. Dia hanya mampu merasakan itu semua,
tanpa mampu menolaknya. Dia hanya perlu memahami dalam kesadarannya,ada Dzat
yang mengatur semua ini. Di luruhkan ego nya, dalam sebuah tangisan yang dalam,
mohon ampun kepada yang Maha kasih dan yang Maha sayang. Bukan dia pemilik
Cinta, biarlah dikembalikannya saja semua. Karena sungguh dia tidak bisa
pahami, apalagi dia miliki. Sungguh cinta tetaplah misteri.
Kisah Cinta
satu Ketika
Bulan diatas langit merah, mencoba menepi. Di
atas sebuah kota di Jawa Timur, dan semuanya terjadi. Semua bagai mimpi.
Setelah di gulirkan rahsa dendam dan sakit hati. Di bandara tadi. Kini di
dapati, suara itu benar hadir lagi. Mengalirkan darah dan amunisi. Untuk meraih
mimpi yang tadinya sempat tiada hati.
"Hallo
assalamualaikum..". Suaranya menyapanya mesra sekali, melenakan dan menina
bobokan khayalnya. Dia memohon maaf , keterlambatannya menelponnya. Kejadian
itu bukan kehendaknya, dia sudah mencoba huibungi namun selalu nada sibuk
kedengarannya. Nyesss….rasa dingin mengelus dada, memaklumi saja apa yang
dikatakannya. Kenapa dia tidak marah..?. Bukankah tadi sempat menggumpal
di dada..?.
Aliran daya kasih sayang meliputi dadanya,
mendorong jiwa untuk memahami, mencoba mengerti dengan kerendahan hati,
memaklumi alasan yang disampaikannya. Dirinya sekarang jadi penuh kasih, penuh
rasa sayang. Rahsa ingin melindungi, merengkuh, agar dia tidak tersakiti. Daya
apakah lagi ini..?. Sesuatu yang hidup, menjadikannya penuh rasa empati,
mengasihi, memaklumi, lega hati, dan banyak lagi, seperti bahasa hati, mengalir
begitu saja. Hawa yang mampu membuatnya lupa kepada lara dan sakit
hatinya. Daya yang mengajaknya untuk selalu mengasihi.
Sungguh luar biasa sekali. Bagai bergantinya
malam dan siang. Pergantian yang tidak saling mendahului. Dia sendiri telah
lupa bagaimana rahsanya sakit hatinya tadi. Rupanya sakit hati dan mengasihi
tidak bisa datang bersamaan dalam dirinya. Tidak pula saling mendahului,
apalagi berbarengan bersamanya lagi. Dia mengerti. Dia hanya punya satu rahsa
saat ini. Mengasihi.!.
Ternyata bukanlah mimpi, kekasihnya ada dan
terbukti. Dia telah meneloponnya tadi. Penantian sekian puluh tahun lamanya
kini ter obati. Dirinya sudah bukan bermimpi lagi. Masalahnya kini, sejuta
rahsa kemudian mengaduk hatinya. Keinginan memiliki kekasihnya tiada
terbendung. Nafsunya memaksanya untuk mengambil kembali dan memiliki
kekasihnya untuk dirinya sendiri. Bagaimana kejadiannya ini..?. Mengapa
terjadinya seperti ini ?.
Di manakah nurani dan harga diri, itu kini
menjadi tak penting lagi. Berganti menjadi keserakahan hati yang tersakiti.
Apalagi jika bukan niat mengorbankan diri untuk merebut kekasih hatinya yang
kini tidak sendiri lagi. Cinta telah menggelapkan matanya. Mengabur dalam
angannya. Mana cinta mana nafsu sudah sulit di bedakan lagi.
Cinta, nafsu, keserahkahan kini ber pacu dan
bergulir bergantian di dalam hati. Akal mencari pembenaran atas nafsu diri,
yang selalu ingin memiliki. Bahkan akal mulai mengasihani diri sendiri,
yang begitu lamanya, menahan rindu dendam demi kekasihnya. Dia dalam
kecemburuan yang menggelapkan jiwa.
"Kenapa
cinta harus menyakiti" Bisik hati nurani. Dan jiwa lelah tak mengerti.
"Kenapa
cinta harus memiliki ?" Akal terus di kejar hati. Dipertanyakan alasannya, mengapa
dan mengapa, mesti menyakiti dan mesti memiliki dirinya..?.. Hingga akal
kemudian kehabisan kata juga alasannya lagi.
Namun nafsu , ego diri tak menyerah,
menggeliat mencari alasan. Ego sepertinya mulai menyimpangkan daya cinta yang
telah di susupkan untuk kepuasannya sendiri, untuk kepuasan nafsunya lagi.
Nafsunya menggila. Hingga jiwa limbung tak terkendali. "Aku harus
memilikinya, tidak sekarang pasti nanti." Duh..sebegitulkah cinta..
Kemanakah daya akan diarahkan nanti kalau begini ?. Dan diri dalam kebimbangan
mencari pegangan. Sungguh tak sanggup, jika tak berdekatan dengan kekasihnya.
Jiwa nelangsa mengamuk siapa saja yang coba menghalanginya.
Logikanya mengingatkan , tidak patutlah dia
menyambangi kekasihnya, karena nyatanya dia tidak sendiri lagi. Namun semakin
di tahannya, rahsa itu menguat lagi. Perlahan dari dadanya, hawa dingin
menyebar, menguat, mengamuk, dan mengunci seluruh sendi-sendinya lagi.
Diapun lumpuh lagi, hingga suaranya nyaris mendeking.
Sungguh dia tidak akan tunduk kepada
nafsunya, yang akan mengarahkan dirinya kepada kesesatan. Namun bagaimana ini,
jika seluruh tubuhnya terkunci apa yang mampu di lakukannya. Maka kemudian dia
berdoa, Sebagaimana Nabi Yusuf ber doa kepada Tuhan-Nya. Mengeluh atas ketidak
mampuannya membebaskan diri dari niatan nafsunya. Dia tidak mampu membebaskan
dirinya dari kilasan-kilasan dan niatan jiwa yang ingin memiliki kekasihnya.
Sungguh Allah maha pengampun, semoga Allah mengampuni hamba-Nya.
Kini tiadalah kata yang mampu di ucapkan lagi,
jika aksara saja tak mampu merangkaikan kata untuknya. Jika makna hakekatnya
tiada mampu membilas jiwa. Jika cinta tak mampu dituntaskan semua. Untuk apakah
dia menjadi saksi-Nya. Sungguh tiada mampu dirinya, apakah dirinya akan dengan
sukarela menjalani ini, ataukah terpaksa menahan beban cinta ini. Sekarang
apakah yang bisa dilakukannya, jika semua rahsa telah disusupkan pada
jiwanya..?. Bagaimanakah menolong dirinya..?. He-eh..¦hh..!.
"Disini
di pasir ini akan ku tuliskan lagi namaku dan namamu..Maafkan dengan tuliskan
nama kita." Dia bergumam sendiri, dan disana bulan menyaksikan
tak peduli di atas langit yang mulai memerah menandakan pagi.
Langit merah menandakan pagi. Dan dia
berjalan lagi dalam kesendiriannya. Membakar Cinta. "Bakarlah saja cinta..!.". Berteriak tak bersuara.
Menangislah dia , menikam jantung. Erangannya benar-benar mampu menghancurkan
raga.
Mulai saat itulah secara tersamar, kesadaran jiwa Mas Dikonthole
mengamati. Dirinya seperti mampu melihat, ada yang lain di dalam raganya , ada seseorang
yang menggunakan seluruh instrument ketubuhannya dan itu mulai ketara sekali
saat Mas Dikonthole mulai menyertakan logikanya. Jiwanya mulai mampu
membedakan, mana yang benar-benar dari hatinya dan mana yang muncul bukan dari
dalam jiwanya. Dia sanggup membedakan sekarang, antar jiwa masa kini dan jiwa
masa lalunya.
Begitulah yang dirasa Mas Dikonthole sepanjang perjalanannya ke Jawa Timur, emosinya benar-benar naik turun, kadang sedih, kadang senang, sulit terkatakan. Kadang jiwa mengelana ke masa lalu, kemudian terdampar lagi ke masa kini, terus kesadaran di jungkir balikkan, kesadaran seperti memasuki lorong waktu yang pekat dan gelap, hanya kerinduan, dan rasa ingin memiliki adanya. Maka diputuskannya, untuk menemui gadis tersebut. Akhirnya dibuatlah perjanjian dengannya, setelah selesai tugasnya di Jawa Timur, Mas Dikonthole akan pulang melewati kota tersebut. Walau meski menggunakan jalan darat, tak mengapa.
Bersambung...
Bersambung...
bisakah saya mengetahui...antitas apa saja yg berada dalam diri saya,....kdg ada hal yg tidk saya mengerti ketika setiap bertemu orang,seperti mengenal tapi entah dimana...
BalasHapus