Kisah Spiritual, Pengajaran Alam Atas Cinta Terlarang (2-3)


Langit diam dalam genggaman                                      


Mas Dikonthole di antar seorang sopirnya. Mestinya belum saatnya dia  berangkat. Pesawat yang akan membawanya ke sebuah kota di Jawa Timur, masih 5 jam lagi. Entah mengapa dia memilih berangkat lebih awal.  Dalam pemikirannya, akan sayang jika kesempatan di lewatkan begitu saja. Dia tidak mau,  saat menerima telpon dari  seseorang yang pagi tadi telah menelponnya, dia posisinya  tengah berada di dalam  kemacetan. Biarlah,  sengaja dia akan  menunggu telpon masuk tersebut di  bandara saja. Dalam suasana yang lebih tenang dan menyenangkan.

Dalam perjalanan, Jiwa Mas Dikonthole, sekali sekali,  menyelinap ke masa-masa lalu. Sopirnya, nampak mencuri pandang melalui kaca spion depan.  Hari ini di lihatnya,  atasannya nampak aneh saja. Banyak merenung, tersenyum sendiri, dan pandangannya nyaris kosong, ada kehampaan, dan seperti menahan rasa sakit yang luar biasa.  Dia tidak berani menanyakan, apalagi mengganggu keasyikan atasannya. Nampak sopir tersebut  mengelus dada,  prihatin  atas keadaan atasannya.  Atasan yang telah diikutinya selama lebih dari 10 tahun, dia tahu persis suka duka atasannya tersebut.  Bagaimana ketika  beliau menjalankan bisnisnya. Betul-betul dari nol hingga memiliki aset milyaran. Dia tahu saat terjadi resesi, kemudian di tipu orang hingga jatuh sangat miskin. Di demo karyawannya, menghadapi para debt collector, dan kesusahan kehidupan lainnya. Dia mengikuti, mengamati semua itu. Dengan gigih atasannya bertahan. Menghadapi satu demi satu permasalahan yang ada.

Hingga saat ini, beliau sekarang bangkit kembali merintis usahanya lagi, bangkit  dengan usahanya yang sekarang ini.  Dia juga tahu persis bagaimana keadaan keluarganya. Perjalanan hidupnya  yang memagut jiwa dan raganya. Hingga tampilan raut muka atasannya seperti sekarang ini. Seraut wajah yang di gilas jaman, dalam kejamnya kehidupan.  Dingin dan keras. Lengkang terkena panas matahari.

Di tengoknya atasannya yang sedang terdiam, dari sudut ekor matanya. Atasannya nampak sedang menarik nafas berat. Dia tak mengerti kerisauan atasannya tersebut. “Sekarang ada apa lagi ini..?!?.”. Batin sopir tersebut. Tak biasa  atasannya menampilkan kerisauan  seperti ini ?. Namun kemacetan jalanan ibu kota memaksanya tidak ber fikir lebih lama. Dia kembali kosentrasi dengan jalanan di depannya.

Satu dua kali tampak Mas Dikonthole tersebut menghela nafas. Di hembuskan perlahan, di tarik lagi dengan kuat ke arah dada dan di hembuskannya sekali  lagi. Seperti sedang menghilangkan kegalauan yang mendera jiwanya. Sesekali dia mempermainkan hand phone nya, dan melihat penunjuk jam nya. Di sapunya keramaian jalan tol dengan pandangan mata yang hambar saja, keliatan benar dia resah  tak sabar, entah kepada apa. (?).

Jejak di batas awan

Romansa mendekati titik nadir. Dalam kulminasi waktu yang tak mampu disembunyikannya. Dan tiba-tiba, gelombang kejut menghantamnya, tanpa dia sanggup berkelit sedikitpun, jiwanya terlempar, tubuhnya terkapar..seluruh syarafnya bergetar..BLAAM…BLAAM…BLAM…!.

Dia menjerit tanpa bersuara,  menahan rahsa yang dahsyat menjeratnya….

Kenapakah dirinya....ada apakah dengan rahsa...siapakah yang menyusupkan itu pada jiwanya...?. Kenapa sakit sekali. Itukah kerinduannya..?. Kecewanya..?. Ataukah itu yang dinamakan CINTA. Subhanalloh...dia meringkuk mendekap dada..menahan sakit yang luar biasa....

Dibatas ujung tepi sebuah kursi. Mas Dikonthole itu masih menyendiri. Menyembunyikan rahsa yang semakin menguliti nadinya. Dimainkannya hand phone, dilihat penunjuk waktunya. Satu jam lewat lima belas menit dari waktu yang seharusnya dijanjikannya. Gelisah menerpa. Resah menyambangi wajah dan seluruh raganya.  Salah tingkah kelihatannya. Menjadi misterinya sendiri, mengapa dia menjadi seperti ini. Jika ada yang ingin disampaikan, tentunya hanya kepada kekasih hatinya, yang telah  datang sekilas melalui suaranya di pagi hari tadi, kemudian hilang dan pergi, sekarang entah kemana lagi. Menjadi fatamorgana yang  menguatkan ilusinya kembali. Tentang cinta suci yang tak pernah mati. Bagi dirinya, bagi kekasihnya. Kekasih yang tak pernah di kenalnya dengan pasti. Apakah dia juga memiliki rahsa yang sama. Duh..rahsa mempermainkannya kini.

Apakah orang kemudian tak mengerti, ketika dia kemudian muntah berkali kali, saat tak di dapatinya, suara itu kembali. Apakah dia mimpi, ataukah dia telah mati. Ataukah dia menjadi ilusi bersama angin yang membawanya terbang tinggi ke langit. Di dekapnya dadanya, disekap kerinduannya, di bekap fatamorgana yang menyakitinya. Namun dia hanyalah manusia biasa, tak mampu mengukap kata dan dia hanya mampu menyendiri dalam kesakitan yang semakin pasti menyambanginya. Adakah Tuhan sedang mengajarkannya mencintai, ataukah Tuhan sedang mengujinya apakah dia sanggup menjadi saksi atas kekuasaan-Nya, Menjadi saksi atas  kekuasaan Tuhan yang  mampu menggulirkan hati hamba-hamba-Nya?... Menjadi bukti adanya sebuah daya-Nya, yang mampu menggerakkan hati setiap manusia untuk menyayangi. Entahlah..dia tak mau mengerti. Terlalu sulit memahami, apa itu rindu , dendam dan sakit hati. Semuanya seperti mengunci dan berpilin mempermainkannya lagi.

"Sungguh kejam sekali dia, jikalah dia tidak menepati janji untuk menelponnya lagi di jam ini, seperti di janjikannya, di pagi hari tadi, apakah dia tidak punya hati ?..".

Keluhnya meronta jiwa, tangisnya membahana mengguncang raga. Tubuhnya menggigil, menahan terjangan laksaan semut yang menjalari syaraf-syarafnya. Dingin sekali, dari ubun kepala sampai ke kaki. Tak kuasa dia setengah berlari, menahan pedih dan perih, mendekap hatinya. Menerjang kerumunan bandara yang tak dirasakannya lagi. Terasa sesuatu akan keluar dari mulutnya. Uarfg!.. Dalam satu raungan yang menyakitkan telinga. Membangunkan seorang office boy yang sedang menjaga toilet bandara. Hawa itu keluar dari rongga dadanya. Lemas.seluruh sendinya. Dia menangis tak bersuara. Menyadari bahwa dirinya tak punya daya sama sekali. Menahan sergapan rahsa yang tiba-tiba disusupkan begitu saja dalam dirinya. Adakah kekasihnya mengerti dirinya..?.

Adakah dia mengeluh pada siapa..?.
Adakah kepada kekasih hatinya..?.
Dia tidak pernah ada saat diperlukannya !.
Dan itu terjadi sudah sejak lama !.
Dia dalam amarahnya !.

Maka jika rahsa menggila, kemanakah lagi dia kembalikan. Jika tidak kepada Tuhannya..?. Sungguh hanyalah kepada Tuhan-Nya dia kembali. Bak letusan gunung berapi, yang terus tak henti. Hal itu terjadi dan terjadi lagi. Hinggga dia duduk pasrah dalam suatu sholat yang panjang di Mushola kecil di bandara. Menyerahkan seluruh raganya, menyerahkan seluruh rahsa yang di punya, di kembalikannya semua itu kepada Tuhan-Nya. Pasrah yang dalam, pasrah yang total, pasrah yang sadar, pasrah yang mengerti, bahwasanya dia tidak mempunyai daya sama sekali. Dia hanya mampu merasakan itu semua, tanpa mampu menolaknya. Dia hanya perlu memahami dalam kesadarannya,ada Dzat yang mengatur semua ini. Di luruhkan ego nya, dalam sebuah tangisan yang dalam, mohon ampun kepada yang Maha kasih dan yang Maha sayang. Bukan dia pemilik Cinta, biarlah dikembalikannya saja semua. Karena sungguh dia tidak bisa pahami, apalagi dia miliki. Sungguh cinta tetaplah misteri.

Kisah Cinta satu Ketika

Bulan diatas langit merah, mencoba menepi. Di atas sebuah kota di Jawa Timur, dan semuanya terjadi. Semua bagai mimpi. Setelah di gulirkan rahsa dendam dan sakit hati. Di bandara tadi. Kini di dapati, suara itu benar hadir lagi. Mengalirkan darah dan amunisi. Untuk meraih mimpi yang tadinya sempat tiada hati.

"Hallo assalamualaikum..". Suaranya menyapanya mesra sekali, melenakan dan menina bobokan khayalnya. Dia memohon maaf , keterlambatannya menelponnya. Kejadian itu bukan kehendaknya, dia sudah mencoba huibungi namun selalu nada sibuk kedengarannya. Nyesss….rasa dingin mengelus dada, memaklumi saja apa yang dikatakannya. Kenapa dia tidak  marah..?. Bukankah tadi sempat menggumpal di dada..?.

Aliran daya kasih sayang meliputi dadanya, mendorong jiwa untuk memahami, mencoba mengerti dengan kerendahan hati, memaklumi alasan yang disampaikannya. Dirinya sekarang jadi penuh kasih, penuh rasa sayang. Rahsa ingin melindungi, merengkuh, agar dia tidak tersakiti. Daya apakah lagi ini..?. Sesuatu yang hidup, menjadikannya penuh rasa empati, mengasihi, memaklumi, lega hati, dan banyak lagi, seperti bahasa hati, mengalir begitu saja.  Hawa yang mampu membuatnya lupa kepada lara dan sakit hatinya. Daya yang mengajaknya untuk selalu mengasihi.

Sungguh luar biasa sekali. Bagai bergantinya malam dan siang. Pergantian yang tidak saling mendahului. Dia sendiri telah lupa bagaimana rahsanya sakit hatinya tadi. Rupanya sakit hati dan mengasihi tidak bisa datang bersamaan dalam dirinya. Tidak pula saling mendahului, apalagi berbarengan bersamanya lagi. Dia mengerti. Dia hanya punya satu rahsa saat ini. Mengasihi.!.

Ternyata bukanlah mimpi, kekasihnya ada dan terbukti. Dia telah meneloponnya tadi. Penantian sekian puluh tahun lamanya kini ter obati. Dirinya sudah bukan bermimpi lagi. Masalahnya kini, sejuta rahsa kemudian mengaduk hatinya. Keinginan memiliki kekasihnya  tiada terbendung.  Nafsunya memaksanya untuk mengambil kembali dan memiliki kekasihnya untuk dirinya sendiri. Bagaimana kejadiannya ini..?. Mengapa terjadinya seperti ini ?.

Di manakah nurani dan harga diri, itu kini menjadi tak penting lagi. Berganti menjadi keserakahan hati yang tersakiti. Apalagi jika bukan niat mengorbankan diri untuk merebut kekasih hatinya yang kini tidak sendiri lagi. Cinta telah menggelapkan matanya. Mengabur dalam angannya. Mana cinta mana nafsu sudah sulit di bedakan lagi.

Cinta, nafsu, keserahkahan kini ber pacu dan bergulir bergantian di dalam hati. Akal mencari pembenaran atas nafsu diri, yang selalu  ingin memiliki. Bahkan akal mulai mengasihani diri sendiri, yang begitu lamanya,  menahan rindu dendam demi kekasihnya. Dia dalam kecemburuan yang menggelapkan jiwa.

"Kenapa cinta harus menyakiti" Bisik hati nurani. Dan jiwa lelah tak mengerti.
"Kenapa cinta harus memiliki ?" Akal terus di kejar hati. Dipertanyakan alasannya, mengapa dan mengapa, mesti  menyakiti dan mesti memiliki dirinya..?.. Hingga akal kemudian kehabisan kata juga alasannya lagi.

Namun nafsu , ego diri tak menyerah, menggeliat mencari alasan. Ego sepertinya mulai menyimpangkan daya cinta yang telah di susupkan untuk kepuasannya sendiri, untuk kepuasan nafsunya lagi. Nafsunya menggila. Hingga jiwa limbung tak terkendali. "Aku harus memilikinya, tidak sekarang pasti nanti." Duh..sebegitulkah cinta.. Kemanakah daya akan diarahkan nanti kalau begini ?. Dan diri dalam kebimbangan mencari pegangan. Sungguh tak sanggup, jika tak berdekatan dengan kekasihnya. Jiwa nelangsa mengamuk siapa saja yang coba menghalanginya.

Logikanya mengingatkan , tidak patutlah dia menyambangi kekasihnya, karena nyatanya dia tidak sendiri lagi. Namun semakin di tahannya, rahsa itu menguat lagi. Perlahan dari dadanya, hawa dingin menyebar, menguat, mengamuk, dan mengunci seluruh sendi-sendinya lagi.  Diapun lumpuh lagi, hingga suaranya nyaris mendeking.

Sungguh dia tidak akan tunduk kepada nafsunya, yang akan mengarahkan dirinya kepada kesesatan. Namun bagaimana ini, jika seluruh tubuhnya terkunci apa yang mampu di lakukannya. Maka kemudian dia berdoa, Sebagaimana Nabi Yusuf ber doa kepada Tuhan-Nya. Mengeluh atas ketidak mampuannya membebaskan diri dari niatan nafsunya. Dia tidak mampu membebaskan dirinya dari kilasan-kilasan dan niatan jiwa yang ingin memiliki kekasihnya. Sungguh Allah maha pengampun, semoga Allah mengampuni hamba-Nya.

Kini tiadalah kata yang mampu di ucapkan lagi, jika aksara saja tak mampu merangkaikan kata untuknya. Jika makna hakekatnya tiada mampu membilas jiwa. Jika cinta tak mampu dituntaskan semua. Untuk apakah dia menjadi saksi-Nya. Sungguh tiada mampu dirinya, apakah dirinya akan dengan sukarela menjalani ini, ataukah terpaksa menahan beban cinta ini. Sekarang apakah yang bisa dilakukannya, jika semua rahsa telah disusupkan pada jiwanya..?. Bagaimanakah menolong dirinya..?. He-eh..¦hh..!.

"Disini di pasir ini akan ku tuliskan lagi namaku dan namamu..Maafkan dengan tuliskan nama kita." Dia bergumam sendiri, dan disana bulan menyaksikan tak peduli  di atas langit yang mulai memerah menandakan pagi.

Langit merah menandakan pagi. Dan dia berjalan lagi dalam kesendiriannya. Membakar Cinta. "Bakarlah saja cinta..!.". Berteriak tak bersuara. Menangislah dia , menikam jantung. Erangannya benar-benar mampu menghancurkan raga.

Mulai saat itulah secara tersamar, kesadaran jiwa Mas Dikonthole mengamati. Dirinya seperti mampu melihat, ada yang lain di dalam raganya , ada seseorang yang menggunakan seluruh instrument ketubuhannya dan itu mulai ketara sekali saat Mas Dikonthole mulai menyertakan logikanya. Jiwanya mulai mampu membedakan, mana yang benar-benar dari hatinya dan mana yang muncul bukan dari dalam jiwanya. Dia sanggup membedakan sekarang, antar jiwa masa kini dan jiwa masa lalunya. 

                                                                    

Begitulah yang dirasa Mas Dikonthole sepanjang perjalanannya ke Jawa Timur, emosinya benar-benar naik turun, kadang sedih, kadang senang, sulit terkatakan. Kadang jiwa mengelana ke masa lalu, kemudian terdampar lagi ke masa kini, terus kesadaran di jungkir balikkan, kesadaran seperti memasuki lorong waktu yang pekat dan gelap, hanya kerinduan, dan rasa ingin memiliki adanya. Maka diputuskannya, untuk menemui gadis tersebut. Akhirnya dibuatlah perjanjian dengannya, setelah selesai tugasnya di Jawa Timur, Mas Dikonthole akan pulang melewati kota tersebut. Walau meski menggunakan jalan darat, tak mengapa.

                                                                                                                                                                   Bersambung...

Komentar

  1. bisakah saya mengetahui...antitas apa saja yg berada dalam diri saya,....kdg ada hal yg tidk saya mengerti ketika setiap bertemu orang,seperti mengenal tapi entah dimana...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali