Kisah Spiritual, Bilakah Ber-spiritual Serupa Bidah ?
Dan ketika kayuh disandarkan,
perhatikanlah deburan ombak yang menghantam buritan sampan. Sampan
akan bergoyang-goyang lebih keras, saat mana sampan disandarkan dan dihentikan
dari lajunya. Begitulah laju jiwa saat mana disadarkan dari keadaannya. Saat
mana jiwa berhenti sejenak memperhatikan keadaan raga kita. Jiwa akan bergoyang
sedemikian hebatnya. Hingga kita kemudian merasa bahwa tidak mungkin jiwa diam memperhatikan gerak alam, adakah sesuatu
yang mustahil. Benarkah jiwa tak mampu mengamati gerak alam ?. Yaitu keadaan jiwa yang khusuk ?.
Ilustrasi ini mengawali
sebuah kisah panjang, perjalanan spirityual yang sangat mudah namun menjadi luar biasa sulit dan rumitnya,
berpilin-pilin dalam kesadaran. Mampukah akal memahami ?. Sebuah kadaan hal yang sering kita dengar namun rasanya sangat sedikit orang
yang mampu mencapai itu. Apalagi untuk melakukan implementasinyanya didalam
kehidupannya sehari-hari. Bagaimanakah keadaan diri ini saat (seakan-akan) dilihat Allah atau melihat Allah ?. Atau dnegan kata sederhana bagaimanakah laku spiritual Mas Dikonthole untuk mencapai keadaan khusuk, mampu melihat Allah ?.
Maka perjalanan itu penuh onak dan duri, stempel bidah, kafir, sirik, dan kata-kata sejenis dengan ini sering disematkan oleh orang-orang yang mengaku ber-ilmu, orang-orang yang suci, rajin ibadah, hapal al qur an, hadist dengan sederet atribut padang pasir yang melekat pada diri mereka. Maka dengan atribut tersebut mereka menghakimi Mas Dikonthole.
Sering Mas Dikonthole merasakan perih di dada, kemana lagi dirinya mengadu jika tidak kepada Tuhannya. Berharap orang-orang disekelilingnya memahami apa yang dia rasakan. Bagaimankah sejatinya hubungan dirinya dnegan TUhannya hanya dia dan Allah saja yang tahu, sangat privacy sekali.
Beberapa kali Mas Dikonthole disidang oleh keluarganya, oleh adik-adiknya yang mengusung paham Wahabi, satunya lagi adik perempuannya yang sudah belajar di Ngruki belajar kepada Abdulah Baasir. Sungguh saat ini Mas Dikonthole merasa sebagai pesakitan saja layaknya. Dirinya dianggap memuja, mengajarkan ajaran sesat, dan lain-lain. Masih belum cukup adik-adiknya mengadili saja, mereka semua kemudian memeutuskan tali silaturahmi dengan menyitir sebuah ayat yang seharusnya duperuntukan bagi orang-orang yang keterlaluan menghina Allah (kafir).
"Bagimu agamamu dan bagiku agamamu.." Inilah kalimat talak bagi persaudaraan sesama muslim. Tali yang diikat oleh Allah telah diputuskan. Hati perih dan nelangsa, merasuk sukma Mas Dikonthole. Hatinya menjerit, "Bukankah kita menyembah Allah yang sama, bukankah saya sholat sebagaimana kalian sholat, bukankah saya puasa sebagaimana kalian puasa, bukankah saya zakat sebagaimana kalian zakat, apa yang diharamkan atas kalian oleh Allah, maka sayapun mengharamkannya...Duh Allah yang Maha Pengasih, mengapa saudara-saudaraku tega memutuskan tali silaturahmi karena sebab beda pandangan saja perihal hal ghaib saja, sungguh ampunkan mereka yang tidak mengerti.."
Maka perjalanan itu penuh onak dan duri, stempel bidah, kafir, sirik, dan kata-kata sejenis dengan ini sering disematkan oleh orang-orang yang mengaku ber-ilmu, orang-orang yang suci, rajin ibadah, hapal al qur an, hadist dengan sederet atribut padang pasir yang melekat pada diri mereka. Maka dengan atribut tersebut mereka menghakimi Mas Dikonthole.
Sering Mas Dikonthole merasakan perih di dada, kemana lagi dirinya mengadu jika tidak kepada Tuhannya. Berharap orang-orang disekelilingnya memahami apa yang dia rasakan. Bagaimankah sejatinya hubungan dirinya dnegan TUhannya hanya dia dan Allah saja yang tahu, sangat privacy sekali.
Beberapa kali Mas Dikonthole disidang oleh keluarganya, oleh adik-adiknya yang mengusung paham Wahabi, satunya lagi adik perempuannya yang sudah belajar di Ngruki belajar kepada Abdulah Baasir. Sungguh saat ini Mas Dikonthole merasa sebagai pesakitan saja layaknya. Dirinya dianggap memuja, mengajarkan ajaran sesat, dan lain-lain. Masih belum cukup adik-adiknya mengadili saja, mereka semua kemudian memeutuskan tali silaturahmi dengan menyitir sebuah ayat yang seharusnya duperuntukan bagi orang-orang yang keterlaluan menghina Allah (kafir).
"Bagimu agamamu dan bagiku agamamu.." Inilah kalimat talak bagi persaudaraan sesama muslim. Tali yang diikat oleh Allah telah diputuskan. Hati perih dan nelangsa, merasuk sukma Mas Dikonthole. Hatinya menjerit, "Bukankah kita menyembah Allah yang sama, bukankah saya sholat sebagaimana kalian sholat, bukankah saya puasa sebagaimana kalian puasa, bukankah saya zakat sebagaimana kalian zakat, apa yang diharamkan atas kalian oleh Allah, maka sayapun mengharamkannya...Duh Allah yang Maha Pengasih, mengapa saudara-saudaraku tega memutuskan tali silaturahmi karena sebab beda pandangan saja perihal hal ghaib saja, sungguh ampunkan mereka yang tidak mengerti.."
Berat, sungguh berat
pergolakan dalam batin Mas Dikonthole, sebab permusuhan justru timbul dari
orang-orang terdekatnya. Dari sahabat, dari saudara, dari istri, dan dari
lain-lainnya yang justru sangat akrab dengannya. Sebagaimana juga kisah yang ingin
Mas Dikonthole uraikan kejadiannya ini, sebuah kisah yang sangat biasa yang
kadang luput dari pengamatan kita, namun justru yang biasa inilah yang akan
menghijab jiwa kita.
Bermula dari
kedatangan dua orang tamu, yang bermaksud untuk belajar bagaimana untuk bisa khusuk kepada Mas Dikonthole. Satu orang tua dan satu lagi anaknya, terlihat masih muda, bekerja sebagai akuntan publik profesional di Jakarta. Mereka mengaku masih keturunan dari pengawal Pangeran Diponegoro. Minggu yang lalau mereka datang ke rumah, namun tidak sempat bertemu sebab salah informasi. Dihari berikutnya diadakan janjian ulang untuk bertemu saja di tempat client. Akhirnya mereka datang berdua, dijemput oleh karyawan client Mas Dikonthole. Berbincanglah mereka di lantai 2 di sebuah ruangan yang kosong.
Setelah berbincang agak intens kemudian mereka tidak jadi melanjutkan untuk belajar. Dengan dalih akan mencari rujukannya. Mas Dikonthole sendiri sangat paham sekalisebab kenapa kejadiannya akan
selalu begini. Hijab kesadaran kolektif yang begitu kuat, sulit sekali untuk
dihancurkan. Instrumen ketubuhan manusia akan secara otomatis menolak semua
informasi yang datang yang tidak sejalan dengan referensi yang dimiliki oleh
mereka sendiri. Stigma dan stempel bid ah selalu menjadi momok umat Islam untuk berani mengeksplorasi
wilayah ini. Inilah problematika umat.
Setelah berbincang agak intens kemudian mereka tidak jadi melanjutkan untuk belajar. Dengan dalih akan mencari rujukannya. Mas Dikonthole sendiri sangat paham sekali
Menjadi sebuah
pertanyaan yang melambung diangkasa, “Khusuk
itu mudah, kok menjadi sulit ?.” Inilah pertanyaan yang sepertinya harus diulas
sebagai sebuah kontradiksi atas sebuah
keadaan.
Jika kita sudah
mendapatkan pemahaman, maka kita akan mengatakan bahwa khusuk itu mudah,
semudah bagaimana kita menarik nafas. Karena hakaketnya khusuk itu adalah nafs
kita. Nah..!.
Namun bagi yang
belum mendapatkan pemahaman, maka khusuk itu sulit, sesulit kita mengenal nafas
kita sendiri. Lho..?.
Menjadi sebuah anomaly
kesadaran, “Lho kok mengenal nafas
sendiri saja sulit ?.”
Ya, ya begitulah
keadaannya. Sebagaimana debat sahabat yang datang kepada penulis. Dimana dia
terus mempertanyakan, tentang methode yang penulis hantarkan kepadanya.
“Apakah itu bukan bid’ah, apakah dengan cara itu akan bisa khusuk
bukankah malah akan menjadi penghalang kekhusukan kita dengan cara
tadi..bla..bla..?!”
Begitu sibuknya orang tua itu mengkomentari methode tersebut dengan membawakan dalil-dalilnya. Maka alih-alih
beliau yang awalnya berniat untuk belajar bagaimana untuk khusuk, ternyata
justru beliau yang mendebat sendiri. Dan berusaha mengajari bagaimana seharusnya
dirinya diajari. Artinya beliau meminta diajari sebagaimana yang beliau
inginkan, Pengajaran perihal khusuk sudah disiapkan oleh dirinya, dan beliau
minta diajari untuk hal itu. Maka Mas Dikonthole pun hanya bengong, “bagaimana ini ?. Siapa yang belajar dan siapakah yang mengajar..?.” Batin Mas Dikonthole sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Lha, jadinya aneh bukan ?. Ya aneh !.
Namun jangan
salah, sesungguhnya keadaan semua orang hampir sama seperti itu. Perhatikanlah diri kita
sendiri saat menghadap Allah. Saat kita memohon petunjuk jalan lurus (Al
Fatehah), saat kita memohon hidayah-Nya, saat kita memohon apa saja. Kita semua
sudah membingkai dengan segala macam persepsi kita. Kita datang kepada Allah
dengan keadaan jiwa yang seperti itu.
Kita memohon
petunjuk jalan lurus, namun kita sendiri sudah membingkai jalan lurus itu
sesuai dengan kehendak pikiran kita. Perhatikan dan amati sekali lagi, jika keadaan diri kita terus begitu bukankah sama
saja kita sedang mengajari Allah bagaimana cara mengajari kita ?. Sama saja
dengan illustrasi saya diatas. Yaitu orang datang ingin belajar namun dia
meminta diajari dengan apa-apa yang sudah disiapkan dalam otaknya. Dirinya hanya
mau diajari sesuai dengan yang dirinya inginkan. Kalau begitu untuk apa dia
mohon pengajaran ?. nah, coba amati dan perhatikanlah kontradiksinya. Ugh, Mas Dikonthole melenguh.
Mas Dikonthole hanya bertanya, “Sudah pernahkah merasakan
khusuk ?.” Dan beliau menjawab belum
pernah merasakan khusuk. Maka sayapun bertasbih, sungguh memang demikianlah
keadaan diri manusia. Sudah men’justifikasi’ orang lain bid ah, sirik, kafir,
namun selalu lupa keadaan dirinya sendiri. Lupa bagaimana keadaan dirinya yang
mungkin juga sama saja keadaannya. Inilah problematika kita umat Islam. Maka
karena itulah penulis ingin menuliskan ulang lagi pemahaman ini.
Diurai kalimat menjadi berita
“Dan
mintalah pertolongan (kepada
Allah) dengan sabar dan
(mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya,
dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” [QS. 2.45-46]
Mas Dikonthole kemudian membedah makna, Surah [QS. 2.45-46], dimana menurutnya, surah tersebut membawa
suatu rangkaian pemahaman ayat, yang akan saling tali temali dengan
pemahaman-pemahaman lainnya. Perhatikanlah setiap kata yang
sudah ter blok. Rangkaian penjelasan surah ini sangat luar biasa sekali,
rangkaian pemahaman atas surah ini jika dibedah akan menjadi beribu-ribu kitab.
Termasuk juga seluruh kisah yang Mas Dikonthole hantarkan adalah untuk menjelaskan
keadaan hal yang dimaksudkan surah ini. Maka disinilah sulitnya.
Pertama adalah
bagaimana menyikapi TAKDIR, ini saja sudah persoalan tersendiri. Maka dalam gamangnya manusia akan takdir Allah berfirman, "Dan mintalah pertolongan...". Coba lihat runtutannya, pada saat
kita tengah gamang menyikapi dan menetapi takdir kita maka kita diminta untuk selalu
mohon pertolongan Allah.
Bagaimana cara memohon pertolongan?, yaitu dengan sabar dan shalat. Sabar dan shalat yang bagaimana ?, yaitu sabar dan shalat yang selalu diliputi khusuk. Maka dengan kata lainnya bahwa dalam tapak langkah kita menjalani kehidupan sehari-hari dalam menetapi takdir kita maka diri kita harus dalam keadaan selalu ‘khusuk’.
Inilah permasalahannya, mampukah diri kita dlaam menjalani takdir-takdir kita selalu dalam keadaan khusuk ?. Sementara makna khusuk dan keadan hal khusuk saja kita belum mendapatkan referensinya?. Bagaimanakah makna ‘khusuk’ ?. Dan bagaimana ceritanya jika kita diminta untuk selalu dalam keadaan ‘khusuk’. Lho. ?. Mari kita teruskan.
Bagaimana cara memohon pertolongan?, yaitu dengan sabar dan shalat. Sabar dan shalat yang bagaimana ?, yaitu sabar dan shalat yang selalu diliputi khusuk. Maka dengan kata lainnya bahwa dalam tapak langkah kita menjalani kehidupan sehari-hari dalam menetapi takdir kita maka diri kita harus dalam keadaan selalu ‘khusuk’.
Inilah permasalahannya, mampukah diri kita dlaam menjalani takdir-takdir kita selalu dalam keadaan khusuk ?. Sementara makna khusuk dan keadan hal khusuk saja kita belum mendapatkan referensinya?. Bagaimanakah makna ‘khusuk’ ?. Dan bagaimana ceritanya jika kita diminta untuk selalu dalam keadaan ‘khusuk’. Lho. ?. Mari kita teruskan.
Kemudian dijelaskan bahwa keadaan hal orang yang ‘khusuk’ adalah
orang yang memiliki visi dan misi bahwa dia dalam keadaan yakin sedang dalam
perjalanan ‘menemui’ Tuhannya. Yaitu suatu keadaan dimana dalam dirinya tumbuh
suatu keyakinan yang kuat bahwa dirinya disetiap langkahnya ~ mengarungi
kehidupan ini sedang dalam keadaan~tengah berjalan menemui Tuhannya. Setiap langkahnya adalah jalannya untuk menemui
Tuhan. Itulah tekadnya. Disinilah fokus kita. Perhatikan statement ini !.
Satu langkah
sengsara, satu langkah bahagia, satu langkah senang, satu langkah kecewa, satu
langkah sukses, satu langkah gagal, pendek kata dalam setiap langkah
kehidupannya dalam keyakinannya adalah dalam rangkain melangkah untuk menemui Tuhannya.
Itulah visi dan misi orang-orang yang
akan mampu khusuk. Pernyataan ini harus menjadi keadaan hal, maka harus diafirmasikan dalam kesadaran diri kita.
Selanjutnya
dikatakan bahwa tidak saja memiliki visi dan misi menemui Tuhan, namun lebih
dari itu adalah memiliki keyakinan bahwa dirinya akan kembali kepada-NYA. Inilah
kuncinyanya. Sehingga dalam dirinya akan selalu diafirmasikan bahwasanya keberadaannya di dunia
ini, hanya sebagaimana ‘journey’ saja. Menikmati kebesaran-Nya, menjadi saksi
kebesaran-Nya, pendek kata dirinya selalu dalam keadaan sukacita, tidak ada
khawatir dan juga tidak bersedih hatinya sebab dalam keyakinanya dirinya seperti sedang
menikmati wahana semisal Dufan saja, yang banyak sekali permainan disana.
Ketika kita mampu mengambil setting seperti ini, maka jiwa kita akan berada dalam keadaan fokus. Keadaan jiwa yang meyakini bahwa segala seuatu akan kembali kepada-NYA, meyadarkan sang AKU atas kepemilikan dirinya (ego) yang hanya semu. Dirinya kemudian mampu menetapi bahwasanya dia juga hakekatnya akan kembali kepada-Nya. Seperti apa-apa saja yang nampak di mata sekarang ini, termasuk juga rasa di jiwa. Begitulah keyakinannya, fokus, dan tegak, dan lurus. Inilah khusuk. Dalam sebuah misi kembali ke jalan pulang.
Ketika kita mampu mengambil setting seperti ini, maka jiwa kita akan berada dalam keadaan fokus. Keadaan jiwa yang meyakini bahwa segala seuatu akan kembali kepada-NYA, meyadarkan sang AKU atas kepemilikan dirinya (ego) yang hanya semu. Dirinya kemudian mampu menetapi bahwasanya dia juga hakekatnya akan kembali kepada-Nya. Seperti apa-apa saja yang nampak di mata sekarang ini, termasuk juga rasa di jiwa. Begitulah keyakinannya, fokus, dan tegak, dan lurus. Inilah khusuk. Dalam sebuah misi kembali ke jalan pulang.
Nah, kita stop,
luruhkan sejenak pemahaman ini. Endapkan dahulu, masuki keadaan hal nya. Apakah itu mudah
?. Apanya yang mudah ?. Tidak, pemahaman itu sangat sulit sekali,
berpilin-pilin. Sebab setiap jiwa merasa realitasnya tidak begitu. Takdir yang
menerpa raganya begitu nyata. Maka manusia sulit untuk melakukan afirmasi
sebagaimana pemahaman surah ini.
Karena sulitnya maka diri harus sadar, karenanyamaka kemudian banyak
surah, mengambil sisi lainnya, mencoba menggugah kesadaran manusia lagi, menyergah kita
agar sadar diri. Bagaimana pemahaman hukum perimbangan, konsepsi dunia akherat, berikut hukum surga dan neraka. semua disandingkan kepada jiwa kita, agar jiwa tenang, bahwa tapak lakunya pasti tidak sia-sia ada hukum surga neraka yang mengaturnya. Inilah esensinya kehidupan manusia.
Perhatikanlah rangkainnya,
Karena sulitnya maka diri harus sadar, karenanya
Perhatikanlah rangkainnya,
“Inilah neraka Jahanam yang didustakan oleh orang-orang berdosa. Mereka
berkeliling disana diantara air yang mendidih.” (QS. Al rahman 43-44)
Khabar
berita ini kemudian disambung dengan sebuah pernyataan pertanyaan;
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ?.” (QS. Ar Rahman 45)
Pada setiap informasi perihal surga dan neraka,
maka kemudian akan disusul dengan pernyataan pertanyaan kepada kita, menusuk
langsung kepada kesadaran kita, nikmat manakah yang kita dustakan ?.
Kemudian mari kita lanjutkan lag step berikutnya. Mari kita ulangi dengan
berita surga.
“Dan bagi siapa yang takut akan menghadap Tuhannya ada dua surga.”
(QS. Al Rahman 46)
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ?.” (QS. Al Rahman 45)
Antara
rangkaian setiap ayat ke ayat berikutnya, selalu menstimulasi kesadaran kita
untuk terus mengeksplorasi wilayah-wilayah kesadaran diri. Bagaimana orang yang
ahli neraka, bagaimana orang yang ahli surga. Bagaimana keadaan jiwa orang yang
takut melihat neraka, takut hukuman Allah. Maka bagi yang beriman janganlah bersedih hati dengan takdirnya yang sekarang ini. Begitulah konsepsi syrga dan neraka dipersiapkan.
Setelah konsepsi surga dan neraka dihantarkan, maka kemudian diri kita ditanya, maka apakah bukan suatu kepastian, atas nikmat Tuhan, jika begitu keadaannya. Ada hukum yang pasti bagi kaum yang beriman disana. Maka tetapkanlah langkah. Ketetapan langkah inilah yang akan menumbuhkan keyakinan dan keadaan hal ~ yang disebut khusuk. Maka perhatikan pertanyaan yang terus diulang-ulang ini, apakah pertanyaan ini tidak mengusik kita ?.
Setelah konsepsi surga dan neraka dihantarkan, maka kemudian diri kita ditanya, maka apakah bukan suatu kepastian, atas nikmat Tuhan, jika begitu keadaannya. Ada hukum yang pasti bagi kaum yang beriman disana. Maka tetapkanlah langkah. Ketetapan langkah inilah yang akan menumbuhkan keyakinan dan keadaan hal ~ yang disebut khusuk. Maka perhatikan pertanyaan yang terus diulang-ulang ini, apakah pertanyaan ini tidak mengusik kita ?.
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan.” (QS. Al Rahman
13,16,18,21,23,25,28,30,32,34,36,38,40,42,45,47,49,51,53,55,57,59,61,63,65,67,69,71,73,75,77)
Masih perlu berapa puluh kali lagi pertanyaan
tersebut diulang dan diulang lagi , sehingga (sampai) kita sadar ?. “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kita dustakan
?!?.” Lihatlah dan perhatikanlah betapa Tuhan sangat peduli atas diri kita,
menyapa berulang kali dengan kasih sayang-NYA. Setiap diri manusia
agar menetapkan dirinya di jalan yang lurus, yaitu dalam keyakinan sedang
berjalan menemui-Nya dan dalam kepastian akan kembali pada-NYA. Jangan
khawatir, di kehidupan ini, semua manusia akan mempertanggung jawabkan jalannya
masing-masing. Jangan resah, dengan ‘penglihatan’ kita yang melihat kehidupan
manusia lainnya. Semua sudah ada balasannya. Maka yakin dan tetapilah jalan
menuju kepada-NYA. Jiwa harus senantiasa puas, tenang dan ridho , itu saja.
Jalani hidup dengan berani sebagaimana karakter KUDA PERANG itulah khusuk.
Sebuah Metode Ihsan
41:53. Kami akan
memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan
pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu
adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia
menyaksikan segala sesuatu?
41:54. Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan
tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah, bahwa sesungguhnya Dia
Maha Meliputi segala sesuatu.
Perhatikan surah ini
selanjutnya, petunjuk Al qur an sangat sederhana sekali, seluruh proses
pembelajaran selalu dimulai dari pengenalan diri sendiri. Manusia akan
dijelaskan perihal tanda-tanda (kekuasaan) Allah agar manusia mampu bersyukur dimulai adalah
dari diri mereka sendiri. Kemudian dijelaskan pada ayat berikutnya, bahwa menemui Allah, tidak usah jauh-jauh. Atau dengan cara menyiksa diri, bertapa atau
lainnya.
Jika kita dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan maka perhatikanlah keterangan berikutnya bahwa DIA meliputi segala sesuatu. Nah, bukankah kita dalam liputan-NYA. DIAmeliputi DIRI (AKU). Perhatikan statement ini lagi !.
Jika kita dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan maka perhatikanlah keterangan berikutnya bahwa DIA meliputi segala sesuatu. Nah, bukankah kita dalam liputan-NYA. DIA
Kembalinya berputar-putar
adalah diri sendiri lagi. Pengenalan diri lagi. Jiwa lagi , pengenalan jiwa
lagi, pengenalan raga lagi. Makanya dikatakan bahwa Allah itu dekat lebih dekat
dari urat leher. So, maka kemanakah lagi kita akan mengkaji, jika tidak dengan
cara eksplorasi diri. Mudah bukan ?.
Kembali Mas Dikonthole menegaskan, "Saya katakan bahwa
seluruh pemahaman akan mengambil pijakan dari diri kita sendiri terlebih
dahulu, eksplorasi kesana-kemari selalu
kembalinya kepada diri kita sendiri. Maka kenapakah kita harus jauh-jauh, dan
berandai-anda dalam belajar caranya khusuk. Sederhana sekali.. Yaitu tinggal rasakan
seluruh tubuh kita, mulai dari kaki, sampai
ujung rambut. Kemudian rasakan terus dari instrument ketubuhan, indra kita, mata, telinga, dsb dsb. Jangan
lupa juga kita punya organ dalam, maka jangan sampai tidak dikenali. Semua
dieskplorasi saja"
Jika raga sudah selesai
kita eksplorasi maka kemudian tinggal jiwa, bagaimana lintasan hati, bagaimana
sensasi rasa, dsb..dsb. Muter-muter hanya itu saja yang harus kita lakukan.
Maka dikatakan bahwa Islam itu mudah, sangat mudah sekali. Sehingga bagi orang
yang ber-ilmu malah tidak percaya. Jika jalan Islam dapat ditempuh dengan jalan
semudah ini dan sesederhana ini. Lha..kok ?.
Karena itu kemudian kita akan mengucapkan syukur atas semua yang sudah diatur sedemikian rupa oleh Tuhan. semua demikian sempurna, termasuk diri kita, raga, bumi dan seluruh isinya, semua dalam kesadaran kita, sebab itulah kemudian kita mampu bersyukur.
Maka ketika kita sudah mampu melakukan afirmasi 'syukur' berulang kepada diri kita, nanti kita akan menemukan pemahaman, bahwa khusuk adalah keadaan hal dari syukur. Rasa syukur yang meliputi diri kita sepanjang tarikan nafas kita akan menumbuhkan rasa khusuk . ketenangan, keyakinan, kedamaian yang sangat luar biasa sekali. Kita tidak memiliki rasa takut, khawatir atau bersedih hati. Itulah khusuk. Yaitu keadaan hal dimana kita tenang, yakin, damai, nikmat. Dalam satu kata yang sederhana dari al qur an adalah orang-orang yang diberikan nikmat (Al fatehah).
Selalu dalam keadaan 'MENGINGAT ALLAH', berdzikir disetiap tarikan nafasnya. Berbaring, duduk, berjalan, berlari, dan lain sebagainya selalu dalam keadaan 'ingat Allah'. Inilah metode Ihsan yang dihantarkan. Selalu mengamati pergerakan rahsa dibadan,kenikmatan yang tiada terperi. Maka dnegan ini kemudian kita mampu bersyukur.
Selalu dalam keadaan 'MENGINGAT ALLAH', berdzikir disetiap tarikan nafasnya. Berbaring, duduk, berjalan, berlari, dan lain sebagainya selalu dalam keadaan 'ingat Allah'. Inilah metode Ihsan yang dihantarkan. Selalu mengamati pergerakan rahsa dibadan,kenikmatan yang tiada terperi. Maka dnegan ini kemudian kita mampu bersyukur.
Maka rangkaiannya adalah rasa khusuk (baik dalam sabarnya maupun dalam sholatnya) akan tumbuh dihati orang-orang yang mampu bersyukur. Orang-orang yang mampu bersyukur adalah orang-orang yang meyakini bahwa dia akan menemui Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Orang inilah yang disebutkan sebagai orang-orang yang diberikan nikmat.
Maka jika dirunut ulang yaitu orang yang diberi nikmat adalah orang yang mampu khusuk, orang yang mampu khusuk adalah orang yang senantiasa bersyukur. Orang yang bersyukur adalah orang yang yakin dan paham akan konsepsi surga dan neraka. Sederhana bukan ?.
Maka jika dirunut ulang yaitu orang yang diberi nikmat adalah orang yang mampu khusuk, orang yang mampu khusuk adalah orang yang senantiasa bersyukur. Orang yang bersyukur adalah orang yang yakin dan paham akan konsepsi surga dan neraka. Sederhana bukan ?.
Nah, dari rangkaian pemahaman ini, kita sudah menemukan muaranya bahwa bersyukur adalah kunci untuk memasuki khusuk itu sendiri. Namun masalahnya mampukah kita bersyukur ?. Inilah persoalan yang selalu membelit anak manusia. Kembali nanti akan berpilin-pilin sebab kita kemudian akan berputar-putar membahas masalah TAKDIR lagi. Nah, inilah bingkai rukun, menkjadi sebab kenapa rukun Iman menjadi penting. Dalam rukun Iman keenam, kita harus mampu menerima (yakin) takdir Allah. Kemampuan inilah yang tidak dimiliki oleh umat terkini, yakin atas rukun Iman yang ke enam. Dan inilah yang terus penulis beritakan keadaan diri kita yang tidak pernah mampu menerima takdir Allah.
Maka dapatkah sidang pembaca
menyatakan bahwa methode ini adalah bid ah. Jika merasakan kaki kita, merasakan
badan kita, kepala, dan seluruh instrument tubuh kita semua kita rasakan. Dan pada
saat kita rasakan itu kemudian kita bersyukur atas karunianya, dan jika saat
kita rasakan itu kemudian kita mampu bertasbih, bertakbir dsb. Dst..dst. Kenapa jadi mampu mengucap takbir, sebab ketika
kita eksplorasi diri kita sendiri, begitu sangat luar biasanya ornament raga
kita. Mau tidak mau kita akan berdecak kagum Allah hu Akbar,
Alhamdulillah..dsb..dsb. Apakah hal ini
bid ah.?.
Sungguh hingga sampai saat
ini, Mas Dikonthole tidak tahu dimanakah letak bid ahnya. Jika merasakan tubuh sendiri
dikatakan bid ah, (ugh !). Kemudian bagaimana dengan yang lainnya. Apakah kita
tidak boleh merasakan tubuh kita sendiri. Lho , kalau begitu bagaimana kita
mampu bersyukur. Referensi apakah yang mampu kita bawa untuk mengucapkan syukur
?. bukankah, dari rasa yang ada didalam diri inilah kita kemudian akan mampu
mengucapkan syukur. Rasa syukur yang akan terus meliputi diri kita. Keadaan
inilah yang menghasilkan suasana KHUSUK.
Maka seumpama jeruk jika
bersyukur adalah buah jeruknya maka rasa jeruk sebagaimana yang kita tahu
(kecut, manis, nano-nano) itulah hakekat khusuknya. Maka bersyukurlah selalu
dalam seluruh tarikan nafas kita, maka kita akan mampu berada dalam makom KHUSUK.
Sungguh wacana yang dibesar-besarkan atas bi'dah adalah bom atom yang sudah merusak kesadaran manusia itu sendiri. Seperti sebuah portal disebuah jalan. Menjadi hijab lainnya bagi jiwa yang ingin ber serah (Islam). Menjadi keprihatinan tersendiri bagi Mas Dikonthole.
Sungguh wacana yang dibesar-besarkan atas bi'dah adalah bom atom yang sudah merusak kesadaran manusia itu sendiri. Seperti sebuah portal disebuah jalan. Menjadi hijab lainnya bagi jiwa yang ingin ber serah (Islam). Menjadi keprihatinan tersendiri bagi Mas Dikonthole.
walohualam
Komentar
Posting Komentar