Kajian Al Nafs 3, Kuda Perang (yang) Berlari Kencang


Kembali kepada pokok bahasan, sebagaimana yang di maksudkan dalam kajian pembuka. Bagaimanakah kita umat Islam mampu menyikapi benturan peradaban dewasa ini. Kita tidak boleh menutup mata atas apa yang terjadi di Indonesia ini. Tingginya tingkat korupsi, ditambah  tingginya tingkat kejahatan sehari-hari yang sudah tidak mengenal usia, serta telah hilangnya empati antar sesama, permusuhan dan permusuhan lagi yang kita lihat tampilannya,  sunguh menggiriskan hati. Belum lagi maraknya aborsi di tingkat kaum abg,  dimana menurut  data statistic WHO di Indonesia sudah mencapai jutaan orang bayi  per tahunnya. Sungguhkah, kita tengah mengulang kembali sejarah para nabi. Sejarah kekelaman suatu bangsa yang telah membunuh bayi-bayi mereka (?).  Sejarah dimana saat itu para nabi kemudian diutus untuk mengingatkan bangsa-bangsa tersebut.  Siapakah sekarang yang akan mengingatkan kita. Sebab kita tahu, era para nabi telah berhenti. Siapa lagi jikalau bukan kita umat Islam. Siapa lagi kalau bukan diri kita sendiri. Yaa, di mulai dari diri ini.

Marilah kita setahap demi setahap mengingatkan dari diri kita sendiri. Semoga pada akhirnya  nanti gelombang energy yang kita paparkan, kehalusan budi ahklak seorang muslim,  mampu mempengaruhi lingkungan dimana kita berada. Tidak perlu jauh-jauh marilah kita bersama-sama, kita mulai dari hati kita, menata hati kita, mensucikan jiwa kita. Mengendapkan seluruh rahsa. Memberikan pembeda kepada lainnya. Menampilkan jiwa muslim sejati, yang ikhlas, yang puas, yang tenang, yang ridho. Namun mampu fokus, mampu istikomah kuat dalam pendirian, mampu maju ke medan pertempuran sebagaimana karakter KUDA PERANG. 

Yah, kita mulai dari yang terdekat dengan kita, dari hati kita. Hanya dari hati kita. Karena hanya itu saat ini yang  kita bisa. Kita bukanlah mereka-mereka yang mengikuti hawa nafsu. Kita bukan mereka. Mereka-mereka yang senantiasa menampilkan arogansi, Jiwa kita adalah jiwa muslim, jiwa yang senantiasa selaras dan harmoni dengan alam semesta. Jiwa yang luas seluas alam raya. Jiwa muslim adalah jiwa yang menjadi rahmat alam semesta ini. Jiwa yang senantiasa mengagungkan kebesarahn Allah. Jiwa yang senantiasa mampu menapaki jalan takdirnya sendiri, berbekal nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.  

Wali wali Allah

Bagaimanakah memiliki jiwa yang seperti itu, yaitu Jiwa muslim sejati ?. Pertanyaan kemudian bergulir.  Dalam beberapa kajian di muka, telah kita ulas. Siapakah wali-wali Allah. Wali-wali Allah adalah orang yang memiliki jiwa muslim sejati. Merekalah sejati- sejatinya manusia. Merekalah wakil-wakil Allah. Merekalah yang dapat di sebut sebagai khalifah di muka bumi ini. Sementara yang lain hanyalah figuran semata. Mampukah kita mengarahkan jiwa kita untuk memiliki karakter yang seperti itu. Yaitu karakter para wali Allah. Apakah kita orang awam akan sanggup dan akan mampu memiliki karakter yang demikian ?.

Marilah kita masuki lebih dalam lagi. Menjawab pertanyaan yang terkadang justru telah kita jawab sendiri. Jawaban yang lebih sering telah terhijab oleh persepsi kita sendiri. Persepsi bahwa kita manusia awam tidaklah mungkin memiliki karakter para wali Allah. Kalau demikian pertanyaannya adalah, untuk apakah Islam di turunkan, jika tidak diperuntukan untuk itu, yaitu  merubah akhlak manusia, menjadi akhlak para wali Allah ?. Maka marilah kita jangan berkecil hati. Janji Allah pasti, siapakah yang mencari jalan-Nya, dengan kesungguhan hati, maka Dia akan menunjukan Jalan-jalan-Nya.

Siapakah wali Allah ?. Bagaimanakah karakter wali Allah ?. Allah telah menjawabnya sendiri;

  “Ketahuilah, sesungguhnya para wali Allah tidak ada rasa takut atas (diri)  mereka dan tidaklah mereka bersedih hati.” (QS. Yunus; 62)


 “Yaitu, orang-orang yang beriman dan senantiasa ber takwa “ (QS. Yunus ; 63)

Firman Allah ini memberitahukan kepada kita, bagaimana jiwa para wali Allah. Mereka tidak ada rahsa takut, mereka tidak bersedih hati. Marilah kita pahami hikmah ini. Berita ini tidak main-main, sangat dalam sekali bila kita uraikan satu demi satu. Siapakah mansuia yang tidak memiliki rahsa TAKUT ?.

Setiap diri takut akan miskin. Takut kehilangan. Takut kecewa. Takut mati. Takut dianiaya. Takut hantu. Takut atasan. Takut tak dianggap. Takut salah. Takut sakit. Takut tidak bisa. Takut tidak dicintai. Takut didatangi penagih hutang (Debt Colector). Takut ditinggal istri atau suami. Takut diketahui aibnya. Takut akan nasibnya. Takt akan masa depannya. Takut akan takdirnya. Dan lain sebagainya. Bermacam-macam rahsa takut yang menggumuli jiwa manusia. Entah sebab apa, manusia pasti memiliki titik lemah yang membuat dia merasa ketakutan atas sesuatu. Ketakutan-ketakutan atas sesuatu ini, selalu bermain di dalam angannya, mempengaruhi gerak jiwanya. Menahannya menuju kepada Allah.

Maka ketika jiwa yang penuh dengan rahsa takut ini, memasuki millennium baru. Memasuki peradaban yang sekarang ini. Dipastikan jiwa ini akan mengikuti hawa nafsunya, mengikuti kecenderungan hal yang menyebabkan rahsa takut tersebut. Jika dia takut miskin maka dia akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan. Bermacam-macam contoh yang dapat kita saksikan di depan mata kita sekarang ini. Bagaimankah kesudahannya rahsa takut ini bagi jiwa manusia. Ada yang membunuh dirinya, adanya korupsi, ada yang melakukan kejahatan, ada yang muncul sebagai arogansi kekuasaan, ada yang menghiba, dan lain sebagainya. Siaft-sifat seperti ini kemudian menetap, mengkristal menjadi jiwa yang munafik, jiwa yang fasik, jiwa yang kafir, dan lain sebagainya.

Jika kita sudah mengetahui hikmah ini. Maka kita harus mengenali rahsa takut kita. Mengarahkannya kepada Allah. Allah akan mengajarkan kepada kita bahwa rahsa takut sejatinya hanyalah bermain diangan-angan mansuia saja. Manusia akan belajar atas rahsa takut ini. Ketika kita di datangi debt collector, ketika jiwa kita sudah kita pasrahkankepada Allah. Maka kita menjadi heran sendiri, ternyata debt collector orangnya baik sekali. Jauh dari anggapan kita. Ketika jiwa kita sudah mengambil arah yang benar , keyakinan yang benar bahwa segala sesuatu terjadi atas ijin Allah. Bahwa Allah bersumpah atas dirinya  bahwa Dialah Dzat yang MAHA PENGASIH dan MAHA PENYAYANG. Dan ketika kita meyakini ini dengan keyakinan yang utuh. Semua ketakutan kita menjadi tidak beralasan lagi. Karena kita sudah dalam keyakinan bahwa  apapun yang menimpa kita, apapun yang terjadi disana,  Allah tengah memberikan kasih sayang-NYA. 

Pada contoh rahsa takut kepada debt collector tadi, ternyata debt collector datang malah ingin membantu dirinya, bukan untuk menakut nakuti. Terjadilah silaturahmi lebih jauh, membawa rejeki tersendiri. Apa yang dia bayangkan ternyata tidak terjadi, justru banyak hikmah yang dia dapatkan dari kejadian tersebut. Semua tergantung kepada bagaimana keyakinan kita. Alam semesta akan merespon jiwa kita. Energi negatif akan yang kita kirimkan akan menjadikan apa yang kita pikirkan terjadi. Maka yakinlah pada kasih sayang-Nya saja. Jangan pikirkan lainnya. Bermacam-macam contoh dapat kita dapatkan. Dari kehidupan kita sehari-hari. Maka beljarlah kepada Allah. Agar kita diberikan hikmah atas kejadian. 


Mengenali rahsa takut

Langkah awal dalam kita mensucikan hati adalah di ajarkan-Nya diri kita untuk mengenali rahsa takut rahsa ketakutan kita sendiri dan kemudian bagaimana kemudian mampu berkawan dengan rahsa takut tersebut.  Tanpa kita mampu mengenali rahsa takut kita, tanpa kita mampu mengarahkan ketakutan kita. Maka kita akan selalu gagal dalam mensucikan jiwa kita. Kita akan selalu di hadapkan kepada dualitas pilihan. Apakah kita takut kepada Allah atau kah kita akan takut kepada Thogut. Lebih realita manakah kita takut kepada atasan kita yang nota bene adalah manusia biasa ataukah kepada yang menciptakan manusia tersebut ?. Kita selalu di benturkan kepada  realitas dan ghaib. Tuhan adalah ghaib dan atasan adalah realitas (nyata), dalam anggapan kita selama ini. Maka semua harus kita uji keyakinan ini. Kembalinya terserah kepada kita apakah akan menganggap atasan kita lebih nyata ataukah Tuhan yang lebih nyata ?.

Allah lah yang menggenggam nyawa atasan kita. Dia lebih nyata. Allah lah yang membolak balikkan hati atasan kita. Maka Dia lebih nyata.  Segala gerak atasan kita atas ijin Allah semata. Maka Dia lah realitas sesungguhnya. Atasan kita tidak mampu menggerakkan lidahnya jikalau Allah tidak menghendaki. Maka kenapakah kita bisa tertipu ?. Maka kembali kepada pertanyaan, masihkah kita di bingungkan anatara realitas dan ghaib ?. Manakah kalau begitu yang lebih real (nyata). Allah ataukah atasan kita ?. Setelah kita memahami hikmah ini.   Maka apapun yang dilakukan atasan kita terhadap diri kita. Kita dalam keyakinan, bahwa  ada  hikmah tersendiri bagi kita. Karena disana dalam keyakinan kita Allah tengah memberitakan kasih sayang-Nya kepada diri kita. Melalui perantaraan atasan kita. Begitu juga contoh contoh lainnya.   

Kenalilah rahsa takut kita. Takutlah kita hanya kepada Allah. Dialah yang mem bolak balik kan hati kita. Dial ah yang mengenggam nyawa kita. Menggenggam kesadaran kita. Ketakutan hanyalah bermain di angan-angan manusia saja. Rahsa takut kepada selain Allah adalah bisikan-bisikan yang di tiupkan syetan dan para sekutunya. Kenalilah bisikan-bisikan tersebut. Bisikan yang sangat tersembunyi. Bisikan yang akan dapat kita bedakan jika kita senantiasa mensucikan jiwa kita. Kita akan mampu mendengar bisikan ini. Kita mampu merahsakannya. Bisikan yang menimbulkan hawa panas, bagai radiasi, menyebar mempengaruhi jiwa kita.  

Ingat saja.  Jika bisikan ini kita hadapkan kepada Allah. Maka si pembisik akan meronta, akan keluar sering  si pembisik keluar melalui pernafasan kita sehingga kita ber bangkis. Pembisik ini sangat nyata, berjalan diantara aliran darah kita, di seluruh tubuh kita dia bergerak. Hanya jiwa yang diam yang mampu mengamati pergerakannya. Karena dari tempat asal dia membisiki ada hawa panas yang menyebar yang dapat kita kenali. Maka senantiasa jiwa kita harus ber dzikir, jiwa kita senantiasa harus ingat Allah. Maka Allah akan menunjukan keberadaan si pembisik tersebut.

Pembisik akan menggoyahkan keyakinan kita. Keyakianan terhadap (atas) Nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ber hati-hatilah. Maka senantiasa dalam tindakan dalam ucapkan kita dalam seluruh aktifitas sehari-hari, kita perkuat keyakinan ini. Kita di minta untuk menambahkan keyakinan kita . Maka dalam pengajaran Islam, setiap sebelum kita melakukan sesuatu kita di minta untuk mengucapkan Bismillah hirohman nirrohim.   Menjadi niat kita, menjadi dasar penerimaan kita atas hasil apapun yang kita upaya kan. Dasar penerimaan kita adalah keyakinan kita bahwa Allah pasti akan senantias melimpahkan kasih sayang-Nya untuk kita. Sebab Allah bersumpah bahwa diri-Nya adalah Dzat yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

 Maka atas keyakinan ini para wali Allah tidak ada rahsa takut sedikit pun atas hasil apapun yang dia kerjakan. Atas resiko apapun yang di perbuat, semua dia kembalikan kepada Allah. Seluruh nafasnya dia kembalikan, seluruh rahsa yang di punya dia kembalikan, seluruh hidup dan matinya dia kembalikan, seluruh harta dan kekayaannya dia kembalikan, seluruh sedih duka dan nestapa dia kembalikan. Maka dia akan berada dalam makom tidak bersedih lagi atas apapun yang melingkupi dirinya atas realitas hidup yang bersamanya.

Para wali Allah tidak berusaha untuk merubah ketentuan dan ketetapan Allah. Dia menapaki jalan takdirnya dengani ikhlas, karena semua adalah kehendak  Allah semata. Dia dalam keyakinan bahwa dia bekerja kepada Allah untuk Allah. Dia bukan bekerja kepada perusahaan. Raganya dia peruntukan untuk membangun peradaban manusia, untuk kesejahteraan manusia. Jiwanya di arahkan untuk mengangungkan kebesaran-Nya. Dalam dia bekerja, dalam dia menapaki takdirnya sehari hari. Dalam pergumulan rahsa yang tak pasti. Dia hanya dalam satu keyakinan. Bahwa Dzat yang dia sembah adalah Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang. Tidak tidak ragu. Dia sekuat karakter sang KUDA PERANG.  Walaouhualam.

Salam
arif

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali