Misteri Ruang dan Waktu, 'Hakekat Symbol AMIN'

                                                                                                                                                                


Aku melihat kilatan cahaya ,
 “Cahaya datang, cahaya bias, memotong garis normal pada sebuah bidang datar.” Aku melihatnya dari udara masuk ke air, “Cahaya datang, cahaya biasnya, mendekati garis normal dalam suatu bidang datar.” Aku melihatnya  dari air  memantul ke udara, “Cahaya datang, cahayanya bias menjauhi garis normal dalam sebuah bidang datar.”   
Wahai Hafizs terangkanlah padaku perihal itu.

Wahai Tuan yang di rahmati, tiap pagi engkau bangun pagi, betapa nikmatnya cahaya matahari. Di malam hari engkau menetapi diri. Betapa sejuknya cahaya bulan. Mengapa hatimu tak kau sinari dengan sejuknya cahaya seribu bulan ?
“Engkau tanyakan perihal cahaya ?. Itulah sebagian nikmat Tuhanmu. Siapa yang ditunjukkan kepada cahaya-Nya, dialah yang beruntung”

“Bermula dari cahaya, membawa energy dan informasi,
Dengan kecepatannya cahaya menjadi gerak,
Dengan geraknya cahaya menimbulkan kecepatan,
Kecepatan akan menghasilkan waktu
Kecepatan dalam waktu akan menghasilkan gaya
Gaya adalah sebuah vektor yang akan menghasilkan ruang dalam dimensi”
Karenanya Tuan sekarang ini dapat tinggal di bumi dengan aman. Langit didirikan tanpa tiang. Cahaya telah menyusun dirinya dengan hebat.
Cahaya telah membatasi waktu dibumi ini, sebagaimana keadaan sekarang ini.
Tidakkah sekarang Tuan mengerti bagaimana  cahaya-Nya ?

Allah cahaya langit dan bumi.
Perumpamaan cahaya-Nya, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.
Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki.

“Lihatlah Tuan cahaya-Nya berlapis-lapis. Dalam lapisan cahaya, berlaku ketentuan-Nya.
Dalam setiap lapisan cahaya-Nya ada kecepatan, waktu dan ruangnya.
Mengertilah Tuan, ada enam masa (waktu) di dalam lapisan-lapisan cahaya.
Tidakkah Tuan perhatikan, saat ketika cahaya masuk ke dalam air ?. Bagaimana kecepatannya ?.
Semisal waktu di bumi ini. Tuan mengenalnya dengan Zona waktu bumi.
Maka keadaan disana(di dalamnya)  ada  enam zona waktu cahaya.”
Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy.

“Perhatikanlah Tuan bintang-bintang, cahaya yang indah di malam hari. Cahaya yang menentramkan hati. Cahaya yang kemudian menjadi petunjuk arah para musafir.
“Jutaan tahun cahaya itu sampai di mata Tuan.
Jika Tuan berada di salah satu bintang disana, bagaimana Tuan melihat bumi ini ?.
Bumi yang Tuan lihat saat Tuan disana, mungkin sudah tidak ada lagi disini. Apakah Tuan pernah berfikir tentang kemungkinan  itu ?.”

“Maka itulah Tuan, cahaya berlapis-lapis,
dan di  dalamnya ada zona enam waktu cahaya
Diujung lainnya disana , Allah sudah mempersiapkan surga dan neraka,
dalam ukuran zona waktu cahaya disana
Ada sebuah tabir sehingga mereka bisa melihat ke bumi ini
Bagi zona waktu  mereka (serasa)  bumi masih ada.
Keadaanya para penghuni surga dan neraka (serasa) melihat kehidupan di bumi
Tuan harus tahu, Jika menggunakan zona waktu cahaya di akherat,
untuk zona waktu cahaya di bumi,
maka keadaan  bumi sendiri sudah hancur karena kiamat
Seperti permisal Tuan melihat bintang saja.
Ingat Tuan,  jangan heran dengan relatifitas keadaan ini,
Jika  balik kembali ke zona waktu cahaya Bumi
Maka Bumi masih seperti keadaan sekarang ini.
Sekali lagi, perhatikan zona waktu cahaya Tuan.
Jangan terjebak oleh logika Tuan.”
“Maka bagi orang yang tidak terpengaruh Zona waktu cahaya dia akan mampu bolak-balik melihat akherat, melihat keadaan surga dan nerakanya, kemudian balik lagi ke bumi.
Atas ijin-Nya.
Dan Tuan sudah tahu siapakah manusia itu
Dialah Muhammad Rosululloh”

“Sudah mengertikah perihal cahaya-Nya Tuan.
Dialah cahaya diatas cahaya. Perumpamaan cahaya-Nya, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.
Perhatikan cahaya-Nya Tuan, ada tabir yang memisahkan setiap zona waktu cahaya,
Dikatakan-Nya,  sebagai lubang yang tak tembus.”
“Maka kenapakah Tuan tidak mengagungkan asma-Nya, celakalah Tuan !.”

Aku melihat kilatan cahaya ,“Cahaya datang, cahaya bias, memotong garis normal pada sebuah bidang datar.” Aku melihatnya dari udara masuk ke air, “Cahaya datang, cahaya biasnya, mendekati garis normal dalam suatu bidang datar.” Aku melihatnya  dari air  memantul ke udara, “Cahaya datang, cahayanya bias menjauhi garis normal dalam sebuah bidang datar.”

Aku perhatikan semua cahaya-NYA. Cahaya-Nya yang telah mengadakan Surga dan Neraka menjadi ada sekarang ini. Lantas sujud bertasbih, bertahmid, bertahlil. “Subahanalloh, Alhamdulilah, Allahu akbar !.” (Cahaya-NYA by Arif)

                                                                                                              
                                                      

Begitulah syair ,  bahasa yang mewakili atas pemahaman (yang)  ingin penulis hantarkan. Bahasa syair menjadi pilihan untuk mengatasi kebuntuan dalam menyampaikan idea tau gagasan. Sebab sangat sulit merangkaikan kata-kata, meringkas seluruh pemahaman menjadi sebuah kesatuan kajian.

Kajian symbol memerlukan seluruh pemahaman yang sudah menjadi kesadaran kolektif manusia sekarang ini. Dalam sebuah kitab Ilmu Pengetahuan disebutnya. Hukum-hukum alam dan seluruh pendukungnya, baik eksperimental atau yang masih berupa gagasan, seluruhnya terserap ke dalam  bahasa symbol.

Seperti saya permisalkan pada bahasa symbol  E = mc2. Untuk mengimplementasikan bahasa ini menjadi sebuah karya nyata, diperlukan seluruh disiplin ilmu yang dikuasai manusia. Mulai dari fisika nuklir, fisika terapan ,teknik mesin, teknik elektro, filasaf, ilmu dasar, biology dan seluruh cabang ilmu, termasuk juga ilmu komunikasi. Lihatlah bagaimana penerapan tekhnology nuklir pada pembangkit listrik PLTN. Bagaimana persiapan suatu Negara untuk membangun reaktor nuklirnya.   

Hal inilah yang menyulitkan penulis untuk menguraikan secara detailnya, maka pilihan bahasa syair lebih menjadi alternatif adanya. Namun demikian penulis akan berusaha merangkai menjadi sebuah pemahaman yang semoga akan menjadi pembanding bagi kajian lain yang sudah ada perihal ini.

Makna yang terlupa

Kita sudah membahas symbol-symbol yang digunakan oleh Al qur an untuk mengkomunikasikan makna yang sulit dirangkai dalam bahasa, kita dapati symbol :

Alif Laam Miim
Ali Laam Raa
Alif Laam Miim Raa
Alif Laam Miim Shaad

Seluruh rangkaian symbol tersebut kemudian akan kita tutup dengan sebuah kajian symbol, yang sering kita gunakan untuk menjawab doa, dia akhir surah Alfatihah, adalah ;

A

  lif Miim Nun  





   Kita membacanya,  “AMIN !.”

Kata Amin adalah bacaan yang kita ulang-ulang, sesuatu yang sangat biasa, sesuatu yang wajar. Sehingga kita kemudian lupa apakah sesungguhnya makna Amin tersebut. Kita menganggap bahwa makna Amin adalah semisal dengan jawaban atau koor bersama meng-IYA-kan, saja. Sehingga bacaan ini tidak berefek dan membekas dalam kesadaran kita.

Efek bacaan Amin kalah jika saya menyebutkan kata  ‘cuka’. Efek kata ‘cuka’ akan menimbulkan sensasi rasa ‘kecut’, yang membuat kita tanpa sadar ‘merinding’ jika mengingatnya. Inilah seharusnya yang menjadi keprihatinan kita. Maka kemudian kita rasakan syariat kita ‘kering’. Sebab telah banyak ‘lafad’ yang kehilangan sensasi rahsanya.

Konsepsi kecepatan, ruang, dan waktu

Kita sering mendengar pertanyaan apakah surga dan neraka sudah di ciptakan ?.
Kita juga sering mendengar pertanyaan apakah surga dan neraka adalah kekal ?.
Kita juga sering mendengar bahasan tentang waktu di dunia dan di akherat bagaimana perbandingannya. Dan bagaimana para malaikat naik turun ke langit ?.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut menurut penulis berhubungan dengan konsepi kecepatan, ruang dan waktu. Dan konsepsi tersebut penulis sajikan dengan gaya puisi diatas.

Dimensi ruang dan waktu di bumi sudah di sepakati dengan melihat tanda-tanda alam semesta. Sebagai penanda semua itu adalah kecepatan cahaya. Maka semua pengukuran, symbol, dalil-dalil, rumus-rumus fisika, dan pengetahuan tentang alam semesta, di sandarkan kepada ‘kecepatan cahaya’.

Seluruh perhitungan, dan pengukuran, yang dilakukan, dan  pengujian terhadap keberadaan alam semesta menggunakan dasar ‘kecepatan cahaya’ ini. (Yaitu) Kecepatan cahaya yang berlaku di bumi. Jika kecepatan cahaya mengalami perubahan maka seluruh hukum-hukum alam yang sudah dibuat oleh manusia akan tidak berlaku lagi. Sebab asumsi yang digunakan manusia adalah bumi sebagai pusat mengukuran atas keberadaan alam-alam lainnya. Inilah konsep berfikir yang melahirkan ilmu pengetahuan sekarang ini.

Hingga sampai saat sekarang ini, ilmu pengertahuan masih berpegangan dengan ‘keyakinan’ ini. Sampai nanti jika ditemukan  ‘kecepatan cahaya’ yang memiliki sifat, kecepatan melebihi kecepatan cahaya yang di bumi. Maka keadaan ini akan tetap sebagaimana yang dipahami manusia perihal hukum-hukum alam semesta.

Inilah masalahnya. Manusia mengabaikan informasi apapun, yang ada berkaitan dengan kemungkinan adanya zona kecepatan cahaya di alam semesta. (Yang) biisa jadi sangat jauh berbeda dengan kecepatan cahaya yang melintasi bumi ini. Eksperimen dan pengukuran kearah sana mungkin sedang dilakukan. Ada khabar bahwa neutroniokecepatannya melebihi kecepatan zona waktu kecepatan cahaya bumi.  Hal ini lebih mengarahkan kepada kebenaran Al qur an bahwa langit dan bumi di ciptakan dalam enam masa. (Dalam enam zona waktu kecepatan cahaya-pen).

Jika umat Islam menyakini bahwa hakekat cahaya adalah sebagaimana yang diungkapkan dalam surah An nur. Maka memahami Alif menjadi kebutuhan yang mendasar atas ilmu pengetahuan sekarang ini.  (Yaitu) sebuah rangkaian pemahaman yang saling berkaitan atas keberadaan symbol Lam dan Lam berikutnya. 

Allah cahaya langit dan bumi.
Perumpamaan cahaya-Nya, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.
Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki.

Para mufasir telah menginterprestasikan bahwa cahaya Allah akan menerangi hati manusia. Maka penulis memberanikan diri menambahkan bahwa Alif (cahaya Allah) adalah (penyebab) menjadi yang awal dan akhir dari  segala gerak, kecepatan, ruang dan waktu, yang meliputi allam semesta ini.

Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy.. …dst. (QS. 32:4).

Berdasarkan pemahaman tersebut maka, teori penciptaan langit dan bumi menjadi lebih diperluas lagi pemahamannya. Bahwa langit dan bumi dan diantara keduanya di ciptakan dengan enam zona waktu cahaya. Pada setiap zona waktu cahaya berlaku kecepatan, waktu dan dimensi nya masing-masing. Pada setiap zona waktu beralaku ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Allah sendiri. Dan setiap zona waktu memiliki pertumbuhan, perkembangan, dan penciptaannya sendiri,  semisal dengan keadaan di bumi kita ini. Perhatikan kalimat “Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis)”, mengisyaratkan bahwa di setiap lapisan berlaku zona kecepatan waktu cahaya.

Perhatikan informasi Al qur an yang menyatakan bahwa ada sebuah lubang yang tak tembus. Ada sebuah tabir (semisal eter), yang menjadi pembatas antar masing-masing zona waktu cahaya. Perhatikan juga banyak ayat Al qur an yang menginformasikan bahwa di surga dan neraka, para penghuninya mampu melihat keadaan di bumi, seperti keadaan saat mereka hidup. Sehingga keadaanya mereka memohon kepada Tuhan untuk dikembalikan ke bumi. Bahakan dijelaskan bahwa penghuni surge mampu melihat penghuni neraka dan berbincang dnegan mereka, melalui lubang yang tak tembus (eter).

Saya permisalkan zona waktu cahaya bumi, keadaan di tanah air kita dengan Arab Saudi. Saat disana sudah Idul adha maka keadaan kita masih belum. Waktu Arab Saudi lebih cepat dari kita. Jika kita mampu pulang-pergi, maka kita akan mendapati dua lebaran. Apakah maknanya ?. Dan bagaimanakah jika jaraknya kita jauhkan lagi, misalnya kita berada di sebuah bintang di langit sana ?.

Artinya cahaya yang sampai kepada kita di tanah air akan lebih lambat dari realitas yang terjadi disana. Ketika mereka menyembelih kurban, beritanya baru kita terima keesokan harinya. Gambarnya baru kita terima hari esoknya. Padahal hewan kurbannya telah disembelih semua. Bagaimana jika keadaan kita di sebuah bintang nun jauh disana?. . Begitulah nanti keadaan diakherat. Dimana zona waktu cahaya disana (diakherat)  berbeda dengan zona waktu cahaya di bumi.

Maka dari pemahaman ini, sekarang kita dapat menarik kesimpulan bahwa surga dan neraka sudah diciptakan.  Nah, perihal surga dan neraka itu kekal atau tidak, Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, .., (QS. 11:106) mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi… , (QS. 11:107). Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnyaselama ada langit dan bumi,    kecuali jika Rabbmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya. (QS. 11:108)

Di dalam ayat tersebut ada kalimat ,“kecuali jika Rabbmu menghendaki (yang lain),” artinya ada pilihan lainnya yang jika Allah menghendaki bisa saja dilakukan-NYA. Pilihan yang memang masih tersedia di alam semesta ini. (Ingat ada 6 zona waktu kecepatan cahaya, dimaan setiap lapisannya memiliki ketentuannya sendiri-sendiri). Selama dimensi ruang dan waktu, zona kecepatan waktu disana masih bekerja sebagaimana penciptaan-NYA.

Dalam bahasa syair saya menceritakannya sbb, “Maka itulah Tuan, cahaya berlapis-lapis, dan di  dalamnya ada zona enam waktu cahaya. Diujung lainnya disana , Allah sudah mempersiapkan surga dan neraka, dalam ukuran zona waktu cahaya disana, Ada sebuah tabir sehingga mereka bisa melihat ke bumi ini, Bagi zona waktu  mereka (serasa)  bumi masih ada. Keadaanya para penghuni surga dan neraka (serasa) melihat kehidupan di bumi. Tuan harus tahu, Jika menggunakan zona waktu cahaya di akherat,untuk zona waktu cahaya di bumi,maka keadaan  bumi sendiri sudah hancur karena kiamat. Seperti permisal Tuan melihat bintang saja. Ingat Tuan,  jangan heran dengan relatifitas keadaan ini, Jika  balik kembali ke zona waktu cahaya Bumi. Maka Bumi masih seperti keadaan sekarang ini. Sekali lagi, perhatikan zona waktu cahaya Tuan. Jangan terjebak oleh logika Tuan.”

“Maka bagi orang yang tidak terpengaruh Zona waktu cahaya dia akan mampu bolak-balik melihat akherat, melihat keadaan surga dan nerakanya, kemudian balik lagi ke bumi. Atas ijin-Nya. Dan Tuan sudah tahu siapakah manusia itu  Dialah Muhammad Rosululloh”


Rangkaian pemahaman AMIN


Dari sinilah simpul rangkain pemahaman AMIN akan saya susun untuk menghantarkan kita kepada suatu keadaan, mengapa kita selalu mengucapkan AMIN, di akhir sebuah doa.

Rangkain Alif Laam Miim, Rangkaian Alif Laam Raa, Rangkaian Alif Laam Miim Raa, Rangkaian Alif Laam Miim Shaad. Telah mengilustrasikan kepada kita bahwa cahaya Allah (Alif) masuk terlebih dahulu kepada Laam (alam) langit dan bumi, menembus di kedua Laam, yaitu alam dunia dan akherat.

Kemudian Alif terus menembus kepada Miim. Dalam kesatuan Alif Laam Miim, ini kemudian disematkan Raa dan Shaad. Sehingga Alam semesta ini menjadi sebuah kesatuan yang tidak terpisahkan saling meliputi antara Alif Laam Miim Raa dan Shaad. Saling membutuhkan.

Maka disebutkan bahwa Miim keadaannya adalah mewakili Haa di bumi, sebagai khalifah. Oleh karena itu Miim harus mentransformasikan dirinya menjadi sebuah predikat khalifah yang rahmatin ‘alamin yaitu (yang) kemudian disimbolkan dengan simbol Nun  (Baca kajian Nun).

Oleh karenanya, Miim harus sudah memahami hakekat Laam, miim sudah menjadi kesatuan bersama Haa, sudah bertasbih bersama Haa, sehingga hakekat laam sudah dapat di pahami. Karena sudah menyatui dengan Haa maka Miim akan langsung mengakses kepada Alif. Karenanya rangkaiannya menjadi ;   


                          lif Miim Nun  

Kita membacanya,  “AMIN !.”

Simbol Amin, adalah symbol entitas yang tidak lagi terpengaruhi oleh relatifitas zona waktu kecepatan cahaya, sehingga dia bisa pergi ke alam akherat (atas ijin-NYA), sebagaimana rosululloh Isro’ Mi’roj.  Karenanya kita seluruh umat mansuia diharapkan akan mendapat akses langsung ke surga tanpa hisab lagi. Yaitu menjadi manusia yang disimbolkan sebagai AMIN.

Dengan menjadi ‘AMIN’, maka kita manusia berada di posisi tenang di atas semua zona waktu kecepatan cahaya, langsung ke zona waktu  kecepatan cahaya di akherat, sehingga karenanya keyakinan kita akan dunia akherat tidak mungkin akan digoyahkan lagi. Itulah mengapa kita senantiasa diarahkan (ingin) menjadi sang AMIN. Menjadi Al-AMIN. 

Oleh karenanya dalam ‘objek berfikir’ kita saat mengucapkan AMIN, adalah saat kita mengkondisikan keadaan dimana kita seharusnya menjadi manusia (sebagaimana yang dimaksudkan) dengan symbol AMIN tersebut.

Walohualam bisawab

salam
arif





Komentar

  1. kalau bahasa matematikanya, ibarat cahaya Allah itu adalah cahaya kuadrat cahaya ya pak? :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali