Kisah Spiritual 3, Kisah 7 (Tujuh) Pertapa Sakti
Orang menyebutnya Dieng, sekarang ini
menjadi wisata spiritual. Daerah ini masuk kedalam dua wilayah Kabupaten. Yaitu
Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Namun untuk menuju tempat
ini, kebanyakan orang lebih menyukai mengambil jalur dari Kabupaten
Wonosobo.
Sebuah perbukitan yang dingin dan asri.
Dikelilingi banyak candi yang bernuansa Hindu. Candi-candi yang dinamai
tokoh-tokoh pewayangan Pandawa beserta punokawannya. Disamping juga ada banyak
sekali kawah alam. Salah satu kawahnya menjadi tempat pemandian bayi Gatutkaca,
kawah Candradimuka namanya. Tak begitu jauh dari situ, ada sebuah telaga
yang dinamakan Telaga Warna, yang konon menjadi tempat permandian para dewi
kahyangan. Maka lengkap sudah cerita mistis tentang daerah ini. Maka boleh
dikatakan tempat ini, adalah daerah yang sangat bagus untuk ber-spiritual.
Kesanalah Mas Dikonthole menuju.
Desa Mas Dikonthole sebenarnya tidak jauh dari situ. Terpisah perkebunan Teh
Tambi. Maka dia harus menyusurinya dengan berjalan kaki. Sambil menghirup hawa
segar. Dilebarkannya cuping hidungnya, ditariknya nafas dalam-dalam. Perlahan
udara dingin pagi memasuki paru-parunya. Kesegaran terasa luar biasa menyapu
seluruh pori-porinya. Dia mendengar ada orang sakti sudah bertapa puluhan
tahun. Dia mau kesana untuk belajar spiritual. Katanya tidak ada satu orangpun
yang tahu dari aerah mana asal pertapa itu. Makanya penasaran.
Bertapa memang bukan kejadian yang luar biasa.
Bagi orang jawa sudah menjadi hal yang lumrah saja. Namun biasanya orang
bertapa mencari tempat-tempat yang sepi, di gua, di hutan-hutan, atau di kali.
Pokoknya mencari tempat-tempat yang tidak di datangi manusia. Bila daerah
tersebut belum dijamah manusia, tempat itu lebih dusukai lagi. Tapi pertapa
yang satu ini sungguh unik. Dia bertapa di pinggir jalan raya, ya persis
di jalan utama menuju keDieng, kalau kita dari arahkota Wonosobo. Keberadaannya
ini jelas menjadi perhatian dan tontonan orang yang lewat dan warga
sekitar.
Menurut beberapa cerita teman--temannya. Mereka
datang bertujuh kemudian berpencar di sekitar daerah situ, mulai dari daerah
Kecamatan Garung, naik ke Setieng. Mereka menyebar satu-satu. Ada yang bertapa
diatas mata air Bimo Lukar, yaitu mata air yang menjadi symbol kehidupan, siapa
yang mandai disitu akan panjang umur, banyak rejeki. Mata air ini juga menjadi
cikal bakal Sungai Serayu, sungai terbesar yang mengalir di wilayah itu.
Sekarang katanya hanya tingga satu orang saja. Lainnya sudah menyebar ke
seluruh Indonesia, menempati gunung-gunung yang menurut keyakinan mereka adalah
gunung yang menjadi paku bumi nusantara.
Gunung-gunung tesebut harus di paku lagi,
merekalah yang diberikan pesan agar menjaga disitu. Menjaga paku-paku yang
dahulu kala di tanam oleh leluhur mereka Sang Ajiasaka. Mas Dikontole, saat itu
hanya manggut-manggut mendengar penuturan teman-temannya itu. Kalau di hitung
sejak kedatangan pertama kali mereka, hingga saat ini, mereka sudah bertapa 30
tahun lebih. Masyarakat sudah banyak yang tidak ingat kapan mereka datang.
Seingat Mas Dikontole dia masih berumur 10 tahun saat itu mereka sudah ada, dan
sekarang umurnya sendiri sudah menginjak 40 an. Wah luar biasa sekali, jika
mereka masih bertahan. Saat ini posisi sang pertapa sudah mendekati
pintu masuk ke-arah pintu utama candi, dimana disana terpusat banyak
candi-candi besar, seperti Arjuno, semar, dll. Banyak warga sekitar yang
kemudian kasihan, sebab tubuhnya kena panas dan hujan, tanpa peneduh. Sehingga
atas inisiatip warga dibuatlah bedeng kecil dari terpal, sekedar menahan panas
dan hujan saja. Jika anda penasaran silahkan datang ke daerah sana.
Sudah beberapa kali Mas Dikontole mencoba
berinteraksi dengan Sang pertapa namun hingga saat ini belum berhasil. Dan
sekarang ini tekadnya sudah bulat, dia akan berniat belajar spiritual sama
Pertapa itu. Mengambil hikmah mengapa mereka penuh keyakinan melakukan itu
semua. Dan yang lebih mengelitik dirinya adalah, pertanyaan “bagaimana
Pertapa itu buang air besarnya.” ?. Mereka bertapa sudah puluhan tahun
namun kemana kotorannya ?. Disekelilingnya dia melihat tidak ada sedikitpun
kotoran.“Dikemanakan kotoran mereka ya...” Batin Mas Dikontole.
Dibekali ilmu dari guru sufinya, dia yakin akan mampu berinteraksi dengan
sang Pertapa. Meski mungkin lewat batin saja. (Cerita ini nanti akan dikisahkan
tersediri-pen).
Singkat cerita, sampailah Mas Dikonthole disana. Seperti biasa dia uluk salam.
Diperhatikannya sejenak. Tubuh kurus sekali. Muka pias tanpa ekspresi setengah
agak menunduk. Wajah yang tidak pernah berubah semenjak dahulu kala. Rambut
tergerai mungkin sudah lebih 2 meteran panjangnya. Ada aroma menyengat dari
sisa-sisa makanan pemberian warga. Memang banyak orang lewat yang tidak tahu,
dikiranya dia adalah seorang pengemis saja.
Warga tidak berani membersihkan sebab mereka
takut kena ‘tuah’. Banyak kejadian yang aneh, pernah kejadian seorang kenek bis
regular meludah ke bedeng Pertapa itu, selang 100 meter bis itu langsung
terbalik. Untung tidak memakan korban. Dan banyak sekali ceriat mistis lainnya.
Ada yang memindah ke tempat yang jauh, yang dipikirny sepi. Namun keesokan
harinya sudah ada disitu lagi. Secara logika tidak mungkin sebab tubuhnya kurus
kering nya untuk menopang badanya saja sudah tidak sanggup.
Hampir 2 menitan Mas Dikontole mengamati.
Kemudian dia mulai mengambil posisi berhadapan. Dan sejenak dia sudah memasuki
alam ghaib, menjalin menembus batin Sang pertapa. Berkali dia menucap salam.
Diulang dan diulang lagi dengan sabar. Tak terasa waktu sudah hamper seharian
Mas Dikontole disitu. Ruhnya terus berusaha mengajak silaturahmi kepada Pertapa
tersebut. Hingga suatu saat nampak seberkas cahaya kecil kemudian
membesar-membesar dari pendaran cahaya nampak seorang lelaki setengah umur,
kharismanya begitu kuat. Hingga mau tidak mau Mas Dikontole menunduk hormat,
mengucap salam dengan tulus.
“Assalamualaikum.”
“Walaikumsalam.” Terdengar jawaban empuk terasa ditelinga
Mas Dikontole.
Suasana hening diam menyapu sekitar. Waktu sudah
menunjukan jam 2 hampir pagi. Saat menjelang titik terdingin untuk wilayah
situ.
Terdengar suara dehem kecil, memecah kesunyian.
“Ada apa ngger sampeyan mengganggu semediku ?”.terdengar sebuah pertanyaan
mengusik bisu, yang sudah sekian lama ini. Tergagap Mas Dikontole menjawa.“Saya
Mas Dikontole, Kisanak kebetulan bertapa di tempat kelahiran saya. Makas saya
tertarik untuk silaturahmi.”
Terdengar suara tergelak, rupanya Pertapa tua
itu merasa lucu dengan jawaban Mas Dikontole itu. Setelah suara tertawa
terkekeh-kekeh selasai. Mulailah Pertapa itu bercerita. Cerita yang kurang
lebih hamper sama dnegan kisah yang di ceritakan temannya. Bedanya karena yang
bercerita adalah pelakunya langsung, emnimbulkan sensasi rahsa yang larut
terbawa alur cerita sang Pertapa.
“Kami dahulu ber tujuh, menjadi paku bumi bagi
nusantara ini, 4 orang di Jawa dan 3 orang di luar Jawa.” Suaranya seperti melirih ada kesenduan
disana, seperti mengenang pengalaman dahulu. Saat mereka mengambil ikrar sumpah
suci, untuk menjadi penjaga nusantara.
“Satu orang sudah meninggal, dia yang
menjadi paku bumi di lereng gunung Arjuno. Salah satu gunung terwingit di
dunia. Dia tidak kuat disana di makan danyang-danyang hutan Lali JIwo.” Kesedihan nampak sekali dalam nada
suaranya.
“Dan akibatnya kalian sudah tahu, begitu paku
tercabut dari bumi, air akan memancar kemana-mana itulah yang terjadi mengapa
Sidoarjo terus masih meluap.”
Antara percaya dan tidak dengan penjelasan sang
Pertapa, Mas Dikontole, diam mendengarkan terus penuturan sang Pertapa.
“Satu
lagi juga meninggal di lereng merapi, ketika danyang-danyang menjebol merapi.
Dia tak sanggup menahannya. Seluruh danyang telah menyebar di nusantara ini.” Nampak raut mukanya sedih sekali, mengenang
teman seperjuangannya.
“Di aceh juga meninggal, maka Tsunami menerjang
Aceh.” Terdengar helaan nafas
berat, suasana kembali lengang.
“Sekarang hanya tinggal 4 orang, saya disini dan
satu lagi di Jawa barat. Satu di Sumatra dan satu lagi di Ambon. Jika paku ini
terjabut. Lenyaplah nusantara ini.”
Merinding juga Mas Dikontole mendengar
cerita sang Pertapa. Sebenarnya dia sama sekali tidak percaya dengan hal-hal
gahib seperti ini. Namun melihat keyakinan yang kuat terpancar dari sang
Pertapa. Dan juga kecintaan mereka atas nusantara ini. Keyakinan bahwa dengan
upaya mereka ini, dapat menyelamatkan nusantara dari kemarahan alam. Dia
berfikir juga, paling tidak dia menghargai dan menjunjung setinggi-tingginya
apa yang dilakukannya ini, demi sebuah keyakinan.
Sebuah perjuangan yang luar biasa. Meretas
perbedaan, melakukan dengan tindakan. Meski tindakan mereka tidak mendapatkan
apresiasi dari siapapun. Mereka tidak butuh sanjungan. Mereka manusia-manusia
yang cinta kepada alam, cinta kepada nusantara, cinta kepada kemanusiaan.
Dengan upaya yang tergolong langka. Mereka menyumbangkan dharma baktinya.
Kini dia masih bisa anda temui, tidak jauh dari pintu gerbang masuk
ke candi utama, mereka masih seperti dahulu berada di pinggir jalan. Paling
tidak saat kami meninggalkan daerah tersebut.
Mas Dikontole, menerawang, jika saja pemimpin
negri ini memiliki tekad dan hati seperti mereka-mereka ini, yakin negri ini
akan terbebas dari Kalabendu. Lama terus Mas Dikontole berbincanmg entah sampai
kapan. Saya ingin mengkhiri tulisan ini. Wolohualam
salam
iso ae Mas dikontole xiixixixi..
BalasHapushe he he ... kalo niru Bima masuk ke dalam proses kenegaraan .... nggeliyeng , iso nessu lan ora tenang.
BalasHapusWah Ngarang iki
BalasHapusAssalamualaikum kang....Cerita ada itu sedang sy alami...Banyak leluhur dari tanah Cirebon datang...Dari penguasa pantai selatan datang....Dan dari ilmu hitam keraton solo Ki keris sapu jagad datang mencari titisan nya ... Akhirnya sedang mengawasi rumah sy. Masalah ini tak masuk di akal sy,keyakinan yg sama itu sulit buat percaya, klu tidak mengalami sendiri
BalasHapusMohon bantuannya kang
BalasHapusMohon kirimkan kontak akang, ke email budiutomo.arif@rocketmail.com
HapusApkah mas bsa tuntun sy.. Kmn sy hrus mndatangi tmpt prtapaan itu...
BalasHapusApkah mas bsa tuntun sy.. Kmn sy hrus mndatangi tmpt prtapaan itu...
BalasHapusSepertinya beliau sudah tidak di Dieng. Apakah ini pertanda?
BalasHapus